KEJARLAH ILMU SAMPAI KE NEGERI CINA

“Jadilah manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum”

(Mahatma Gandhi)

Minggu, 24 Oktober 2010

Teknologi Industri Margarine (Refinery Dan Turunan CPO : bagian Ke Lima)

A. Definisi Margarine


Margarine adalah makanan berlemak yang menyerupai mentega baik dalam hal kenampakan maupun sifat dan komposisinya. Produk tersebut di buat dengan maksud sebagai penganti dari mentega. Pengertian margarine yang lebih rinci merupakan emulsi dari fase lemak dan fase berair. Fase lemak sebagai fase yang kontinyu yang merupakan campuran dari berbagai jenis minyak baik hewani maupun nabati. Margarine di produksi berdasarkan penemuan hasil penelitian seorang sarjana kimia dari Perancis yang bernama Hippalyte Megemouries. Meskipun pengolahan dan beberapa bahan penyusun mengalami perkembangan dan modifikasi, tetapi prinsip dasar yang digunakan masih bersumber pada hasil penemuannya.


Bahan mentah pada pengolahan margarine meliputi lemak dan minyak dari berbagai jenis yaitu air susu, air dan susu skim. Sedangkan bahan pembantu yang digunakan meliputi bumbu yang ditambahkan untuk memberikan rasa dan aroma agar menyerupai mentega dan bahan pembantu juga berfungsi sebagai emulsifier, antioksidan dan vitamin. Campuran lemak dan minyak serta bahan pembantu yang larut didalamnya merupakan adonan fase lemak. Air atau air susu yang telah diperam beserta bahan pembantu yang larut didalamnya merupakan adonan fase berair.

Lemak dan minyak yang dapat digunakan sebagai bahan dasar margarine adalah yang berasal dari berbagai bahan sumber minyak, baik dari sumber nabati maupun hewani. Dari sumber nabati misalnya minyak kelapa sedangkan dari sumber hewani misalnya asam lemak babi. Oleh karena sumber minyak dan lemak yang dapat digunakan terlalu banyak perlu dilakukan pemilihan berdasarkan pertimbangan ekonomis, kualitas dan sifat margarine yang dikehendaki.


B. Proses Pembuatan Margarine
B.1 Emulsifikasi
Emulsifikasi dilakukan dalam suatu alat yang disebut dengan churn sehingga prosesnya disebut dengan churning. Dalam praktek pembuatan margarine secara modern untuk mencapai kadar air akhir dari margarine sebesar 16 persen jumlah fase berair yang digunakan 17-20 persen. Jika dalam proses pengolahan margarine emulsi yang dihasilkan tidak stabil akan menunjuk kecendrungan untuk memisah dengan penetesan titik air, dengan demikian proses emulsifikasi merupakan tahapan yang penting dalam proses selanjutnya. Kehalusan dispersi antar fase pada dasarnya dipengaruhi oleh pengadukan mekanis dan stabilisator emulsi. Produsen mengarah pada teknik emulsifikasi dan penggunaan stabilisator yang dapat menghasilkan flavor yang sangat baik.

Dispersi fase berair yang sangat halus dapat membantu margarine terlindung terhadap kerusakan oleh mikrobia yang beberapa diantaranya dapat hidup dalam lemak, hanya apabila terdapat air. Infeksi mikrobia dari udara mengalami kesulitan jika titik-titik air terkurung dalam lemak. Bahkan infeksi dalam titik air akan mati karena titik air yang diselubungi dengan lemak tidak cukup oksigen yang sangat diperlukan oleh mikrobia atau jumlah nutrien dalam titik air tidak cukup untuk menompang kehidupan dan pertumbuhan mikroba tersebut. Dengan demikian emulsifikasi merupakan tahapan pengolahan margarine yang sangat penting. Apabila pengetahuan tentang proses emulsifikasi kurang berkembang maka diperlukan ilmu dan seni dari pekerja terhadap keberhasilannya.

B.2 Pendinginan Dan Kristalisasi Emulsi
Dengan beberapa pengecualian pendinginan emulsi pada pengolahan margarine termasuk dalam kategori pendinginan kejutan dan pemadatan yang cepat. Hal tersebut dimaksudkan kecuali untuk menghasilkan emulsi yang baik dengan pengendalian cara mekanis untuk memisahkan padatan sehingga dapat membantu sebagai stabilisator juga dimaksudkan untuk memastikan type kristalisasi dari gliserida padat yang dihasilkan sesuai dengan yang dikehendaki.

Pada dasarnya proses kristalisasi dapat dilakukan dengan dua cara :
a.Pendinginan cara basah
Pendinginan cara basah merupakan cara lama tetapi masih digunakan oleh industri kecil. Cara tersebut dikatakan merupakan cara yang paling tepat untuk membuat margarine dengan kualitas yang tinggi.
Pendinginan dengan cara ini dengan menggunakan air pendingin yang disemprotkan dengan tekanan. Pendinginan dengan cara ini biasanya untuk keperluan pembuatan roti sehingga menghasilkan konsistensi yang liat.

b.Pendinginan cara kering
Pendinginan ini dilakukan dengan menggunakan satu atau dua silinder. Larutan pedingin yang biasanya digunakan adalah berupa air garam.

B.3 Tempering
Tempering dilakukan dengan cara membiarkan margarine beberapa lama setelah terjadinya pemadatan. Pendinginan ini dimaksudkan untuk membantu dalam penyerapan flavor.

B.4 Kneading
Proses pembiaran sejenak dimaksudkan untuk menjadikan margarine lebih plastis dan mengurangi kelebihan air, oleh karena itu proses tersebut dapat disebut juga sebagai plastisasi. Pada dasarnya plastisasi dilakukan dengan merubah-rubah bentuk margarine dengan tekanan dan gesekan menggunakan berbagai alat.

B.5 Pengemasan
Pengemasan biasanya dikalukan dengan menggunakan bahan-bahan yang berasal dari plastik, kaleng ataupun alumunium foil. Penyimpanan margarine biasanya disimpan pada suhu yang relatif rendah. Dengan penyimpanan suhu rendah dapat mempertahankan flavor, memperkecil penetesan senyawa berlemak dan memperpanjang umur simpannya. Kerusakan margarine biasanya dinyatakan dalam bentuk ketengikan dan kebasian. Kedua kerusakan tersebut akibat gabungan dari beberapa peristiwa.

Hilangnya flavor disebabkan oleh penguapan atau oleh peristiwa oksidasi, sedangkan hidrolisis diakibatkan oleh adanya akitifitas enzim dari mikrobia. Sebagian besar ditemukan dalam lemak yang termasuk golongan minyak kelapa yang mengandung asam lemak radikal.

C. Spesifikasi Margarine
Beragam jenis mentega dan margarin beredar di pasaran. Ada yang dijual dalam kemasan kalengan sampai kemasan kertas aluminium, agar tidak salah pilih ikuti petunjuk berikut :

* Pilih mentega atau margarin sesuai dengan keperluan atau rencana penggunaan.
* Jika membeli mentega atau margarin dalam kemasan kaleng, pilihlah yang kemasannya masih utuh (tidak penyok, tidak berkarat dan tidak menggembung).
* Mentega atau margarin dalam kemasan aluminium, pilihlah kemasannya yang masih utuh, tidak rusak dan tidak terbuka serta tidak terdapat bintik warna hitam pada permukaannya.
* Perhatikan label dan lihatlah jenis atau tipe mentega atau margarin, komposisi tanggal kadaluarsa dan petunjuk penggunaan (bila ada).
* Bagi yang sedang berdiet atau harus mengurangi kadar kolesterol dalam tubuh, pilih margarin yang mengandung lebih banyak asam lemak tak jenuh (high polyunsaturated) atau mentega tipe rendah kolesterol.
* Dari label dapat diketahui jenis mentega atau margarin. Pilihlah yang asin, manis atau yang telah dikurangi garamnya (reduced salt) sesuai keperluan.
* Perhatikan komposisi bahan, termasuk bahan tambahan makanan (BTM) yang digunakan karena ini penting bagi anda yang sensitif terhadap bahan-bahan tersebut.
* Harga perlu juga menjadi pertimbangan, belum tentu yang mahal lebih baik. Bandingkan komposisi, kualitas dan harganya.
* Belilah yang ukurannya sesuai dengan keperluan anda, karena sisa mentega atau margarin yang disimpan begitu saja akan mudah tengik.
* Jika tidak habis sekali pakai simpan mentega atau margarin dalam tempat sejuk dan tidak terkena matahari secara langsung.

Teknologi Industri Minyak Goreng (Refinery Dan Turunan CPO : Bagian Ke Empat)

A. Minyak Goreng
Dalam pengunaan sehari-hari minyak digunakan sebagai kebutuhan sebagai media untuk menggoreng berbagai macam makanan dan masakan. Minyak goreng merupakan sumber lemak/minyak dan sebagai penghantar panas pada makanan yang digoreng, selain itu juga memberikan rasa renyak dan guring pada makanan tersebut.

