KEJARLAH ILMU SAMPAI KE NEGERI CINA

“Jadilah manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum”

(Mahatma Gandhi)

Minggu, 18 April 2010

BOD, COD DAN DO DALAM AIR LIMBAH INDUSTRI


3.1 Pengertian BOD, COD dan DO

a. Biological Oxigen Demand (BOD)

Biological Oxigen Demand (BOD) atau kebutuhan oksigen biologis merupakan suatu analisis empiris yang mencoba mendekati secara global mendekati proses-proses mikrobiologis dalam air. Pemeriksaan BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobik. Jadi nilai BOD tidak menunjukan jumlah bahan organik yang sebenarnya, tetapi hanya mengukur secara relatif jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tertinggi yang ditunjukan dengan semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan-bahan buangan yang dibutuhkan oksigen tinggi.

Organisme hidup yang bersifat aerobik membutuhkan oksigen untuk beberapa reaksi biokimia, yaitu untuk mengoksidasi bahan organik, sintesa sel, dan oksidasi sel. Komponen organik yang mengandung senyawa nitrogen dapat pula di oksidasi menjadi nitrat, sedangkan komponen organik yang mengandung sulfur dapat di oksidasi menjadi sulfat. Konsumsi oksigen dapat diketahui dengan mengoksidasikan air pada suhu 200C selama 5 hari, dan nilai BOD yang menunjukan jumlah oksigen yang dikonsumsi dapat diketahui dengan menghitung selisih konsentrasi oksigen terlarut sebelum dan sesudah inkubasi. Pengukuran selama 5 hari dengan suhu 200C ini hanya menghitung sebanyak 68% bahan organik yang teroksidasi, tetapi suhu dan waktu yang digunakan tersebut merupakan standar uji karena untuk mengoksidasi bahan organik seluruhnya secara sempurna diperlukan waktu yang lebih lama, yaitu mungkin sampai 20 hari sehingga dianggap tidak efisien.

Air yang hampir murni mempunyai nilai BOD kira-kira 1 ppm, dan air yang memiliki nilai BOD 3 ppm masih di anggap cukup murni, tetapi kemurnia air diragunakn jika nilai BOD-nya mencapai 5 ppm atau lebih. Bahan buangan industri pengolahan pangan seperti industri pengalengan, industri susu, industri gula dan sebagainya memiliki nilai BOD yang bervariasi, yaitu mulai 100 ppm sampai 10.000 ppm, oleh karena itu harus mengalami penanganan atau pengeceran yang tinggi sekali pada saat pembuangan ke badan air disekitarnya seperti, sungai ataupun ke laut, yaitu untuk mencegah terjadinya penurunan konsentrasi oksigen terlarut dengan cepat di dalam badan air tempat pembungan bahan-bahan tersebut. Masalah yang timbul adalah apabila konsentrasi oksigen terlarut badan air tersebut sebelumnya sudah terlalu rendah.

Sebagai akibat menurunnya oksigen terlarut di dalam air adalah menurunnya kehidupan hewan dan tanaman air. Hal ini disebabkan karena mahluk-mahluk hidup tersebut banyak yang mati atau melakukan migrasi ke tempat lainnya yang konsentrasi oksigennya masih cukup tinggi. Jika konsentrasi oksigen terlarut sudah terlalu rendah, maka mikroorganisme aerobik tidak dapat hidup dan berkembang biak, tetapi sebaliknya mikroorganisme yang bersifat anaerobik akan menjadi aktif untuk memecah bahan-bahan tersebut secara anaerobik karena tidak adanya oksigen.

Senyawa-senyawa hasil pemecahan secara anaerobik seperti amin, H2S dan komponen fosfor mempunyai bau yang menyengat, misalnya amin berbau anyir dan H2S berbau busuk. Oleh karena itu perubahan badan air dari kondisi aerobik menjadi anaerobik tidak dikehendaki.

b. Chemical Oxigen Demand (COD)

Chemical Oxigen Demand (COD) merupakan jumlah milligram oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasikan zat organis yang ada dalam jumlah 1 liter sampel air dengan oksidan K2CrO7, atau dengan kata lain untuk mengetahui jumlah bahan organik di dalam air, yaitu dengan berdasarkan reaksi kimia dari suatu bahan oksidan.

c. Dissolved Oxigen (OD)

Dissolved Oxigen (OD) merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan hewan di dalam air. Kehidupan mahluk hidup di dalam air tersebut tergantung dari kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang dibutuhkan untuk kehidupannya. Ikan merupakan mahluk air yang memerlukan oksigen tinggi, kemudian invertebrata dan yang terkecil kebutuhan oksigennya adalah bakteri. Biota air hangat memerlukan oksigen terlarut minimal 5 ppm, sedangkan biota air dingin memerlukan oksigen terlarut mendekati jenuh. Konsentrasi oksigen terlarut minimal untuk kehidupan biota tidak boleh kurang dari 6 ppm.

Oksigen terlarut (dissolved oxygen = OD) dapat berasal dari proses fotosintesis tanaman air dimana jumlahnya tidak tetap, tergantung dari jumlah tanamannya, dan dari atmosfer yang masuk ke dalam dengan kecepatan terbatas. Konsentrasi oksigen terlarut dalam jenuh bervariasi tergantung dari suhu dan tekanan atmosfer. Pada suhu 200C dengan tekanan 1 atmosfer konsentrasi oksigen terlarut dalam keadaan jenuh adalah 9.2 ppm, sedangkan pada suhu 500C dengan tekanan atmosfer yang sama tingkat kejenuhannya hanya 5.6 ppm. Konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu rendah akan mengakibatkan ikan-ikan dan binatang air lainnya yang membutuhkan oksigen akan mati. Sebaliknya konsentrasi oksigen terlarut yang terlalu tinggi juga menyebabkan pengkaratan semakin cepat karena oksigen akan mengikat hidrogen yang melapisi permukaan logam.
3.2 Cara Menentukan Nilai BOD, COD dan DO

Kebanyakan bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen mengandung karbon sebagai unsur yang terbanyak. Salah satu reaksi yang terjadi dengan pertolongan bakteri adalah oksidasi karbon menjadi karbon dioksida sebagai berikut :

C + O2 CO2

Dalam reaksi ini diperlukan 32 gram oksigen untuk mengoksidasi 12 gram karbon. Jadi karbon memerlukan oksigen sebanyak 3 kali beratnya untuk melangsungkan reaksi tersebut, atau diperlukan 9 ppm oksigen untuk bereaksi dengan kira-kira 3 ppm karbon terlarut.

Reaksi tersebut di atas disebut reaksi pembakaran sempurna. Tetapi sebelum terbentuknya CO2 mungkin akan terbentuk hasil-hasil oksidasi sementara seperti alkohol, asam, amina, ammonia dan hidrogen sulfida. Senyawa-senyawa tersebut selain berbau busuk juga bersifat racun terhadap hewan dan manusia.