B. Proses Pengolahan Minyak Goreng
B.1 Klasifikasi Minyak
Tujuan utama dari proses klarifikasi minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum di konsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri. Minyak yang akan dipakai dengan tujuan sebagai bahan pangan harus melalui proses pemurnian, karena di dalam minyak tersebut masih banyak mengandung kotoran. Selain itu beberapa jenis minyak mengandung senyawa beracun. Oleh karena itu perlu juga diberikan perlakuan pendahuluan sebelum pengolahan lanjutan, dengan tujuan :
a.Menghilangkan kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak.
b.Proses pemisahan gum
c.Memudah proses selanjutnya

B2. Refeening (Pemurnian)
Merupakan proses lanjutan dari klarifikasi minyak. Pada proses ini juga terjadi pembuangan kotoran tetapi yang bersifat larut dalam minyak. Pemurnian ini dapat dilakukan dengan berbagai cara :

a. Netralisasi
Dengan kaustik soda (NaOH)
Cara ini banyak dilakukan, karena di anggap sangat efisien dan membantu dalam pengeluaran zat warna dan kotoran yang berupa lendir dan getah. Reaksi antara asam lemak dengan NaOH adalah sebagai berikut :

Suhu dipilih sedemikian rupa sehingga sabun yang terbentuk dalam minyak mengendap dengan kompak dan cepat.

Dengan natrium karbonat (Na2CO3)
Pada umumnya dengan penggunaan natrium karbonat ini dilakukan dengan suhu dibawah 500C sehingga seluruh ALB yang bereaksi dengan natrium karbonat akan membentuk sabun.

b. Pemucatan
Tujuan pemucatan adalah untuk menghilangkan zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan cara mencampur minyak dengan sejumlah kecil adsorben seperti arang aktif atau bahan kimia.

Pemucatan dengan adsorben
Adsorben yang digunakan untuk memucatkan minyak ini terdiri dari tanah pemucat dan arang. Macam-macam adsorben yang sering digunakan adalah, sebagai berikut :
-Bleancing clay
Merupakan bahan pemucat sejenis tanah liat dengan komposisi utama SiO2, Al2O3, H2O. Jumlah adsorben yang digunakan untuk menghilangkan zat warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak dan sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan.
-Arang aktif
Aktivitas karbon bertujuan untuk memperbesar luas permukaan arang dengan membuka pori yang tertutup sehingga memperbesar kapasitas adsorbsi terhadap zat warna.

Pemucatan dengan bahan kimia
Cara pemucatan dengan bahan kimia banyak digunakan untuk minyak yang akan digunakan sebagai bahan pangan karena pemucatan dengan bahan kimia lebih baik daripada dengan menggunakan adsorben. Pemucatan dengan bahan kimia dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain :
-Pemucatan dengan cara oksidasi
Oksidasi terhadap zat warna akan mengurangi kerusakan trigliserida, akan tetapi asam lemak tidak jenuh cenderung membentuk perioksida, karena adanya proses oksidasi. Bahan kimia yang digunakan disini adalah larutan perioksida 30-40% dari jumlah bahan.
-Pemucatan dengan panas
Pemanasan minyak dalam ruangan vacum pada suhu relatif tinggi mempunyai pengaruh pemucatan yang sangat baik.
-Pemucatan dengan cara reaksi reduksi
Pemucatan dengan cara ini kurang efektif karena warna yang hilang akan timbul kembali jika bereaksi dengan udara.

c. Deodorisasi
Deodorisasi adalah tahapan dalam proses minyak yang digunakan untuk menghilangkan bau dan rasa yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi adalah penyulingan minyak dengan menggunakan uap panas dalam tekanan atmosfer atau dengan keadaan vacum. Senyawa yang dapat menimbulkan flavor dalam minyak ada dua macam, yaitu :

Flavor alamiah
Flavor tersebut secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak pada proses pemisahan minyak dengan cara pengepresan. Minyak yang berbau sengit/tengik dan rasa getir disebabkan oleh thio sianida, senyawa ini banyak terdapat pada bahan yang berasal dari biji-bijian.

Flavor yang ditambahkan dari kerusakan proses pengolahan
Kerusakan tersebut selama proses pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, adanya kotoran dalam minyak dan pada proses pemurnian. Senyawa yang terbentuk merupakan hasil degradasi trigliserida dalam minyak yang menghasilkan asam lemak bebas, aldehid, keton dan sebagainya.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses deodorisasi adalah :

a.Suhu dan tekanan vacum
Suhu berhubungan dengan tekanan vacum. Hasil yang dikehendaki dapat diperoleh apabila suhu dijaga antara 2300C - 2400C.

b.Lama waktu deodorisasi
Dengan menggunakan suatu standar bau dan flavor pada produk akhir proses deodorisasi, maka deodorisasi pada suhu 2040C memerlukan waktu 3 kali lebih lama dari pada suhu 2300C.

c.Banyaknya uap yang dibutuhkan
Berkaitan dengan tekanan vacum, suhu dan tinggi minyak atau sejumlah minyak dalam deodorisasi. Ditemukan bahwa konsumsi total uap sebanyak 660 lb/Ton minyak yang diperlukan adalah cukup untuk membuat vacum dan untuk memastikan dekstruksi peroksida.

d.Tinggi suhu
Cara penilaian kualitas minyak hasil deodorisasi minyak, maka hasil deodorisasi dapat dilakukan dengan cepat.

B.3 Hidrogenasi
Pada tahapan ini berfungsi untuk mengurangi ketidak jenuhan minyak atau lemak sehingga membuat minyak menjadi lebih bersifat plastis. Hidrogenasi merupakan proses pengolahan minyak dengan cara menambahkan ikatan hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak sehingga akan mengurangi tingkat ketidak jenuhan minyak atau lemak. Pemanasan akan mempercepat jalannya reaksi hidrogenasi. Pada temperatur 4000C dicapai kecepatan reaksi maksimum, juga penambahan tekanan dan pemurnian gas hidrogenasi. Dalam proses hidrogenasi tersebut, karbon monoksida dan sulfur merupakan katalisator beracun yang sangat berbahaya.

B.4 Penimbunan
Penimbunan dilakukan dalam tangki timbun dengan menggunakan suhu tertentu agar minyak tidak membeku.

Teknologi Industri Sabun (Refinery Dan Turunan CPO : Bagian Tiga)

A. Pengertian Sabun
Sabun adalah salah satu senyawa kimia tertua yang pernah dikenal. Sabun sendiri tidak pernah secara aktual ditemukan, namun berasal dari pengembangan campuran antara senyawa alkali dan lemak/minyak.
Sabun pada umumnya dikenal dalam dua wujud, sabun cair dan sabun padat. Perbedaan utama dari kedua wujud sabun ini adalah alkali yang digunakan dalam reaksi pembuatan sabun. Sabun padat menggunakan natrium hidroksida/soda kaustik (NaOH), sedangkan sabun cair menggunakan kalium hidroksida (KOH) sebagai alkali. Selain itu, jenis minyak yang digunakan juga mempengaruhi wujud sabun yang dihasilkan. Minyak kelapa akan menghasilkan sabun yang lebih keras daripada minyak kedelai, minyak kacang, dan minyak biji katun.

Pembuatan sabun adalah keahlian yang tidak bisa dipungkiri di Eropa di abad ke-17. Pembuat sabun serikat pekerja terlindungi perdagangan rahasia mereka ditutup. Minyak nabati dan hewani digunakan dengan arang tanaman, terus dengan pewangi. Secara berangsur-angsur jenis sabun yang lebih banyak lagi menjadi tersedia untuk mencukur dan mencuci rambut, juga mandi dan mencuci.

Italia, Spanyol dan Perancis adalah pusat manufaktur pertama sabun, seharusnya mereka siap menyediakan bahan mentah seperti minyak pohon zaitun. Orang Inggris mulai membuat sabun saat abad ke 12. Bisnis sabun sangat baik pada tahun 1622, Raja James I mengabulkan monopoli kepada pembuat sabun untuk $100.000 setahun. Baik ke abad ke-19, sabun adalah pajak tertinggi sehingga menjadi barang mewah di beberapa negara. Ketika pajak dihapuskan, sabun menjadi tersedia untuk orang biasa, dan standar kebersihan meningkat.

Pembuatan sabun komersial di Amerika kolonial dimulai pada tahun 1608 dengan datangnya beberapa pembuat sabun di kapal kedua dari Inggris untuk mencapai Jamestown, Virginia. Bagaimanapun, untuk beberapa tahun, pembuatan sabun pada dasarnya tinggal pekerjaan rumah tangga. Akhirnya, pembuat sabun profesional mulai biasa mengumpulkan pemborosan lemak dari rumah tangga, di perubahan untuk beberapa sabun.

Langkah utama terhadap pembuatan sabun komersial skala besar terjadi pada tahun 1791 ketika kimiawan Perancis, Nicholas Leblanc, mematenkan proses untuk membuat abu soda, atau sodium karbonat, dari garam biasa. Abu soda adalah alkali terdapat dari abu bahwa kombinasi dari lemak ke bentuk sabun. Leblanc memproses hasil kuantitas dari kualitas baik, abu soda murah.

Produksi deterjen rumah tangga di Amerika Serikat dimulai di awal tahun 1930-an, tetapi tidak benar-benar membuka sampai akhir Perang Dunia II. Waktu perang berhentinya persediaan lemak dan minyak juga militer membutuhkan untuk alat kebersihan itu akan bekerja di air laut kaya mineral dan di air dingin mempunyai lebih lanjut merangsang meneliti di deterjen.

Deterjen pertama digunakan terutama untuk mencuci piring dan mencuci baju bahan lembut. Penerobosan di perkembangan dari detergen untuk mencuci baju serba guna digunakan muncul pada tahun 1946, ketika deterjen pembangun (berisi surfaktan/kombinasi pembangun)dikenalkan di Amerika Serikat. Surfaktan adalah produk deterjen bahan pembersih dasar, saat pembangun membantu surfaktan untuk bekerja lebih efisien. Senyawa fosfat digunakan sebagai pembangun di detergen ini sangat meningkat perfomanya, membuat mereka cocok untuk mencuci baju dengan tingkat kekotoran berat.

B. Jenis – jenis Sabun
1. Sabun keras atau sabun cuci.
Dibuat dari lemak dengan NaOH, misalnya Na–Palmitat dan Na–Stearat.

2. Sabun lunak atau sabun mandi.
Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12 yang diberikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol menghasilkan gliserol dan sabun yang disebut dengan saponifikasi.

Sabun lunak dibuat dari lemak dengan KOH, misalnya K-Palmitat dan K-Stearat. Sabun mandi merupakan garam logam alkali (biasanya disebut garam natrium) dari asam lemak. Sabun yang telah berkembang sejak zaman Mesir kuno berfungsi sebagai alat pembersih.

Sabun termasuk salah satu jenis surfaktan yang terbuat dari minyak atau lemak alami. Surfaktan mempunyai struktur bipolar. Bagian kepala bersifat hidrofilik dan bagian ekor bersifat hidrofobik. Karena sifat inilah sabun mampu mengangkat kotoran biasanya lemak) dari badan dan pakaian. Selain itu, pada larutan, surfaktan akan menggerombol membentuk misel setelah melewati konsentrasi tertentu yang disebut Konsentrasi Kritik Misel (KKM) (Lehninger, 1982).

Untuk kualitas sabun, salah satunya ditentukan oleh pengotor yang terdapat pada lemak atau minyak yang dipakai. Pengotor itu antara lain berupa hasil samping hidrilis minyak atau lemak, protein, partikulat, vitamin, pigmen, senyawa fosfat dan sterol. Selain itu, hasil degradasi minyak selama penyimpanan akan mempengaruhi bau dan warna sabun. Salah satu kelemahan sabun adalah pada air keras sabun akan mengendap sebagai lard.

Keberadaan sabun yang hanya berfungsi sebagai alat pembersih dirasa kurang, mengingat pemasaran dan permintaan masyarakat akan nilai lebih dari sabun mandi. Oleh karena itu, sekarang dikembangkan lagi sabun mandi yang mempunyai nilai lebih, seperti pelembut kulit, antioksidan, mencegah gatal-gatal dan pemutih dengan penampilan (bentuk, aroma, warna) yang menarik. Perkembangan tersebut disesuaikan dengan perkembangan zat-zat aditif yang telah ada. Selain itu, perlu ditambahkan zat pengisi (filter) untuk menekan biaya supaya lebih murah.

Adanya perbedaan komposisi pada lemak dan minyak menyebabkan sifat fisik berbeda dan hasil lemak serta sabun berbeda pula. Untuk itu, perlu upaya mencoba pembuatan sabun dengan penambahan zat aditif berupa TiO2 dan EDTA dengan bahan dasar minyak kemasan, dibandingkan dengan campuran minyak kelapa dan minyak goreng gurah tanpa kemasan dengan prosedur yang berbeda.

Saat ini, telah ditemukan berbagai macam jenis dari daun-daun, akar, kacang-kacangan atau biji-bijian yang bisa digunakan untuk membentuk sabun yang mudah larut dan membawa kotoran dari pakaian. Umumnya sekarang ini memakai dasar material yang disebut sebagai saponin yang mengandung pentasiklis triterpena asam karboksilat, seperti asam oleonat atau asam ursolat, zat kimia berkombinasi dengan molekul gula. Asam ini juga terlihat dalam keadaan tanpa kombinasi. Saponin lebih dikenal sebagai “sabun”.

Setiap minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menyebabkan sabun yang terbentuk mempunyai sifat yang berbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh mengahasilkan sabun yang tak larut pada suhu kamar.

Air keras adalah air yang mengandung ion dari Mg, Ca dan Fe. Namun kelemahan ini bisa diatasi dengan menambahkan ion fosfat atau karbonat sehingga ion-ion ini akan mengikat Ca dan Mg pembentuk garam. Untuk memperoleh sabun yang berfungsi khusus, perlu ditambahkan zat aditif, antara lain: asam lemak bebas, gliserol, pewarna, aroma, pengkelat dan antioksidan, penghalus, serta aditif kulit (skin aditif).
Titanium dioksida (TiO2) ditambahkan ke dalam sabun berfungsi sebagai pemutih sabun dan kulit. Pada konsentrasi kecil (<0,8>). TiO2 ada dalam tiga bentuk kristal: anatase, brookite, dan rutile. Biasanya diperoleh secara sintetik. Rutile adalah bentuk yang stabil terhadap perubahan suhu apabila diperoleh secara luas sebagai monokristal yang transparan.

Titanium dioksida digunakan dalam elektrolit, plastik dan industri keramik karena sifat listriknya. Selain itu, ia sangat stabil terhadap perubahan suhu dan resisten terhadap serangan kimia. Ia tereduksi sebagian oleh hydrogen dan karbon monoksida. Pada 20000 dan vakum, ia tereduksi oleh karbon membentuk titanium karbida. Jika ada agen pereduksi, ia akan terklorinasi.

Titanium oksida murni dipreparasi dari titanium tetraklorida yang dimurnikan dengan destilasi ulang. Kegunaan titanium dioksida antara lain dalam vitreus enamel, industri elektronik, katalis dan pigmen zat warna. TiO2 adalah zat warna putih yang dominan di usaha karena mempunyai sifat: indek refraksi tinggi, tidak menyerap sinar tampak, mudah diproduksi sesuai keinginan, stabilitas tinggi dan non toksik.
EDTA ditambahkan dalam sabun untuk membentuk kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis proses degradasi oksidatif. Degradasi oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam lemak membentuk rantai lebih pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak.

Ditinjau dari jenis dan fungsinya sabun dapat kategorikan sebagai :
1. Transparant Soap–sabun ‘tembus pandang’ ini tampilannya jernih dan cenderung memiliki kadar yang ringan. Sabun ini mudah sekali larut karena mempunyai sifat sukar mengering.
2. Castile Soap–sabun yang memakai nama suatu daerah di Spanyol ini memakai olive oil untuk formulanya. Sabun ini aman dikonsumsi karena tidak memakai lemak hewani sama sekali.
3. Deodorant Soap–sabun ini bersifat sangat aktif digunakan untuk menghilang aroma tak sedap pada bagian tubuh. Tidak dianjurkan digunakan untuk kulit wajah karena memiliki kandungan yang cukup keras yang dapat menyebabkan kulit teriritasi.
4. Acne Soap–Sabun ini dikhususkan untuk membunuh bakteri-bakteri pada jerawat. Seringkali sabun jerawat ini mengakibatkan kulit kering Bila pemakaiannya dibarengi dengan penggunaan produk anti-acne lain maka kulit akan sangat teriritasi, sehingga akan lebih baik jika Anda memberi pelembab atau clarning lotion setelah menggunakan Acne Soap.
5. Cosmetic Soap atau Bar Cleanser–biasanya dijual di gerai-gerai kecantikan. Harganya jauh lebih mahal dari sabun-sabun biasa karena di dalamnya terdapat formula khusus seperti pemutih. Cosmetic soap biasanya memfokuskan formulanya untuk memberi hasil tertentu, seperti pada whitening facial soap dan firming facial soap.
6. Superfatted Soap–memiliki kandungan minyak dan lemak lebih banyak sehingga membuat terasa lembut dan kenyal. Sabun ini sangat cocok digunakan untuk kulit kering karena dalamnya terdapat kandungan gliserin, petroleurn dan beeswax yang dapat melindungi mencegah kulit dan iritasi dan jerawat.
7. Oatmeal Soap–dan hasil penelitian, gandum mempunyai kandungan anti iritasi. Dibandingkan sabun lain, sabun gandum ini lebih baik dalam menyerap minyak menghaluskan kulit kering dan sensitif.
8. Natural Soap–sabun alami ini memiliki formula yang sangat lengkap seperti vitamin, ekstrak buah, minyak nabati, ekstrak bunga, aloe vera dan essential oil. Cocok untuk semua jenis kulit dan kemungkinan membahayakan kulit sangat kecil.
Suatu molekul sabun mengandung suatu rantai hidrokarbon panjang plus ujung ion. Bagian hidrokarbon dari molekul itu bersifat hidrofobik dan larut dalam zat–zata non polar, sedangkan ujung ion bersifat hidrofilik dan larut dalam air. Karena adanya rantai hidrokarbon, sebuah molekul sabun secara keseluruhan tidaklah benar–benar larut dalam air. Namun sabun mudah tersuspensi dalam air karena membentuk misel (micelles), yakni kumpulan (50–150) molekul sabun yang rantai hidrokarbonnya mengelompok dengan ujung–ujung ionnya menghadap ke air.