Karena bahan-bahan buangan yang memerlukan oksigen dapat menurunkan oksigen terlatur di dalam air dengan cepat, maka uji terhadap bahan-bahan buangan tersebut penting dilakukan untuk mengetahui polusi air. Untuk mengetahui adanya polutan tersebut dapat dilakukan dengan dua cara yaitu uji BOD (biochemical oxygen demand) dan uji COD (chemical oxygen demand). Pada prinsipnya kedua uji tersebut mengukur jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-bahan tersebut melalui reaksi biokimia oleh organisme hidup (dalam uji BOD) atau melalui reaksi kimia (dalam uji COD).

Pemeriksaan BOD didasarkan pada reaksi oksidasi zat organis dengan oksigen di dalam air dan proses tersebut berlangsung karena adanya bakteri aerobic. Adapun reaksi yang terjadi dapat ditulis sebagai berikut :
CnHaOb + (n+a/4-b/2-3c/4)O2 nCO2 + (a/2-3c/2)H2O + NH3
Atas dasar reaksi tersebut maka diperlukan waktu 2 hari supaya 50% tercapai, 5 hari = 75% dan 20 hari supaya 100%. Karena reaksi BOD terjadi pada botol tertutup maka, jumlah oksigen yang dipakai adalah kadar oksigen dalam larutan pada saat t = 0 dan kadarnya t = 5 hari agar semua sampel mempunyai kandungan BOPD > 6 mg/lt.

Pada uji BOD mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya adalah :

a. Dalam uji BOD ikut terhitung oksigen yang dikonsumsi oleh bahan-bahan anorganik atau bahan-bahan tereduksi lainnya yang disebut juga “intermediate axygen demand”

b. Uji BOD memerlukan waktu yang cukup lama yaitu minimal 5 hari.

c. Uji BOD yang dilakukan selama 5 hari masih belum dapat menunjukan nilai total BOD melainkan hanya kira-kira 68% dari total BOD.

d. Uji BOD tergantung dari adanya senyawa penghambat di dalam air tersebut., misal adanya germisida seperti khlorin dapat menghambat pertumbuhan mikroorganisme yang dibutuhkan untuk merombak bahan organik, sehingga hasil uji BOD menjadi kurang teliti.

Sedangkan pada uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi daripada uji BOD, karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan mikroorganisme dapat teroksidasi dalam uji COD. Sembilan puluh persen hasil uji COD yang dilakukan selama 10 menit kira-kira akan setara dengan hasil uji BOD selama 5 hari.

Nilai COD merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organis yang secara alamiah dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut di dalam air.
CaHbO2 + Cr2O7 + H+ ΔE CO2 +H2O + Cr3+

Kuning AgSO4 Hijau
Reaksi ini berlangsung selama 2 jam, uap pada labu refluks dengan alat kondensor, agar zat organik volatil tidak lenyap keluar. Penambahan AgSO4 sebagai katalisator dan Mg2SO4 sebagai penghilang gangguan klorida dalam air. K2CrO7 yang tersisa dalam labu refluks (larutan) merupakan penentu jumlah oksigen yang dipakai. Ditentukan dengan titrasi ferro ammonium sulfat (FAS).
6Fe3+ + Cr2O7 + 14H+ 6Fe3+ + 2Cr3+ = 7H2O
Indicator ferroin digunakan untuk menentukan titik akhir titrasi saat warna larutan hijau-biru berubah menjadi coklat merah. Sisa K2CrO7 dalam blangko adalah K2CrO7 awal.
3.4 Standar Nilai BOD COD dan DO Dalam Air dan Air Limbah

Analisis BOD dalam penanganan air limbah akan memberikan indikasi awal adanya bahan toksik. Bila air limbah mempunyai COD yang tinggi dan BOD yang rendah, maka studi toksisitas diperlukan. Sedangkan standar baku mutu air dapat dilihat pada Tabel 3.2 Nilai standar untuk baku mutu air pada sumber air menurut golongan air.

Jumlah oksigen yang rendah dalam sampel (misalnya botol uji) BOD, 2-3 mg menunjukan limbah yang berkekuatan tinggi, seperti kebanyakan limbah pengolahan pangan dan limbah hewan, seharusnya diencerkan terlebih dahulu sebelum di analisis. Sebelum analisis BOD, limbah hewan dapat memputuhkan pengeceran 1:100 sampai 1:1.000 atau lebih. Kesulitan dalam pengeceran limbah baik secara fisik maupun kimia tidak seragam sehingga menurunkan ketepatan uji BOD standar yang diperkirakan mempunyai ketepatan kurang lebih 20%.

Air buangan domestik yang tidak mengandung limbah industri mempunyai BOD kira-kira 200 ppm. Limbah pengolahan pangan umumnya lebih tinggi dan sering kali lebih ari 1.000 ppm.

AIR DAN KUALITAS AIR LIMBAH INDUSTRI

2.1 Kualitas Air

Peningkatan kualitas air adalah merupakan syarat kedua setelah kualitas, karena semakin maju tingkat hidup seseorang, maka akan semakin tinggi pula kebutuhan air dari masyarakat tersebut. Air merupakan suatu sarana utama untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, karena air merupakan salah satu media dari berbagai macam penularan.

Peningkatan kualitas air minum dengan jalan mengadakan pengelolaan terhadap air yang akan diperlukan sebagai air minum dengan mutlak diperlukan terutama apabila air tersebut berasal dari air permukaan. Pengolahan yang dimaksud bisa dimulai dari yang sangat sederhana sampai yang pada pengolahan yang mahir/lengkap, sesuai dengan tingkat kekotoran dari sumber air tersebut. Semakin kotor semakin berat pengolahan yang dibutuhkan, dan semakin banyak ragam zat pencemaran akan semakin banyak pula teknik-teknik yang diperlukan untuk mengolah air tersebut, agar bisa dimanfaatkan sebagai air minum. Oleh karena itu dalam praktek sehari-hari maka pengolahan air adalah menjadi pertimbangan yang utama dalam menentukan apakah sumber tersebut bisa dipakai sebagai sumber persediaan atau tidak.

Persyaratan untuk air minum mencakup syarat fisik, kimia, biologis dan radioaktif. Standar mutu air minum atau air untuk kebutuhan rumah tangga ditetapkan berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan RI tentang syarat-syarat dan pengawasan kualitas air minum.