C. Bahan Baku Pembuatan Sabun
Bahan pembuatan sabun terdiri dari dua jenis, yaitu bahan baku dan bahan pendukung. Bahan baku dalam pembuatan sabun adalah minyak atau lemak dan senyawa alkali (basa). Bahan pendukung dalam pembuatan sabun digunakan untuk menambah kualitas produk sabun, baik dari nilai guna maupun dari daya tarik. Bahan pendukung yang umum dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya natrium klorida, natrium karbonat, natrium fosfat, parfum, dan pewarna.
Reaksi penyabunan (saponifikasi) dengan menggunakan alkali adalah adalah reaksi trigliserida dengan alkali (NaOH atau KOH) yang menghasilkan sabun dan gliserin.

Reaksi pembuatan sabun atau saponifikasi menghasilkan sabun sebagai produk utama dan gliserin sebagai produk samping. Gliserin sebagai produk samping juga memiliki nilai jual. Sabun merupakan garam yang terbentuk dari asam lemak dan alkali. Sabun dengan berat molekul rendah akan lebih mudah larut dan memiliki struktur sabun yang lebih keras. Sabun memiliki kelarutan yang tinggi dalam air, tetapi sabun tidak larut menjadi partikel yang lebih kecil, melainkan larut dalam bentuk ion.
Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat.

Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.

D. Sifat umum Sabun dan Detergen
1. Bersifat basa
2. Tidak berbuih di air sadah (Garam Ca, Mg dari Khlorida dan Sulfat)
3. Bersifat membersihkan

R- (non polar dan Hidrofob) akan membelah molekul minyak dan kotoran menjadi partikel yang lebih kecil sehingga air mudah membentuk emulsi dengan kotoran dan mudah dipisahkan. Sedangkan -C-O- (polar dan Hidrofil) akan larut dalam air membentuk buih dan mengikat partikel – partikel kotoran sehingga terbentuk emulsi.
Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil sebagai “kepala” dengan hidrokarbon yang panjang sebagai “ekor ” :
H H H H H H H H H H H H H H H H H O
H – C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-C-O
H H H H H H H H H H H H H H H H H

Dengan adanya minyak, lemak, dan bahan organik tidak larut dalam air lainnya, kecenderungan untuk “ekor” dan anion melarut dalam bahan organik, sedangkan bagian “kepala ” tetap tinggal dalam larutan air. Oleh karena itu sabun mengemulsi atau mensuspensi bahan organik dalam air. Dalam proses ini, anion-anion membentuk partikel-partikel koloid micelle.

Keuntungan yang utama sebagai bahan pencuci karena terjadi reaksi dengan kation-kation divalen membentuk garam-garam dari asam lemak yang tidak larut. Padatan-padatan tidak larut ini, biasanya garam-garam dari magnesium dan kalsium.

Sabun yang masuk kedalam buangan air atau suatu sistem ekuatik biasanya langsung terendap sebagai garam – garam kalsium dan magnesium. Oleh karena itu beberapa pengaruh dari sabun dalam larutan mungkin dapat dihilangkan. Akibatnya dengan biodegradasi, sabun secara sempurna dapat dihilangkan dari lingkungan.

Formula yang perlu dihindari dari sebatang sabun :
Sodium Hydroxide & Alkaline - menyebabkan kulit teriritasi dan kering. Anti bacterial formula - hanya membersihkan bagian luar tapi tidak mematikan kuman dan bakteri yang ada pada jerawat. Lemak hewani - mengakibatkan jerawat. PH di atas 7 – meningkatkan keberadaan Propionobacteria – bakteri penyebab jerawat.

Dari kedua cara diatas, nantinya dapat disimpulkan bahwa bahan dasar pembuatan sangat berpengaruh pada sabun yang dihasilkan. Jika dipakai minyak dengan kandungan asam tak jenuh dan rantai pendek, maka akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan bila dipakai minyak dengan kandungan asam lemak jenuh dan berantai panjang, maka akan dihasilkan sabun yang tak larut pada suhu kamar (sabun padat).
Langkah yang sama sebenarnya dapat dilakukan untuk memperoleh sabun yang bagus. Pertama, dengan menambahkan filternya supaya menekan biaya. Kedua, bisa menggunakan bahan lemak atau minyak yang lain. Ketiga, perlunya memvariasi karakteristik sabun dari bahan lain.

E. Proses Pembuatan Sabun
Cara Pembuatan
a. Minyak Goreng Bimoli
1. Panaskan terlebih dahulu 10 mL air dalam Erlenmeyer 50 mL dan pada saat mendidih, tambahkan 5 gram soda kaustik.
2. Sambil diaduk, sebanyak 50 mL minyak Bimoli dituangkan secara pelan-pelan dengan menggunakan api yang kecil.
3. Setelah terbentuk padatan, lalu tambahkan 25 mL aquades serta terus menerus diaduk sambil dipanaskan sehingga terbentuk seperti susu.
4. Selanjutnya, 1 gram garam halus dimasukkan, diaduk kira-kira 20 menit dengan api dimatikan.
5. Masukkan sebanyak 1 gram campuran EDTA dan TiO2 , diaduk hingga merata.
6. Mendiamkan selama 20 menit dan memasukkan parfum orange dan diaduk.
7. Menuangkan dalam cetakan dan ditunggu selama 24 jam.

Proses Pengolahan Dan Pemurnian Minyak Nabati (Refinery Dan Turunan CPO : Bagian ke Dua)

A. Proses Pengolahan
Pada pengolahan minyak dan lemak, pengerjaan yang dilakukan tergantung pada sifat alami minyak dan lemak tersebut dan juga tergantung dari hasil akhir yang dikehendaki.

A.1 Ekstraksi
Ekstrasi merupakan suatu cara untuk mendapatkan minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak. Adapun cara ini bermacam-macam yaitu : rendering (Dry rendering, dan wet rendering), mechanical ekspression dan solvent exstraktion.

a. Rendering
Rendering merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak atau lemak dengan kadar air yang tinggi. Pada semua cara rendering, penggunaan panas adalah suatu hal yang spesifik, yang bertujuan untuk menggumpalkan protein pada diding sel bahan dan untuk memecahkan dinding sel tersebut sehingga mudah ditembus oleh minyak atau lemak yang terkandung didalamnya.

1). Wet Rendering
Wet rendering merupakan proses rendering dengan penambahan sejumlah air selama berlangsungnya proses tersebut. Cara ini dikerjakan dengan pada ketel yang terbuka atau tertutup dengan menggunakan temperatur yang tinggi serta tekanan 40 sampai 60 pound tekanan uap (40-60 psi). Penggunaan temperatur rendah dalam proses wet rendering dilakukan jika diinginkan flavor netral dari minyak atau lemak. Bahan yang akan diekstraksi ditempatkan pada ketel yang dilengkapi dengan alat pengaduk, kemudian air ditambahkan dan campuran tersebut dipanaskan berlahan-lahan sampai suhu 500C sambil diaduk. Minyak yang terekstraksi akan naik ke atas dan kemudian dipisahkan. Proses wet rendering dengan menggunakan temperatur rendah kurang begitu populer, sedangkan wet rendering dengan menggunakan temperatur suhu yang tinggi disertai tekanan uap air, dipergunakan untuk menghasilkan minyak atau lemak dalam jumlah yang besar.

2). Dry Rendering
Dry rendering merupakan cara rendering tanpa penambahan air selama proses berlangsung. Dry rendering dilakukan dalam ketel yang terbuka dan dilengkapi dengan steam jacket serta alat pengaduk (agitator). Bahan yang diperkirakan mengandung minyak atau lemak dimasukan ke dalam ketel tanpa menambah air. Bahan tadi dipanaskan sambil diaduk. Pemanasan dilakukan pada suhu 2200F sampai 2300F (1050C-1100C). Ampas bahan yang telah diambil minyaknya akan diendapkan pada dasar ketel. Minyak atau lemak yang dihasilkan dipisahkan dari ampas yang telah mengendap dan pengambilan minyak dilakukan dari bagian atas ketel.