Standar baku mutu air minum disesuaikan dengan standar internasional yang dikeluarkan oleh WHO. Standar kualitas air bertujuan untuk memelihara, melindungi dan mempertinggi derajat kesehatan masyarakat terutama dalam pengelolaan air atau kegiatan usaha mengolah dan mendistribusikan air untuk kepentingan masyarakat umum.
Penggunaan air (badan air) sesuai peruntukannya menurut PP No.82 Tahun 2001 tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air, Pasal 8 adalah dikelompokkan sebagai berikut :

1) Kelas satu, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk air baku air minum, dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

2) Kelas dua, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk prasarana/sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

3) Kelas tiga, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk pembudidayaan ikan air tawar, peternakan, air untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

4) Kelas empat, adalah air yang peruntukannya dapat digunakan untuk mengairi pertanaman dan atau peruntukan lain yang mempersyaratkan mutu air yang sama dengan kegunaan tersebut.

Persyaratan air minum menurut Kusnaidi (2000), adalah sebagai berikut :

a. Syarat secara fisik

Secara fisik air yang dapat diminum adalah jernih atau tidak keruh, tidak berwarna, rasanya tawar, tidak berbau, temperature sesuai suhu udara dan tidak mengandung zat padat yang dapat terukur secara visual (kualitatif) dan secara kuantitatif.

Derajat bau dapat diketahui dengan mengencerkan air contoh dengan air bersih. Jika diencerkan dua kali (volume sebanding) maka air dinyatakan derajat bau rendah. Jika terjadi sebaliknya maka derajat bau tinggi.

b. Syarat secara kimia

Secara kimia, air yang dapat diminum adalah pH netral, tidak mengandung bahan kimia beracun, tidak mengandung ion logam, kesadahaan rendah dan tidak mengandung bahan organik.

Secara kualitatif, air contoh yang dibiarkan semalam akan mengalami perubahan warna, misalnya hitam, ungu atau biru karena mengandung logam yang tinggi. Tetapi bila air tidak mengalami perubahan maka disebut berkualitas baik. Adanya lendir pada permukaan/lapisan seperti minyak ataupun perubahan warna berarti air kurang baik (tidak sehat)

c. Syarat secara mikrobiologis

Secara mikrobiologis, air tidak mengandung mikroba yang pathogen maupun mirobia non-patogen. Secara kualitatif dapat terlihat setelah inkubasi 5 hari dalam keadaan tertutup. Gumpalan berwarna maupun putih, hitam, hijau ataupun perubahan warna air dan munculnya bau secara biologis menunjukan air yang tidak sehat.
2.2 Batasan Polusi Air

2.2.1 Pengertian Polusi Air

Polusi air adalah penyimpangan sifat-sifat air dari keadaan normal, bukan dari kemurniannya. Air yang tersebar di dalam tidak pernah terdapat dalam bentuk murni, tetapi bukan berarti semua air sudah terpolusi. Air yang mengandung komponen-komponen tersebut dalam jumlah tinggi disebut air sadap. Air minum juga bukan merupakan air murni. Meskipun bahan-bahan tersuspensi dan bakteri mungkin telah dihilangkan dari air tersebut, tetapi air minum mungkin masih mengandung komponen-komponen terlarut. Bahkan air murni sebenarnya tidak enak untuk diminum karena beberapa bahan yang terlarut mungkin memberikan rasa yang spesifik terhadap air minum.

Dari contoh-contoh tersebut di atas, jelas bahwa air yang tidak terpolusi tidak selalu merupakan air murni, tetapi adalah air yang tidak mengandung bahan-bahan asing tertentu dalam jumlah melebihi batas yang ditetapkan sehingga air tersebut dapat digunakan secara normal untuk keperluan tertentu, misalnya untuk air minum (air ledeng, air sumur), berenang atau rekreasi (kolam renang, air laut di pantai), mandi (air ledeng, air sumur), kehidupan hewan air (air sungai, air danau), pengairan dan keperluan industri.

Adanya benda-benda asing yang mengakibatkan air tersebut tidak dapat digunakan secara normal disebut polusi. Karena kebutuhan mahluk hidup akan air sangat bervariasi, maka batasan polusi untuk berbagai jenis air juga berbeda.
2.2.1 Polutan Air

Ciri-ciri air yang mengalami polusi sangat bervariasi tergantung dari jenis air dan polutannya atau komponen yang mengakibatkan polusi. Tanda-tanda polusi air yang berbeda ini disebabkan oleh sumber dan jenis polutan yang berbeda-beda. Untuk memudahkan pembahasan mengenai berbagai jenis polutan, polutan air dapat dikelompokan menjadi 9 group berdasarkan perbedaan sifat-sifatnya, sebagai berikut :

1) Padatan

2) Bahan buangan yang membutuhkan oksigen (oxygen-demanding wastes)

3) Mikroorganisme

4) Komponen organik sintetik

5) Nutrient tanaman

6) Minyak

7) Senyawa anorganik dan mineral

8) Bahan radioaktif

9) Panas

Pengelompokan tersebut di atas bukan merupakan pengelompokan yang baku, karena suatu jenis polutan mungkin dapat dimasukan ke dalam lebih dari satu kelompok.
2.2.3 Sifat-Sifat Air Terpolusi

Untuk mengetahui apakah suatu air terpolusi atau tidak, diperlukan pengujian untuk menentukan sifat-sifat air sehingga dapat diketahui apakah terjadi penyimpangan batas-batas polusi air.

Sifat-sifat yang umum diuji dapat digunakan untuk menentukan tingkat polusi air, misalnya :

 Nilai pH, keasaman dan alkalinitas

 Suhu

 Warna, bau dan rasa

 Jumlah padatan

 Nilai BOD dan COD

 Pencemaran mikroorganisme pathogen

 Kandungan minyak

 Kandungan logam berat

 Kandungan bahan radioaktif

a. Nilai pH, keasaman dan alkalinitas

Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara pH 6 sampai 8, sedangkan pH air yang terpolusi misalnya air buangan berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Sebagai contoh, air buangan pabrik pengalengan mempunyai pH 6.2 sampai 7.6, air buangan pabrik susu dan produk-produk susu lainnya biasanya mempunyai pH 5.3 sampai 7.8, air buangan pabrik bier mempunyai pH 5.5 sampai 7.4, sedangkan air buangan pabrik pulp dan kertas biasanya mempunyai pH 7.6 sampai 9.5.

Pada industri-industri makanan, peningkatan keasamaan air buangan umumnya disebabkan oleh kandungan asam-asam organik. Air buangan industri-industri bahan anorganik pada umumnya mengandung asam-asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga tinggi atau pH-nya rendah. Adanya komponen besi sulfur (feS2) dalam jumlah tinggi di dalam air juga akan meningkatkan keasamannya karena FeS2 dengan udara dan air akan membentuk H2SO4 dan besi (Fe) yang larut.

Perubahan keasaman pada air buangan, baik kea rah alkali (pH naik) maupun kea rah asam (pH turun), akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air disekitarnya. Selain itu air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosit terhadap baja dan sering menyebabkan pengkaratan pada pipa-pipa besi.

b. Suhu

Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam berbagai proses industri. Air pendingin tersebut setelah digunakan akan mendapatkan panas dari bahan yang didinginkan, kemudian dikembalikan ke tempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya. Air buangan tersebut mungkin mempunyai suhu lebih tinggi daripada air asalnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut :

1) Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.