A.2 Pengepresan Dengan Mekanis
Pengepresan mekanis merupakan suatu cara ekstraksi minyak atau lemak, terutama untuk bahan yang berasal dari biji-bijian. Cara ini dilakukan untuk memisahkan minyak dari bahan yang berkadar minyak tinggi (30-70%). Pada pengepresan mekanis ini diperlukan perlakuan pendahuluan sebelum minyak atau lemak dipisahkan dari bijinya. Perlakuan pendahuluan tersebut mencakup pembuatan serpih, perajangan dan penggilingan serta tempering atau pemasakan.

a. Pengepresan Hidraulik
Pada cara ini, bahan dipres dengan tekanan sekitar 2000 pound/inch2 (140,6kg/cm = 136 atm). Banyaknya minyak atau lemak yang dapat diekstraksi tergantung dari lamanya pengepresan, tekanan yang dipergunakan, serta kandungan minyak dalam bahan asal. Sedangkan banyaknya minyak yang tersisa pada bungkil bervariasi sekitar 4 sampai 6%, tergantung dari lamanya bungkil ditekan dibawah tekanan hidraulik.

b. Pengepresan Berulir
Cara expller pressing (Pengepresan berulir) memerlukan perlakuan pendahuluan yang terdiri dari proses pemasakan atau tempering. Proses pemasakan berlangsung pada temperatur 2400F (115,50C) dengan tekanan sekitar 15-20 ton/inch2. Kadar air minyak atau lemak yang dihasilkan berkisar antara 2,5 sampai 3,5 persen, sedangkan bungkil yang dihasilkan masih mengandung minyak sekitar 4-5 persen.

A.3 Ekstraksi Dengan Pelarut
Prinsip dari proses ini adalah ekstraksi dengan melarutkan minyak dalam pelarut minyak ataupun lemak. Pada cara ini dihasilkan bungkil dengan kadar minyak yang rendah yaitu sekitar 1 persen atau lebih rendah, dan mutu minyak yang dihasilkan cenderung menyerupai hasil dengan cara expeller pressing, karena sebagian fraksi bukan minyak akan ikut terekstrasi. Pelarut minyak atau lemak yang biasa dipergunakan dalam proses ektraksi dengan pelarut menguap adalah petroleum eter, gasoline karbon disulfida, karbon tetraklorida, benzene dan n-heksan. Jumlah pelarut menguap atau yang hilang tidak boleh lebih dari 5%.

A.4 Hidrogenasi
Hidrogenasi merupakan proses pengolahan minyak atau lemak dengan jalan menambah hidrogen pada ikatan rangkap dari asam lemak, sehingga akan mengurangi tingkat ketidak jenuhan minyak atau lemak.

Proses hidrogenasi, terutama bertujuan untuk membuat minyak atau lemak bersifat plastis. Adanya penambahan hidrogen pada ikatan rangkap minyak atau lemak dengan bantuan katalisator akan mengakibatkan kenaikan titik cair. Juga dengan hilangnya ikatan rangkap, akan menjadikan minyak atau lemak tersebut tahan terhadap proses oksidasi.

A.5 Inter-Esterifikasi
Interesterifikasi (penukaran ester atau tran esterifikasi) menyangkut pertukaran gugus asil antartrigliserida. Karena trigliserida mengandung 3 gugus ester per molekul, maka peluang untuk pertukaran tersebut cukup banyak. Gugus asil dapat bertukar posisinya dalam satu molekul trigliserida atau diantara molekul trigliserida.

Proses interesterifikasi dilakukan untuk pembuatan mentega putih, margarine dan enrobing fat. Mentega putih yang dibuat dengan penambahan monogliserida sering disebut super gliserinated shortening. Monogliserida ini bersifat aktif dibagian permukaan minyak atau lemak dan dapat dipergunakan untuk menyempurnakan dispersi lemak dalam adonan, sehingga menghasilkan bahan pangan dengan rupa dan konsistensi yang lebih baik.

A.6 Winterisasi
Winterisasi merupakan proses pemisahan bagian gliserida jenuh atau bertitik cair tinggi dari trigliserida bertitik cair rendah. Pada suhu rendah, trigliserida padat tidak dapat larut dalam trigliserida cair.

Bermacam-macam lemak berwujud cair pada musim panas, sedangkan pada musim dingin akan kelihatan seperti susu yang umumnya mengandung sejumlah tristearin.

Gliserida bertitik cair tinggi kadang-kadang mengandung sejumlah asam stearat dan dapat terpisah pada suhu rendah (pendinginan) dan dikenal dengan nama stearin. Bagian yang membeku pada suhu rendah (disebut stearin) dipisahkan melalui penyaringan (dilakukan dalam chill room) sedangkan minyak yang tetap cair disebut winter oil.

B. Proses Pemurnian
B.1 Tujuan Pemurnian
Tujuan pemurnian dari proses pemurnian minyak adalah untuk menghilangkan rasa serta bau yang tidak enak, warna yang tidak menarik dan memperpanjang masa simpan minyak sebelum dikonsumsi atau digunakan sebagai bahan mentah dalam industri.

Pada umumnya minyak untuk tujuan bahan pangan dimurnikan melalui tahap proses sebagai berikut :
a)Pemisahan bahan berupa suspensi dan dispersi koloid dengan cara penguapan, degumming dan pencucian dengan asam
b)Pemisahan asam lemak bebas dengan cara netralisasi
c)Dekolorisasi dengan proses pemucatan
d)Deodorisasi
e)Pemisahan gliserida jenuh (stearin) dengan cara pendinginan (chilling)

Di samping itu kadang-kadang dilakukan penambahan flavor dan zat warna sehingga didapatkan minyak dengan rasa serta bau yang enak dan warna yang menarik.

Kotoran yang terdapat dalam minyak terdiri dari 3 golongan, yaitu :
1)Kotoran yang tidak larut dalam minyak (Fat Insoluble dan Terdispersi dalam Minyak).
Kotoran yang terdiri dari biji atau partikel jaringan, lendir dan getah, serat-serat yang berasal dari kulit, abu atau mineral yang terdiri dari Fe, Cu, Mg dan Ca serta air dalam jumlah kecil. Kotoran ini dapat dipisahkan dengan beberapa cara mekanis, yaitu dengan pengendapan, penyaringan maupun sentrifusi.

2)Kotoran yang berbentuk suspensi koloid dalam minyak.
Kotoran yang terdiri dari fosfolipid, karbohidrat, senyawa yang mengandung nitrogen dan senyawa-senyawa komplek lainnya. Kotoran ini dapat dihilangkan dengan menggunakan uap panas, elektrolisa disusul dengan proses mekanik seperti pengendapan, sentrifusi ataupun penyaringan dengan menggunakan absorben.

3)Kotoran yang terlarut dalam minyak (Fat Soluble Compound).
Kotoran yang termasuk dalam golongan ini terdiri dari asam lemak bebas, sterol, hidrokarbon : mono dan digliserida yang dihasilkan dari hidrolisa trigliserida : zat yang terdiri dari karotenoid dan klorofil. Zat warna lainnya yang dihasilkan dari proses oksidasi dan dekomposisi minyak yang terdiri dari keton, aldehida dan resin serta zat lain yang belum dapat diidentifikasi.
Selain kotoran tersebut di atas, beberapa jenis minyak mengandung senyawa beracun, misalnya seperti minyak biji kapas mengandung gossypol dan mustard oil mengandung ester dari asam iso-thiosianat dan etil alkohol.

B.2 Perlakuan Pendahuluan
Tujuan perlakuan pendahuluan adalah sebagai berikut :
a)Menghilangkan kotoran dan memperbaiki stabilitas minyak dengan mengurangi jumlah ion logam terutama besi dan tembaga. Pada proses deoderisasi, pertambahan jumlah asam pada minyak akibat perlakuan pendahuluan lebih kecil dibandingkan dengan tanpa perlakuan pendahuluan.

b)Proses pemisahan gum dilakukan terhadap minyak untuk tujuan tertentu, misalnya minyak biji lin yang digunakan untuk pembuatan lak (lacquer).

c)Untuk memudahkan proses pemurnian selanjutnya, dan mengurangi minyak yang hilang selama proses pemurnian, terutama pada proses netralisasi.
Salah satu perlakuan pendahuluan yang umum dilakukan terhadap minyak yang akan dimurnikan dikenal dengan proses pemisahan gum (de-gumming).
Pemisahan de-gumming merupakan salah satu proses pemisahan getah atau lendir-lendir yang terdiri dari fosfotida, protein, residu, karbohidrat, air dan resin tanpa mengurangi jumlah asam lemak bebas dalam minyak.

Proses pemisahan gum (de-gumming) perlu dilakukan sebelum proses netralisasi, dengan alasan :
a)Sabun yang terbentuk dari dari hasil reaksi antara asam lemak bebas dengan kaustik soda pada proses netralisasi akan menyerap gum (getah dan lendir) sehingga menghambat proses pemisahan sabun (soap stock) dari minyak.

b)Netralisasi minyak yang masih mengandung gum akan menambah partikel emulsi dalam minyak, sehingga mengurangi rendemen trigliserida.

C. Tahapan-Tahapan Pemurnian
C.1 Netralisasi
Netralisasi ialah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock).

1)Netralisasi dengan kaustik soda
Netralisasi dengan kaustik soda banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah jika dibandingkan dengan cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda, membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lendir dalam minyak.