2) Kecepatan reaksi kimia meningkat.

3) Kehidupan ikan dan hewan air lainnya terganggu.

4) Jika batas suhu yang mematikan terlampaui,ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati.

Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan reaksi, disamping itu suhu yang relatif tinggi akan menurunkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air, akibatnya ikan dan hewan air akan mati karena kekurangan oksigen. Suhu air kali atau air buangan yang relatif tinggi dapat ditandai antara lain dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen.

c. Warna, bau dan rasa

Warna air yang terdapat di alam sangat bervariasi, misalnya air rawa-rawa berwarna kuning, coklat atau kehijauan, air sungai biasanya berwarna kuning kecoklatan karena mengandung lumpur, dan air buangan yang mengandung besi/tannin dalam jumlah tinggi berwarna coklat kemerahan. Warna air yang tidak normal biasanya menunjukan adanya polusi. Warna air dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu warna sejati (true color) yang disebabkan oleh bahan-bahan terlarut, dan warna semu (apparent color) yang selain disebabkan karena adanya bahan-bahan terlarut juga karena adanya bahan-bahan tersuspensi, termasuk diantaranya yang bersifat koloid.

Bau air tergantung dari sumber airnya. Bau air dapat disebabkan oleh bahan-bahan kimia, ganggang, plankton ataupun tumbuhan maupun hewan air, baik yang hidup maupun yang sudah mati. Air yang berbau sulfit dapat disebabkan oleh reduksi sulfat dengan adanya bahan-bahan organik dan mikroorganisme anaerobik.

Air yang normal sebenarnya tidak mempunyai rasa. Timbulnya rasa yang menyimpang biasanya disebabkan oleh adanya polusi, dan rasa yang menyimpang tersebut biasanya dihubungkan dengan baunya karena pengujian terhadap rasa air jarang dilakukan. Air yang mempunyai bau tidak normal juga dianggap mempunyai rasa yang tidak normal.
2.3 Padatan

Air yang terpolusi selalu mengandung padatan yang dapat dipedakan atas empat kelompok berdasarkan besar partikelnya dan sifat-sifatnya, terutama kelarutannya diantaranya yaitu :

 Padatan terendap (sedimen)

 Padatan tersuspensi dan koloid

 Padatan terlarut

 Minyak dan lemak

Dalam analisis air selain padatan-padatan tersebut di atas sering juga dilakukan analisis terhadap total padatan, yaitu semua padatan setelah airnya dihilangkan ataupun diuapkan. Padatan yang terdapat di dalam air juga dapat dibedakan atas padatan organik dan padatan anorganik.
2.3.1 Padatan Terendap (Sedimen)

Sedimen adalah padatan yang dapat langsung mengendap jika air didiamkan tidak terganggu selama beberapa waktu. Padatan yang mengendap tersebut terdiri dari partikel-partikel padatan yang mempunyai ukuran relatif besar dan berat sehingga dapat mengendap dengan sendirinya. Sedimen yang terdapat di dalam air biasanya terbentuk sebagai akibatdari erosi, dan merupakan padatan yang umum terdapat di dalam air permukaan.

Adanya sedimen dalam jumlah tinggi di dalam air akan sangat merugikan karena hal-hal sebagai berikut :

 Sedimen dapat menyebabkan penyumbatan saluran air dan selokan, dan dapat megendap di dalam bak penampung air sehingga mengurangi volume air yang dapat ditampung di dalam bak tersebut.

 Sedimen yang mengendap di dasar sungai atau danau dapat mengurangi polusi ikan dan hewan-hewan air lainnya, karena telur-telur ikan dan sumber-sumber makanan mungkin terendam di dalam sedimen.

 Adanya sedimen mengurangi penetrasi sinar ke dalam air sehingga mengurangi kecepatan fotosintesis oleh tanaman air menurun.

 Sedimen menyebabkan air menjadi keruh sehingga menambah biaya penjernihan air, jika air tersebut akan digunakan untuk keperluan industri.

Padatan terendap biasanya terdiri dari pasir dan lumpur. Berbeda dengan tanah liat yang tidak dapat mengendap dengan sendirinya, lumpur merupakan padatan yang dapat mengendap dengan sendirinya terutama jika airnya tidak terguncang.
2.3.2 Padatan Tersuspensi Dan Koloid

Padatan tersuspensi adalah padatan yang menyebabkan kekeruhan air, tidak terlarut dan tidak dapat mengendap langsung. Padatan tersuspensi terdiri dari partikel-partikel yang ukuran maupun beratnya lebih kecil daripada sedimen, misalnya tanah liat, bahan-bahan organik tertentu, sel-sel mikroorganisme dan lain sebagainya. Sebagai contoh, air permukaan mengandung tanah liat dalam bentuk suspense yang dapat tahan sampai berbulan-bulan, kecuali jika keseimbangannya terganggi oleh zat-zat lain sehingga mengakibatkan terjadinya penggumpalan, kemudian diikuti dengan pengendapan. Selain mengandung padatan tersuspensi air buangan juga sering mengandung bahan-bahan yang bersifat koloid, misalnya protein.

Air buangan industri mengandung jumlah padatan tersuspensi dalam jumlah yang sangat bervariasi tergantung dari jenis industrinya. Air buangan dari industri-industri makanan, terutama industri fermentasi dan industri tekstil sering mengandung padatan tersuspensi dalam jumlah relatif tinggi. Jumlah padatan tersuspensi di dalam air dapat diukur menggunakan alat turbidimeter. Seperti halnya dengan padatan terendap, padatan tersuspensi akan mengurangi penetrasi sinar/cahaya ke dalam air sehingga mempengaruhi regenerasi oksigen secara fotosintesis.
2.3.3 Padatan Terlarut

Padatan terlarut adalah padatan-padatan yang mempunyai ukuran lebih kecil daripada padatan tersuspensi. Padatan ini terdiri dari senyawa-senyawa anorganik dan organik yang larut air, mineral dan garam-garamnya. Sebagai contoh, air buangan pabrik gula biasanya mengandung berbagai jenis gula yang larut, sedangkan air buangan industri kimia sering mengandung mineral-mineral seperti merkuri (Hg), timbale (Pb), arsenic (As), cadmium (Cd), chromium (Cr), nikel (Ni), Cl2 serta garam-garam kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) yang mempengaruhi kesadahan air.

Selain itu air buangan juga sering mengandung sabun, deterjen dan surfaktan yang larut air, misalnya pada air buangan rumah tangga dan industri pencucian. Beberapa polutan logam berat yang sering mencemari air buangan dan sangat berbahaya bagi kehidupan di sekitarnya.

Kesadahan Air

Adanya ion kalsium (Ca) dan magnesium (Mg) di dalam air akan menyebabkan sifat kesadahan terhadap air tersebut. Air yang mempunyai tingkat kesadahan terlalu tinggi sangat merugikan karena beberapa hal diantaranya dapat menimbulkan karatan/korosi pada alat-alat yang terbuat dari besi, menyebabkan sabun kurang membusa sehingga meningkatkan konsumsi sabun, dan dapat menimbulkan endapan atau kerak-kerak di dalam wadah-wadah pengolahan. Oleh karena itu air yang akan digunakan untuk industri seharusnya sifat kesadahannya dihilangkan terlebih dahulu.

Kesadahan air dapat dibedakan atas dua macam, yaitu :

 Kesadahan sementara (temporer), yang disebabkan oleh garam-garam karbonat(CO3-) dan bikarbonat (HCO3-) dari kalsium (Ca) dan magnesium (Mg). garam-garam karbonat merupakan garam yang tidak larut, sedangkan garam bikarbonat merupakan garam yang larut. Garam karbonat dengan adanya air dan karbondiosida di udara akan membentuk garam bikarbonat yang larut, oleh karena itu semakin tinggi kadar CO2 di udara maka semakin tinggi kelarutannya.

 Kesadahan tetap (permanen), disebabkan oleh adanya garam-garam khlorida (Cl-) dan sulfat (SO4-) dari kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg).

Kesadahan karena garam-garam tersebut bersifat tetap dan sangat sukar dihilangkan. Berdasarkan tingkat kesadahannyaair dapat dibedakan atas beberapa macam, yaitu air lunak, air agak sadah, air sadah dan air sangat sadah.

Minyak dan lemak yang sering mencemari air sering dimasukan ke dalam kelompok padatan, yaitu padatan yang mengapung di atas permukaan air. Minyak yang terdapat di dalam air dapat berasal dari berbagai sumber, diantaranya karena pembersihan dan pencucian kapal-kapal di laut, adanya pengeboran minyak di dekat laut atau di tengah laut, terjadinya kebojoran kapal pengangkut minyak, dan sumber-sumber lainnya misalnya dari buangan pabrik.

Minyak tidak larut air, oleh karena itu jika air tercemar oleh minyak maka minyak tersebut akan tetap mengapung, kecuali jika terdampar ke pantai atau tanah di sekeliling sungai. Tetapi ternyata tidak demikian halnya. Semua jenis minyak mengandung senyawa-senyawa volatil yang segera dapat menguap. Ternyata selama beberapa hari sebanyak 25% dari volume minyak akan hilang karena menguap. Sisa minyak yang tidak menguap akan mengalami emulsifikasi yang mengakibatkan air dan minyak dapat tercampur.

Ada dua macam emulsi yang terbentuk antara minyak dengan air, yaitu emulsi minyak dalam air dan emulsi air dalam minyak. Emulsi minyak dalam air terjadi jika droplet-droplet minyak terdispersi di dalam air dan distabilkan dengan interaksi kimia dimana air menutupi permukaan droplet-droplet tersebut. Hal ini terjadi terutama di dalam air yang berombak dan droplet minyak tersebut tidak terdispersi pada permukaan air, melainkan menyebar di dalam air. Beberapa droplet minyak, terutama yang berikatan dengan partikel mineral, menjadi lebih berat dan akan mengendap ke bawah.

Emulsi air dalam minyak terbentuk jika droplet-droplet air ditutupi oleh lapisan minyak dan emulsi ini distabilkan oleh interaksi diantara droplet-droplet air yang tertutup. Emulsi semacam ini terlihat sebagai lapisan yang mengapung pada permukaan air dan lekat, dan kadang-kadang karena kandungan air di dalam droplet-droplet minyak tersebut cukup tinggi maka total volumenya menjadi lebih besar dibandingkan dengan minyak aslinya.
Sebagian besar emulsi minyak tersebut kemudian akan mengalami degradasi melalui fotooksidasi spontan dan oksidasi oleh mikroorganisme. Mikroorganisme merupakan organisme yang paling berperan dalam dekomposisi minyak di laut.

Pencemaran air oleh minyak sangat merugikan karena dapat menimbulkan hal-hal sebagai berikut :

1) Adanya minyak menyebabkan penetrasi sinar ke dalam air berkurang.

2) Konsentrasi oksigen terlarut menurun dengan adanya minyak, karena lapisan film minyak menghambat pengambilan oksigen oleh air.

3) Adanya lapisan minyak pada permukaan air akan mengganggu kehidupan burung air, karena burung-burung yang berenang dan menyelam bulu-bulunya akan ditutupi oleh minyak sehingga menjadi lekat satu sama lain, akibatnya kemampuannya untuk terbang juga menurun.

4) Penetrasi sinar dan oksigen yang menurun dengan adanya minyak dapat mengganggu kehidupan tanaman-tanaman laut termasuk ganggang dan lainnya.

Beberapa komponen yang menyusun minyak juga diketahui bersifat racun terhadap berbagai hewan maupun manusia, tergantung dari struktur dan berat molekulnya. Komponen-komponen hidrokarbon jenuh yang mempunyai titik didih rendah diketahui dapat menyebabkan anestesi dan narkosis pada berbagai hewan tingkat rendah, dan jika terdapat pada konsentrasi tinggi dapat mengakibatkan kematian.

LIMBAH INDUSTRI


1.1 Definisi limbah

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis. Limbah menurut Recycling and Waste Management Act, didefinisikan sebagai benda bergerak yang diinginkan oleh pemiliknya untuk dibuang atau pembuangannya dengan cara yang sesuai, yang aman untuk kesejahteraan umum dan untuk melindungi lingkungan.

Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah.

Air buangan adalah air hasil sisa suatu proses yang memiliki potensi membahayakan dan mencemari lingkungan karena sifat-sifat komposisi kimia yang dikandungnya.
1.2 Jenis dan Karakteristik Limbah

1.2.1 Jenis-Jenis Limbah

Berdasarkan jenis dan wujud limbah pertanian terutama limbah industri pertanian dikelompokkan menjadi tiga kelompok yaitu :

a. Limbah Padat

Bahan-bahan buangan baik dari limbah pra panen, limbah panen, limbah pasca panen dan limbah industri pertanian yang wujudnya padat dikelompokkan pada limbah padat, contoh : Daun-daun kering, jerami, sabut dan tempurung kelapa, kulit dan tulang dari ternak potong, bulu ayam, ampas tahu, jeroan ikan dan lain sebagainya.

Limbah-limbah tersebut di atas kalau dibiarkan menumpuk saja tanpa penanganan tertentu akan menyebabkan/menimbulkan keadaan tidak higienis karena menarik serangga (lalat, kecoa) dan tikus yang seringkali merupakan pembawa berbagai jenis kuman penyakit. Limbah padat dapat diolah menjadi pupuk dan makanan ternak.

b. Limbah cair

Limbah cair industri pertanian sangat banyak karena air digunakan untuk :

1). Membersihkan bahan pangan dan peralatan pengolahan.