Efisiensi netralisasi dinyatakan dalam refining factor, yaitu perbandingan antara kehilangan total karena netralisasi dan jumlah asam lemak bebas dalam lemak kasar. Sebagai contoh ialah netralisasi minyak kasar yang mengandung 3 persen asam lemak bebas, menghasilkan minyak netral dengan rendemen sebesar 94%, maka akan mengalami kehilangan total (total loss) sebesar (100-94) persen = 6 persen
Refining factor = (Kehilangan total (%))/(Asam lemak bebas dalam minyak (%)) = ( 6)/3 = 2

Makin kecil nilai refining factor, maka efisiensi netralisasi makin tinggi. Pemakaian kaustik soda dengan konsentrasi yang terlalu tinggi, akan bereaksi sebagian dengan trigliserida sehingga mengurangi rendemen minyak dan menambah jumlah sabun yang terbentuk. Oleh karena itu harus dipilih konsentrasi dan jumlah kaustik soda yang tepat untuk menyabunkan asam lemak bebas dalam minyak. Dengan demikian penyabunan trigliserida dan terbentuknya emulsi dalam minyak dapat dikurangi, sehingga dihasilkan minyak netral dengan rendemen yang lebih besar dan mutu minyak yang lebih baik.

Netralisasi dengan natrium karbonat (Na2CO3)
Keuntungan menggunakan persenyawaan karbonat adalah karena trigliserida tidak ikut tersabunkan, sehingga nilai refining factor dapat diperkecil. Kelemahan dari pemakaian senyawa ini adalah karena sabun yang terbentuk sukar dipisahkan. Hal ini disebabkan karena gas CO2 yang dibebaskan dari karbonat akan menimbulkan busa dalam minyak.

Netralisasi menggunakan natrium karbonat biasanya disusul dengan pencucian menggunakan kaustik soda encer, sehingga memperbaiki mutu terutama warna minyak. Hal ini akan mengurangi jumlah absorben yang dibutuhkan pada proses pemucatan.
Pada umumnya netralisasi minyak menggunakan natrium karbonat dilakukan dibawah suhu 500C, sehingga seluruh asam lemak bebas yang bereaksi dengan natrium karbonat akan membentuk sabun dan asam karbonat, dengan reaksi sebagai berikut :

Pada pemanasan, asam karbonat yang terbentuk akan terurai menjadi gas CO2 dan H2O. Gas CO2 yang dibebaskan akan membentuk busa dalam sabun yang terbentuk dan mengapungkan partikel sabun di atas permukaan minyak. Gas tersebut dapat dihilangkan dengan cara mengalirkan uap panas atau dengan cara menurunkan tekanan udara di atas permukaan minyak dengan pompa vacum.

Netralisasi minyak dalam bentuk “miscella”
Cara netralisasi ini digunakan pada minyak yang diekstraksi dengan menggunakan pelarut menguap (solvent exstraktion). Hasil ekstraksi merupakan campuran antara pelarut dan minyak disebut miscellia.

Asam lemak bebas dalam miscella dapat dinetralkan dengan menggunakan kaustik soda atau natrium karbonat. Penambahan bahan kimia tersebut ke dalam miscella yang mengalir dalam ketel ekstraksi, dilakukan pada suhu yang sesuai dengan titik didih pelarut. Sabun yang terbentuk dapat dipisahkan dengan cara menambahkan garam, sedangkan minyak netral dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara penguapan.

Netralisasi dengan etanol amin dan amonia
Etanol amin dan amonia dapat digunakan untuk netralisasi asam lemak bebas. Pada proses ini asam lemak bebas dapat dinetralkan tanpa menyabunkan trigliserida, sedangkan amonia yang digunakan dapat diperoleh kembali dari soap stock dengan cara penyulingan dalam ruangan vacum.

Pemisahan asam (de-ecidification) dengan cara penyulingan
Proses pemisahan asam dengan cara penyulingan adalah proses penguapan asam lemak bebas, langsung dari minyak tanpa mereaksikannya dengan larutan basa, sehingga asam lemak yang terpisah tetap utuh. Minyak kasar yang akan disuling terlebih dahulu dipanaskan dalam alat penukar kalor (heat exchange). Selanjutnya minyak tersebut dialirkan secara kontinyu ke dalam alat penyuling, dengan letak horizontal.
Untuk menghindari kerusakan minyak selama proses penyulingan karena suhu yang terlalu tinggi, maka asam lemak yang tertinggal dalam minyak dengan kadar lebih rendah dari 1 persen harus dinetralkan dengan menggunakan persenyawaan basa. Minyak kasar dengan kadar asam lemak bebas yang tinggi umumnya mengandung fraksi mono dan digliserida yang terbentuk dari hasil hidrolisa sebagian molekul trigleserida.

b.Pemisahan asam dengan menggunakan pelarut organik
Perbedaan kelarutan antara asam lemak bebas dan trigliserida dalam pelarut organik digunakan sebagai pemisahan asam lemak bebas dari minyak. Pelarut yang paling baik digunakan untuk memisahkan asam lemak bebas adalah furfural dan propane.
Piridine merupakan pelarut minyak dan jika ditambahkan air dalam jumlah kecil, maka trigliserida akan terpisah. Trigliserida tidak larut dalam piridine, sedangkan asam lemak bebas tetap larut sempurna. Minyak dapat dipisahkan dari pelarut dengan cara dekantasi, sedangkan pelarut dipisahkan dari asam lemak bebas dengan cara penyulingan. Dengan menggunakan alkohol sebagai pelarut, maka kelarutan trigliserida dalam alkohol akan bertambah besar dengan bertambahnya kadar asam lemak bebas, sehingga pemisahaan antara asam lemak bebas dari trigliserida lebih sukar dilakukan.

C.2 Pemucatan (Bleanching)
1)Tujuan pemucatan
Pemucatan ialah suatu tahap proses pemurnian untuk menghilangkan zat-zat warna yang tidak disukai dalam minyak. Pemucatan ini dilakukan dengan mencampur minyak dengan sejumlah kecil absorben, seperti : tanah serap (fuller earth), lempung aktif (activated clay) dan arang aktif atau dapat juga menggunakan bahan kimia.

2)Pemucatan minyak dengan adsorben
Absorben yang digunakan untuk memucatkan minyak terdiri dari tanah pemucat (bleanching earth) dan arang (bleanching carbon). Zat warna dalam minyak akan diserap oleh permukaan adsorben dan juga menyerap suspensi koloid (gum dan resin) serta hasil degradasi minyak, misalnya peroksida.
Pemucatan minyak menggunakan adsorben umumnya dilakukan dalam ketel yang dilengkapi dengan pipa uap. Minyak yang akan dipucatkan dipanaskan pada suhu sekitar 1050C, selama 1 jam. Penambahan absorben pada saat minyak mencapai suhu sekitar 70-800C dan jumlah absorben kurang lebih sebanyak 1.0 – 1.5 persen dari berat minyak. Selanjutnya minyak dipisahkan dari absorben dengan cara penyaringan menggunakan kaen tebal atau dengan cara pengepresan dengan filter press. Minyak yang hilang karena proses tersebut kurang lebih 0.2 – 0.5 persen dari berat minyak yang dihasilkan setelah proses pemucatan.

3)Macam-macam adsorben
a)Bleancing Clay (Bleancing Earth)
Bahan pemucat ini merupakan sejenis tanah liat dengan komposisi utama terdiri dari SiO2, Al2O3, air terikat serta ion kalsium, magnetsium oksida dan besi oksida.

Jumlah absorben yang dibutuhkan untuk menghilangkan warna minyak tergantung dari macam dan tipe warna dalam minyak sampai berapa jauh warna tersebut akan dihilangkan.

Daya penyerapan terhadap warna akan lebih efektif jika absorben tersebut mempunyai bobot jenis yang rendah, kadar air tinggi, ukuran partikel halus dan pH absorben mendekati netral.

b)Arang
Arang merupakan bahan padat yang berpori-pori dan umumnya diperoleh dari hasil pembakaran kayu atau bahan yang mengandung unsur carbon (C).
Umumnya arang mempunyai daya adsorbsi yang rendah terhadap zat warna dan daya adsorbsi tersebut dapat diperbesar dengan cara mengaktifkan arang menggunakan uap atau bahan kimia.


Tabel 2.3 Komposisi Kimia Arang Kayu Keras
Komponen Kering Udara Kering Oven
Air
Bahan menguap
Abu
“Fixed carbon” 9,9
8,1
2,0
80,0 -
9,0
2,2
88,8
Sumber : Andersen, A.C.J; 1962 dalamKetaraen; 1986

Pada umumnya pengarangan dilakukan pada suhu 300-5000C. Suhu pengarangan pada ruangan tanpa udara dilakukan pada suhu 600-7000C. Pada proses pengarangan akan terjadi penguapan air disusul dengan pelepasan gas CO2 dan selanjutnya terjadi peristiwa eksotermis yang merupakan tahap permulaan proses pengarangan. Pengarangan dianggap sempurna jika asap tidak terbentuk lagi, dan arang yang bermutu baik adalah arang yang mengandung kadar karbon tinggi.

c)Arang Aktif (activated carbon)
Aktivitas karbon bertujuan untuk memperbesar luasan permukaan arang dengan membuka pori-pori yang tertutup, sehingga memperbesar kapasitas absorben terhadap zat warna.
Pori-pori dalam arang biasanya diisi oleh tar, hidrokarbon dan zat-zat organik lainnya yang terdiri dari fixed carbon, abu, air, persenyawaan yang mengandung nitrogen dan sulfur. Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai pengaktif adalah : HNO3, H3PO4, Sianida, Ca(OH)2, CaCl2, Ca(PO4)2, NaOH, Na2SO4, SO2, ZnCl2, Na2CO3 dan uap air pada suhu tinggi.