2). Menghanyutkan bahan-bahan yang tidak dikehendaki (kotoran).

Limbah cair yang berasal dari industri pertanian banyak mengandung bahan-bahan organik (karbohidrat, lemak dan protein) karena itu mudah sekali busuk dengan menimbulkan masalah polusi udara (bau) dan polusi air. Pengelolaan limbah cair yang umum dilakukan adalah perlakuan primer, sekunder dan tersier (penjelasannya pada pokok bahasan mengelola limbah secara fisik).

c. Limbah gas

Limbah gas adalah limbah berupa gas yang dikeluarkan pada saat pengolahan hasil-hasil pertanian, misalnya gas yang timbul berupa uap air pada proses pengurangan kadar air selama proses pelayuan teh dan proses pengeringannya. Limbah gas ini supaya tidak menimbulkan bahaya harus disalurkan lewat cerobong.
1.2.2 Karakteristik Limbah

Dari ketiga jenis/wujud limbah pertanian, limbah jenis cair yang perlu diketahui sifat-sifatnya supaya penanganannya limbah cair tersebut dapat dilaksanakan dengan sebaik-baiknya. Jadi dalam modul ini hanya dibahas sifat-sifat limbah cair yang dihasilkan dari industri pertanian.

Sifat-sifat limbah cair industri pertanian dibedakan menjadi tiga bagian besar yaitu :

a. Sifat Fisik

Penentuan derajat kekotoran air limbah pertanian sangat dipengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun sifat fisik yang penting adalah kandungan zat padat sebagai efek estetika dan kejernihan serta bau dan warna dan juga temperatur. Jumlah endapan pada contoh air merupakan sisa penguapan dari

contoh air limbah pertanian pada suhu 103-1050C. Beberapa komposisi air limbah akan hilang apabila dilakukan pemanasan secara lambat. Jumlah total endapan terdiri dari benda-benda yang mengendap, terlarut, tercampur. Untuk melakukan pemeriksaan ini dapat dilakukan dengan mengadakan pemisahan air limbah dengan memperhatikan besar-kecilnya partikel yang terkandung di dalamnya.

Dengan mengetahui besar-kecilnya partikel yang terkandung di dalam air akan memudahkan kita dalam memilih teknik pengendapan yang akan diterapkan sesuai dengan partikel yang ada di dalamnya. Air limbah yang mengandung partikel dengan ukuran besar memudahkan proses pengendapan yang berlangsung, sedangkan apabila air limbah tersebut berisikan partikel yang sangat kecil ukurannya akan menyulitkan dalam proses pengendapan, sehingga untuk mengendapkan benda ini haruslah dipilihkan cara pengendapan yang lebih baik dengan teknologi yang sudah barang tentu akan lebih canggih.

Sifat-sifat fisik yang umum diuji pada limbah cair adalah :

1. Nilai pH, keasaman alkalinitas dan suhu

2. Warna, bau dan rasa

3. Jumlah padatan

4. Nilai BOD/COD

5. Pencemaran mikroorganisme patogen

6. Kandungan minyak

7. Kandungan logam berat

8. Kandungan bahan radioaktif

Nilai pH, Keasaman dan Alkalinitas

Nilai pH air yang normal adalah sekitar netral, yaitu antara pH 6 sampai 8, sedangkan pH air yang terpolusi, misalnya air buangan, berbeda-beda tergantung dari jenis buangannya. Sebagai contoh, air buangan pabrik pengalengan mempunyai pH 6.2-7.6, air buangan pabrik susu dan produk-produk susu biasanya mempnyai pH 5.3-7.8, air buangan pabrik bier mempunyai pH 5.5-7.4, sedangkan air buangan pabrik pulp dan kertas biasanya mempunyai pH 7.6-9.5. Pada industri-industri makanan, peningkatan keasaman air buangan umumnya disebabkan oleh kandungan asam-asam organik. Air buangan industri-industri bahan anorganik pada umumnya mengandung asam mineral dalam jumlah tinggi sehingga keasamannya juga tinggi atau pHnya rendah. Adanya komponen besi sulfur (FeS2) dalam jumlah tinggi di dalam air juga akan meningkatkan keasamannya karena FeS2 dengan udara dan air akan membentuk H2SO4 dan besi (Fe) yang larut.

Perubahan keasaman pada air buangan, baik ke arah alkali (pH naik) maupun ke arah asam (pH menurun), akan sangat mengganggu kehidupan ikan dan hewan air disekitarnya. Selain itu, air buangan yang mempunyai pH rendah bersifat sangat korosif terhadap baja dan sering menyebabkan pengkaratan pada pipa-pipa besi.

Suhu

Air sering digunakan sebagai medium pendingin dalam berbagai proses industri. Air pendingin tersebut setelah digunakan akan mendapatkan panas dari bahan yang didinginkan, kemudian dikembalikan ke tempat asalnya yaitu sungai atau sumber air lainnya.

Air buangan tersebut mungkin mempunyai suhu lebih tinggi daripada air asalnya. Kenaikan suhu air akan menimbulkan beberapa akibat sebagai berikut :

 Jumlah oksigen terlarut di dalam air menurun.

 Kecepatan reaksi kimia meningkat.

 Kehidupan ikan dan hewan lainnya terganggu. Jika batas suhu yang mematikan terlampaui, ikan dan hewan air lainnya mungkin akan mati.

Ikan yang hidup di dalam air yang mempunyai suhu relatif tinggi akan mengalami kenaikan kecepatan respirasi, di samping itu suhu yang relatif tinggi akan menurunkan jumlah oksigen yang terlarut di dalam air, akibatnya ikan dan hewan air akan mati karena kekurangan oksigen. Suhu air kali atau air buangan yang relatif tinggi dapat ditandai antara lain dengan munculnya ikan-ikan dan hewan air lainnya ke permukaan untuk mencari oksigen.
b. Sifat Kimia

Kandungan bahan kimia yang ada di dalam air limbah dapat merugikan lingkungan melalui berbagai cara. Bahan organik terlarut dapat menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau yang tidak sedap pada penyediaan air bersih. Selain itu, akan lebih berbahaya apabila bahan tersebut merupakan bahan yang beracun.

Bahan-bahan organik yang umumnya terkandung pada limbah cair adalah karbohidrat, protein dan lemak.

c. Sifat Biologis

Pemeriksaan biologis (mikroorganisme) di dalam limbah cair untuk memisahkan apakah ada bakteri-bakteri patogen dalam limbah cair supaya sebelum limbah cair dibuang ke perairan harus dilakukan perlakuan tertentu sampai bakteri-bakteri tersebut mati.
1.2.3 UPL, IPAL dan SIL

Unit pengolahan limbah (UPL) adalah badan dari pengolahan limbahnya belum tentu berwujud cair. Instalasi pengolahan air limbah (IPAL) adalah alat maupun tempat keseluruhan pengolahan limbah yang berwujud cair. SIL adalah suatu badan yang berfungsi memberikan pengetahuan mengenai limbah maupun pengolahannya kepada industri, terutama industri kecil.