Unsur-unsur mineral dari persenyawaan kimia yang ditambahkan akan meresap kedalam arang dan membuka permukaan yang mula-mula tertutup oleh komponen kimia sehingga luas permukaan yang aktif bertambah besar.
Persenyawaan hidrokarbon yang menutupi pori-pori yang dapat dihilangkan dengan cara oksidasi membuka oksidator lemah seperti CO2 yang disertai dengan uap air. Dengan cara tersebut atom karbon tidak mengalami proses oksidasi.
Mutu arang aktif yang diperoleh tergantung dari luasan permukaan partikel, ukuran partikel, volume dan luas penampung kapiler, sifat kimia permukaan arang, sifat arang secara alamiah, jenis bahan pengikat yang digunakan dan kadar air.

4)Mekanisme adsorbsi zat warna oleh arang
Adsorbsi adalah suatu peristiwa fisik padat permukaan suatu bahan yang tergantung dari specifik affinity antara adsorben dan zat yang di adsorbsi.
Daya adsorbsi arang aktif disebabkan karena arang mempunyai pori-pori dalam jumlah besar, dan adsorbsi akan terjadi karena adanya perbedaan energi potensial antara permukaan arang dan zat yang diserap.
Berdasarkan adanya perbendaan energipotensial, maka jenis adsorbsi terdiri dari adsorbsi listrik, adsorbsi mekanis, adsorbsi kimia dan adsorbsi termis. Sifat adsorbsi tersebut masing-masing disebabkan karena perbedaan muatan listrik, perbedaan tegangan permukaan, perbedaan potensial sifat kimia dan perbedaan potensial karena panas.

Keuntungan menggunakan arang aktif sebagai bahan pemucat minyak ialah karena lebih efektif untuk menyerap warna dibandingkan dengan blanching clay, sehingga arang aktif dapat digunakan dalam jumlah kecil. Arang yang digunakan sebagai bahan pemucat biasanya berjumlah lebih kurang 0.1 - 0.2 persen dari berat minyak. Arang aktif dapat juga menyerap sebagian bau yang tidak dikehendaki dan mengurangi jumlah perioksida sehingga memperbaiki mutu minyak.

Keburukannya adalah karena minyak yang tertinggal dalam arang aktif jumlahnya lebih besar dibandingkan dengan minyak yang tertinggal dalam activated clay, dan proses oksidasi terjadi lebih cepat pada minyak yang dipucatkan dengan menggunakan arang aktif (activated carbon).

5)Ekstraksi minyak yang tertinggal dalam absorben
Cara yang sederhana untuk mengekstraksi minyak yang tertinggal dalam adsorben adalah mencampurkan absorben tertentu dengan bahan yang akan diekstraksi minyaknya.

Pemisahan minyak dengan menggunakan surface active agent
Survace active agent yang digunakan adalah larutan alkali. Lemak dipisahkan dalam absorben dengan menggunakan larutan alkali encer yang dipanaskan pada suhu air mendidih (kira-kira 1000C) dengan tekanan 1 atmosfer.

Larutan alkali dengan tegangan permukaan yang lebih rendah dan daya pembasah yang lebih besar akan memcuci minyak yang tergabung dalam adsorben. Minyak yang diperoleh lebih kurang sebanyak 70-75 persen dari jumlah minyak yang terdapat dalam adsorben.

Ekstraksi dengan pelarut organik
Pelarur organik dapat melarutkan dan mencuci minyak yang terdapat dalam adsorben, selanjutnya pelarut organik tersebut dipisahkan dari minyak dengan cara penyulingan pada suhu titik didih pelarut organik yang digunakan.
Jika dibandingkan dengan cara pemisahan minyak menggunakan surface active agent, maka penggunaan pelarut organik mempunyai beberapa keuntungan, yaitu :
-Minyak yang dihasilkan mutunya lebih baik dan kadar minyak yang diperoleh mencapai 90-95 persen dari jumlah minyak yang terdapat dalam adsorben.
-Pengaruh uap air dan oksigen udara dapat dihindarkan sehingga kecil kemungkinan terjadinya proses hidrolisa dan oksidasi minyak. Kontak minyak dengan oksigen udara perlu dihindarkan terutama pada minyak yang mudah mengering (drying oil), karena minyak tersebut jika dioksidasi pada suhu tinggi akan membentuk persenyawaan polimer yang berwarna gelap.

6)Pemucatan minyak dengan bahan kimia
Cara pemucatan ini banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan bahan pangan (edible fat), karena pemucatan kimia lebih baik dibandingkan menggunakan absorben. Keuntungan penggunaan bahan kimia sebagai bahan pemucat adalah karena hilangnya sebagian minyak dapat dihindarkan dan zat warna dapat diubah menjadi zat tidak berwarna, yang tetap tinggal dalam minyak. Kerugiannya adalah karena kemungkinan terjadi reaksi antara bahan kimia dan trigliserida, sehingga menurunkan flavour minyak.

Pemucatan dengan cara oksidasi
Oksidasi terhadap zat warna akan mengurangi kerusakan trigliserida, akan tetapi asam lemak tidak jenuh cenderung membentuk peroksida atau drying oil karena proses oksidasi dan polimerisasi.
Bahan kimia yang dapat digunakan sebagai bahan pemucat secara oksidasi adalah persenyawaan peroksida dikromat, ozon, clorine dan clorine dioksida.

Pemucatan dengan dikromat dan asam
Bahan kimia yang digunakan adalah natrium atau kalium dikromat dalam asam mineral (anorganik). Reaksi antara dikromat dan asam akan membebaskan oksigen. Oksigen bebas bereaksi dengan asam klorida (HCl) dan menghasilkan klor (Cl2) yang berfungsi sebagai bahan pemucat, dengan reaksi sebagai berikut :

Setelah pereaksi ditambahkan, selanjutnya diaduk. Zat warna akan mengendap setelah pengadukan dihentikan. Pada umumnya warna ungu dalam minyak tidak dapat hilang, sehingga cara pemucatan dikromat banyak digunakan terhadap minyak untuk tujuan pembuatan sabun. Tangki pemucat yang terbuat dari logam harus diberi pelapis anti karat, karena pereaksi tersebut dapat menimbulkan karat pada logam.

Pemucatan dengan panas
Pemanasan minyak dalam ruangan vacum pada suhu relatif tinggi, mempunyai pengaruh pemucatan. Cara ini kurang efektif terhadap minyak yang mengandung pigmen klorofil.
Sebelum dilakukan pemanasan, sebaiknya minyak terlebih dahulu dibebaskan dari ion logam, terutama ion besi, sabun (soap stock) dan hasil-hasil oksidasi seperti perioksida, karena pemanasan terhadap bahan-bahan tersebut merupakan katalisator dalam proses oksidasi.

Pemucatan dengan cara reaksi reduksi
Pemucatan minyak dengan reaksi reduksi kurang efektif seperti halnya pemucatan dengan cara oksidasi, karena warna yang hilang dapat timbul kembali jika minyak tersebut terkena udara.
Bahan kimia yang dapat mereduksi zat warna terdiri dari garam-garam natrium bisulfit atau natrium hidrosulfit yang dikenal dengan nama blankite. Pemakaian zat pereduksi ini biasanya dicampur dengan bahan kimia lain dengan perbandingan tertentu.

C.3 Deodorisasi
1)Tujuan Deodorisasi
Deodorasi adalah suatu tahap proses pemurnian minyak yang bertujuan untuk menghilangkan bau dan rasa (flavor) yang tidak enak dalam minyak. Prinsip proses deodorisasi yaitu penyulingan minyak dengan uap panas dalam tekanan atmosfer atau keadaan vacum.

Proses deodorisasi perlu dilakukan terhadap minyak yang digunakan untuk bahan pangan. Beberapa jenis minyak yang baru diekstrak mengandung flovor yang baik untuk tujuan bahan pangan, sehingga tidak memerlukan proses deodorisasi, misalnya : lemak susu, lemak babi, lemak coklat dan minyak olive.

2)Flavor Dalam Minyak
Flavor alamiah (natural flavor)
Flavor tersebut secara alamiah terdapat dalam bahan yang mengandung minyak dan ikut terekstrak pada proses pemisahan minyak dengan cara pengepresan, rendering atau dengan cara ekstraksi menggunakan pelarut menguap. Senyawa tersebut terdiri dari hidrokarbon tidak jenuh, pigmen karotenoid, terpene, sterol dan tokoferol.
Minyak yang berbau sengit (pungent odor) dan rasa getir disebabkan oleh glukosida dan allyl thio sianida. Senyawa ini banyak terdapat dalam minyak yang berasal dari biji-bijian, misalnya minyak brassica, rape, seed, colza dan mustrad.

Flavor Yang Dihasilkan dari Kerusakan Minyak Atau Bahan Yang Mengandung Minyak.
Kerusakan tersebut terjadi selama pengolahan, penyimpanan, pengangkutan, adanya kotoran dalam minyak dan pada proses pemurnian. Senyawa yang terbentuk merupakan hasil degradasi trigliserida dalam minyak, yang menghasilkan asam lemak bebas, aldehida dan keton, dikarbonil, alkohol dan sebagainya. Bau tengik dan rasa getir mulai dapat dirasakan jika komponen tersebut terdapat dalam minyak dengan jumlah lebih dari 0.1 persen dari berat minyak.

Hasil minyak yang telah dimurnikan sedapat mungkin dijaga agar tidak banyak mengalami kerusakan, dengan memperhatikan faktor-faktor suhu, cara penanganan dan kemasan yang dipakai.

Refinery Dan Produk Turunan Minyak Kelapa Sawit CPO (bagian Pertama)

A.1 Minyak Nabati
Minyak nabati (yaitu trigliserida) berberat molekul besar, jauh lebih besar dari biodiesel (yaitu ester metil). Akibatnya, trigliserida relatif mudah mengalami perengkahan (cracking) menjadi aneka molekul kecil, jika terpanaskan tanpa kontak dengan udara (oksigen).

Minyak nabati memiliki kekentalan (viskositas) yang jauh lebih besar dari minyak diesel/solar maupun biodiesel, sehingga pompa penginjeksi bahan bakar di dalam mesin diesel tak mampu menghasilkan pengkabutan (atomization) yang baik ketika minyak nabati disemprotkan ke dalam kamar pembakaran.

Molekul minyak nabati relatif lebih bercabang dibanding ester metil asam-asam lemak. Akibatnya, angka setana minyak nabati lebih rendah daripada angka setana ester metil. Angka setana adalah tolok ukur kemudahan menyala/terbakar dari suatu bahan bakar di dalam mesin diesel.

A.2 Jenis-jenis Minyak atau Lemak
Jumlah minyak atau lemak yang digunakan dalam proses pembuatan sabun harus dibatasi karena berbagai alasan, seperti : kelayakan ekonomi, spesifikasi produk (sabun tidak mudah teroksidasi, mudah berbusa, dan mudah larut), dan lain-lain. Beberapa jenis minyak atau lemak di antaranya :

1)Tallow. Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA, bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow berkisar antara 0,75-7,0 %. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.

2)Lard. Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60 ~ 65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35 ~ 40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

3)Palm Oil (minyak kelapa sawit). Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.

4)Coconut Oil (minyak kelapa). Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.

5)Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit). Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

6)Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin). Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.

7)Marine Oil. Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku.

8)Castor Oil (minyak jarak). Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.

9)Olive oil (minyak zaitun). Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.

10)Campuran minyak dan lemak. Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.

A.3 Komposisi Dalam Minyak Nabati
Komposisi yang terdapat dalam minyak nabati terdiri dari trigliserida-trigliserida asam lemak (mempunyai kandungan terbanyak dalam minyak nabati, mencapai sekitar 95%-b), asam lemak bebas (Free Fatty Acid atau biasa disingkat dengan FFA), mono- dan digliserida, serta beberapa komponen-komponen lain seperti phosphoglycerides, vitamin, mineral, atau sulfur. Bahan-bahan mentah pembuatan biodiesel adalah (Mittelbach, 2004):
1)Trigliserida-trigliserida, yaitu komponen utama aneka lemak dan minyak-lemak
2)Asam-asam lemak, yaitu produk samping industri pemulusan (refining) lemak dan minyak-lemak.

A.4 Minyak Nabati Kelapa Sawit (CPO)
Minyak sawit dapat dipergunakan untuk bahan makanan dan industri melalui proses penyulingan, penjernihan dan penghilangan bau atau RBDPO (Refined, Bleached and Deodorized Palm Oil). Disamping itu CPO dapat diuraikan untuk produksi minyak sawit padat (RBD Stearin) dan untuk produksi minyak sawit cair (RBD Olein). RBD Olein terutama dipergunakan untuk pembuatan minyak goreng. Sedangkan RBD Stearin terutama dipergunakan untuk margarin dan shortening, disamping untuk bahan baku industri sabun dan deterjen.

Pemisahan CPO dan PK dapat menghasilkan oleokimia dasar yang terdiri dari asam lemak dan gliserol. Secara keseluruhan proses penyulingan minyak sawit tersebut dapat menghasilkan 73% olein, 21% stearin, 5% PFAD ( Palm Fatty Acid Distillate) dan 0.5% buangan.

Minyak sawit merupakan minyak nabati yang diproduksi terbanyak nomor dua di dunia. Karena kandungan asam lemak jenuhnya yang tinggi (hampir 50 persen), maka minyak sawit kadang-kadang dianggap sama dengan lemak hewan yang juga jenuh seperti mentega dan lard (lemak babi). Padahal, studi-studi pada hewan percobaan dan juga pada manusia menunjukkan bahwa minyak sawit ini berbeda dengan lemak yang bersifat hiperkolesterolemik (meningkatkan kolesterol) seperti lard. Minyak sawit lebih tepat digolongkan sebagai minyak dengan kadar lemak jenuh moderat karena perbandingan antara lemak jenuh dan tak jenuhnya hampir seimbang. Dari segi ekonomi minyak sawit adalah yang termurah karena memang Indonesia kaya akan perkebunan sawit.

Dari kelapa sawit dapat dihasilkan minyak kelapa sawit (biasa disebut dengan palm oil) yang sangat potensial untuk digunakan sebagai pengganti bahan bakar diesel. Keunggulan palm oil sebagai bahan baku biodiesel adalah kandungan asam lemak jenuh yang tinggi sehingga akan menghasilkan angka setana yang tinggi. Selain itu palm oil mempunyai perolehan biodiesel yang tinggi per hektar kebunnya (Soerawidjaja,2006).

Terdapat dua jenis minyak sawit yang dapat dibuat dari kelapa sawit, misalnya Crude Palm Oil (CPO) yang didapat dari daging buah kelapa sawit, atau Crude Palm Kernel Oil yang didapat dari inti biji kelapa sawit. Namun CPO mempunyai komposisi asam lemak bebas yang cukup tinggi sehingga apabila digunakan sebagai bahan baku pembuatan biodiesel, sebelum tahap transesterifikasi perlu dilakukan tahap konversi FFA terlebih dahulu yang dinamakan dengan tahap esterifikasi. Selain dari dua jenis minyak sawit yang telah disebutkan diatas, terdapat juga fraksi minyak sawit turunan CPO yang sudah dimurnikan yaitu Refined Bleached Deodorized Palm Oil (RBDPO). Perbedaannya adalah pada RBDPO kandungan asam lemak bebas sudah sangat kecil, sehingga tidak diperlukan lagi tahap preesterifikasi. Komposisi asam lemak bebas dari berbagai minyak yang dapat dihasilkan dari kelapa sawit dapat dilihat pada tabel 1.1.

Tabel 1.1 Komposisi Asam Lemak Bebas Dari Minyak Nabati
No Minyak FFA
1 RBD Palm Oil < 0.1 %
2 Crude Palm Oil 1 – 10 %
3 Palm Fatty Acid Distillate 70 – 90 %
4 Crude Palm Kernel Oil 1 – 10 %
5 Crude Palm Stearin 1 – 10 %
6 Palm Sludge Oil 10 – 80 %
Sumber : Rama Prihandana, dkk; 2006

Setiap minyak nabati mempunyai karakteristik tersendiri. Parameter kualitas minyak sawit CPO dan RBDPO dapat dilihat pada tabel 1.2.

Tabel 1.2 Parameter kualitas minyak sawit CPO dan RBDPO
Parameter CPO RBDPO
Angka asam 6,9 mgKOH/g oil 0,49 – 0,59 mgKOH/g oil
Angka penyabunan 200-205 mgKOH/g oil 199 – 217 mgKOH/g oil
Kandungan FFA 2,5 – 4,2 %-w < 0.1 %-w
Sumber : Rama Prihandana, dkk; 2006

Keberadaan minyak kelapa sawit sebagai salah satu sumber minyak nabati relatif cepat diterima oleh pasar domestik dan pasar dunia. Peningkatan konsumsi minyak nabati dalam negeri terlihat dari tahun 1987 hingga tahun 1995, permintaan lokal akan minyak nabati naik dengan laju rata-rata 5.6% per tahunnya. Peningkatan ini sebagian disebabkan karena peningkatan jumlah penduduk sebesar 1.98% dan peningkatan konsumsi minyak nabati per kapita sebesar 2.27%. Sedangkan laju peningkatan permintaan akan minyak kelapa sawit adalah 9% (hampir dua kali dari laju peningkatan permintaan akan minyak nabati).

Dalam rangka mengantisipasi melimpahnya produksi CPO, maka diperlukan usaha untuk mengolah CPO menjadi produk hilir. Pengolahan CPO menjadi produk hilir memberikan nilai tambah tinggi. Produk olahan dari CPO dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu produk pangan dan non pangan. Produk pangan terutama minyak goreng dan margarin. Produk non pangan terutama oleokimia yaitu ester, asam lemak, surfaktan, gliserin dan turunan-turunannya.