TEKNOLOGI PEMBUATAN GULA KRISTAL

Gula adalah istilah umum yang sering diartikan untuk setiap karbohidrat yang digauanakn sebagai pemanis, tetapi dalam industri pangan biasanya digunakan untuk menyatakan sukrosa, gula yang diperoleh dari tebu.

Sebagai bahan dasar pembuatan gula pasir adalah batang tebu yang banyak mengandung gula dalam bentuk sukrosa, glukosa dan fruktosa. Dalam pengolahan cairan batang tebu menjadi gula yang dipentingkan adalah sukrosanya dan bukan gula lainnya. Pembentukan sukrosa melalui proses fotosintesis, glukosa yang dihasilkan sebagian terisomerisasi menjadi fruktosa. Selanjutnya glukosa dan fruktosa berkondensasi membentuk sukrosa.

Proses pengolahan gula pasir pada dasarnya meliputi ekstraksi gula dalam batang tebu, biasanya dengan menggilingnya. Cairan yang diperoleh dibebaskan dari kotoran-kotoran yang dapat mengganggu proses kristalisasi dengan penyaringan maupun pengendapan dan penjernihan dengan penambahan kapur, sulfitasi maupun karbonatasi. Selanjutnya ekstrak yang biasa disebut nira yang sudah jernih dipekatkan dengan proses evaporasi. Tahapan selanjutnya adalah kristalisasi. Kristalisasi gula yang diperoleh dipisahkan dari larutan dengan pemusingan. Kemudian larutan yang belum mengkristal dievaporasi lagi, kristalisasi dan pemusingan.
7.1 Pengolahan Gula Pasir

Tahapan-tahapan dalam pengolahan gula pasir adalah, sebagai berikut :

a. Ekstraksi komponen gula dalam batang tebu sehingga diperoleh nira tebu.

Ekstraksi dilakukan dengan dengan penggilingan sehingga komponen gula akan terekstraksi bersama air dari batang tebu. Untuk optimasi ekstraksi komponen gula, maka pada saat penggilingan ditambahkan air imbisi.

b. Pemurnian nira.

Tahap pemurnian ini adalah untuk menghilangkan kotoran-kotoran yang terikut dalam nira. Pada tahap pemurnian ini penghilangan kotoran dilakukan dengan pengendapan dan penyaringan. Tahap pemurnian merupakan tahapan yang sangat penting karena sangat berpengaruh terhadap kualitas gula hasil. Tujuan dari pemurnian adalah untuk : membunuh mikroba yang dapat mendegradasi gula, menghilangkan kotoran yang bersifat koloid, menghilangkan garam-garam yang larut sehingga diperoleh gula murni, penjernihan, sehingga kristal yang dihasilkan berwarna putih. Adapun cara pemurnian terdapat tiga macam, diantaranya :

 Defikasi, pemurnian dilakukan dengan penambahan Ca(OH)2 yang akan mengikat kotoran, sehingga terbentuk endapan.

 Sulfitasi, pemurnian dilakukan dengan penambahan SO2 dan Ca(OH)2. Kapur yang ditambahkan akan mengendapkan kotoran, sedangkan sulfit akan mereduksi ion ferri yang berwarna coklat menjadi ferro sehingga gula yang dihasilkan warnanya lebih putih daripada defikasi.

 Karbonatasi, pemurnian dilakukan dengan penambahan SO2 dan Ca(OH)2 serta dihembus CO2. Selanjutnya kotoran yang diperoleh dipisahkan dengan pengendapan dan penyaringan.

c. Tahap evaporasi (pemekatan).

Pemekatan dimaksudkan untuk menguapkan air dalam nira hasil pemurnian. Penguapan dilakukan bertahap, sehingga diperoleh nira pekat yang merupakan larutan sukrosa jenuh. Evaporasi biasanya dilakukan secara bertingkat, dari suhu tinggi ke suhu yang lebih rendah, tetapi tekanannya semakin vacum (vacumnya semakin besar). Penguapannya dilakukan dengan penguapan vacum, tujuannya adalah untuk menguapkan air dalam bahan tetapi suhunya tidak terlalu tinggi, karena jika suhunya terlalu tinggi dapat terjadi pencoklatan karena karamelisasi gula.

d. Tahap kristalisasi.

Pada tahapan ini terjadi penempelan sukrosa dalam nira pekat pada intikristal yang memang sengaja ditambahkan pada proses kristalisasi, karena proses kristalisasi tidak akan terjadi jika tidak ada inti kristal yang biasa disebut bibit kristal. Kristalisasi dilakukan dengan penguapan berlahan-lahan. Hal-hal yang mempengaruhi kecepatan kristalisasi diantaranya : ukuran kristal, konsentrasi larutan, pencampuran atau sirkulasi larutan, viscositas larutan dan suhu.

e. Tahap pemusingan

Tahapan ini bertujuan untuk memisahkan kristal gula yang terbentuk dari larutan induknya (molasses). Molasses ini masih mengandung sukrosa tetapi tidak dapat diambil karena adanya zat buka gula yang menghambat proses kristalisasi.

TEKNOLOGI TEPUNG DAN PATI

Tepung merupakan bahan kering yang berbentuk powder, termasuk didalamnya pati, agar, karagenan, gum dan lainya. Jadi, tepung merupakan bahan yang dikeringkan, selanjutnya dikecilkan ukurannya hingga berbentuk powder, untuk keseragaman ukuran powder tersebut diayak dengan ayakan sesuai dengan keinginan, biasanya produk tepung lolos ayakan 60 mesh.
6.1 Pengolahan Tepung Dan Pati

Pati sebenarnya merupakan bagian dari tepung. Tetapi pati lebih spesifik karena bahan yang dikeringkan tidak seluruhnya komponen bahan, tetapi hanya komponen amilum yang terdiri dari amilosa dan amilopektin saja yang dikeringkan dan selanjutnya dibubukan. Sedangkan pengolahan tepung semua komponen bahan baik itu berupa amilosa, serat kasar, protein, lemak dan komponen lainnya dalam bahan yang dikeringkan. Jadi untuk pengolahan pati melalui tahapan ekstraksi komponen amilum terlebih dahulu, baru dikeringkan dan dibubukan.
6.2 Pengolahan Tepung

Pada dasarnya pengolahan tepung adalah pengeringan seluruh bahan yang hendak ditepungkan, selanjutnya bahan kering tersebut dihaluskan, diayak sehingga diperoleh bubuk.

Langkah pertama yang hiasanya dilakukan adalah blancing atau pengukusan, tujuannya adalah untuk inaktivasi enzim, dan melunakan bahan sehingga mudah pada waktu pengecilan ukuran. Pengecilan ukuran ini tujuannya adalah untuk memperluas permukaan sehingga mempercepat proses pengeringannya.

6.2.1 Pengolahan Tepung Keladi

Melihat komposisi kimia dari keladi, maka keladi sangat potensial untuk diolah menjadi tepung. Kandungan mineralnya yang cukup tinggi merupakan nilai tambah tersendiri. Pengolahan tepung keladi bisa dilakukan dengan berbagai cara, bisa di blancing terlebih dahulu sebelum pengecilan ukuran dan pengeringan untuk inaktivasi enzim atau bisa juga langsung. Untuk memperbaiki kualitas tepung yang dihasilkan bahan sebelum dikeringkan bisa direndam dengan sulfit untuk mempertahankan kualitas warna. Untuk meningkatkan mempertahankan kualitas gizinya, bisa dilakukan fortifikasi dengan penambahan zat gizi tertentu.

Setelah perendaman sulfit atau bisa juga perendaman kapur, bahan dipotong-potong untuk memperluas permukaan dan merusak jaringan sehingga air mudah diuapkan, dan pengeringan berjalan lebih cepat. Setelah pengeringan kemudian dilakukan penggilingan dan diperoleh bubuk, selanjutnya diayak hingga diperoleh tepung keladi.

Tepung keladi ini biasanya digunakan sebagai tepung pengganti untuk produk-produk olahan dengan bahan dasar tepung, seperti mie, cake, biscuit dan lainnya.

6.2.2 Pengolahan Tepung Durian

Tepung durian adalah tepung yang diperoleh dari daging buah yang dihasilkan oleh tanaman durian (Durio zibethinus Murr). Ada berbagai macam varietas durian, tetapi durian yang enak atau dapat dimakan dibedakan atas beberapa jenis, diantaranya :

a. Durian (Durio zibethinus Murr), jenis durian ini telah dibudidayakan dan buahnya banyak diperdagangkan.

b. Lai (D. Kutejenis Becc), atau disebut juga durian daun. Jenis durian ini banyak terdapat dihutan Kalimantan, yang mempunyai ciri-ciri : daunnya lebar-lebar, buah berduri lemas dan berbau harum sekali. Jenis durian lai mempunyai sifat antara lain terhadap suhu panas.

c. Kerantongan atau kartongan (D.oxelyanus Griff), jenis durian kerantongan buahnya berwarna hijau cerah, berbentuk bulat, berduri tajam dan berukuran kecil seperti buah sukun.
1) Kegunaan daging buah durian

Daging buah durian dapat diolah menjadi berbagai macam produk alternatif, seperti : tepung, makanan fermentasi (tempoyak), dodol, selai, juice dan lainnya. Produk-produk alternatif ini terutama tepung dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama sehingga dapat membantu mengatasi kelebihan buah durian pada saat panen raya. Hal ini tentunya perlu didukung oleh teknologi pengolahan dan pengemasan yang lebih baik. Tepung durian dapat diolah lebih lanjut sebagai bahan dalam pembuatan cake, dodol dan lainnya.

2) Karakteristik daging buah durian

Daging buah durian sifatnya beraneka ragam, ada yang tipis dan ada yang tebal. Apabila sudah masuk bisa manis agak masam, atau agak pahit, empuk hingga sangat lunak atau berair. Berwarna putih, kuning atau kemerah-merahan atau juga merah tembaga. Bau buah durian merupakan hasil dari minyak atsiri yang terkandung didalamnya, khususnya buah durian yang sudah masak.

3) Komposisi kimia buah durian

Buah durian merupakan buah yang tinggi kandungan karbohidratnya (28 gram/100 gram). Karbohidrat dapat berfungsi sebagai sumber energi terutama dalam bentuk zat tepung (amilum) dan zat gula (Djaelani, Achmad; 1985).

4) Proses pengolahan tepung durian

Tepung durian dapat dibuat dari bahan baku daging durian. Adapun proses pembuatannya adalah sebagai berikut :

a. Pemilihan buah

Memilih buah yang belum diperam (masih mentah) dan tidak terserang oleh hama dan penyakit.

b. Pengambilan daging buah

Mengambil daging buah dengan memisahkan dari biji dan selanjutnya mengirisnya menjadi irisan kecil-kecil.

c. Pemblancingan

Memanaskan (mengukus) daging buah pada suhu 800C selama 5 menit untuk menonaktifkan enzim pada bahan tersebut sekaligus mematikan mikroorganisme serta mempertahankan warna asli daging buah.

d. Perendaman

Merendam daging buah yang telah diblancing tadi dalam larutan natrium bisulfit konsentrasi 500 ppm selama 15 menit.

e. Pengeringan

Menjemur daging buah durian dibawah sinar matahari atau mengeringkannya dalam alat pengering buatan pada suhu 60-700C selama 6-8 jam.

f. Penghalusan

Menumbuk atau menghaluskan daging buah durian hingga menjadi tepung.

g. Pengemasan

Mengemas tepung durian dalam kantung plastik tebal.
6.3 Pati

Pati merupakan merupakan cadangan bahan bakar pada tanaman yang disimpan atau ditimbun pada berbagai jaringan penimbun, baik umbi akar, umbi rambat, umbi rimpang, empelur batang, daging buah maupun endosperm biji. Pati disimpan dalam bentuk granula yang kenampakan dan ukurannya seragam serta khas untuk tiap spesies tanaman.

Pati/amilum merupakan homopolimer D-glukosa dengan ikatan α-glikosidik, yang terdiri atas fraksi amilosa yang mempunyai struktur lurus dengan ikatan α-(1.4-D-glukosa yang larut dalam air panas dan fraksi amilopektin yang mempunyai cabang dengan ikatan α-(1.4-D-glukosa yang tidak larut dengan air panas. Sifat pati sangat ditentukan oleh panjang rantai C-nya serta lurus atau bercabang rantai molekulnya. Amilosa dan amilopektin dalam pati selalu terdapat bersama-sama dalam granula.

Granulapati tersusun secara berlapis-lapis mengelilingi pusat/atau nucleuse/atau hilum. Pembentukan granula pati ada yang dikontrol oleh suatu ritme dalam/endogenous. Sedangkan pada pati gandum struktur granulanya dikontrol oleh faktor lingkungan luar seperti, cahaya dan temperatur.

Pati mudah diperoleh dari sumber bahan berpati, dihancurkan/digiling dengan penambahan air, ditampis dengan ayakan halus atau kain saring, filtrat diendapkan, dipisahkan airnya, dikeringkan dan kemudian dibubukan.

Granula pati bersifat higroskopis, dan diikuti peningkatan diameter granula. Pati bersifat tidak larut air, karena antar molekul terikat satu dengan lainnya lewat ikatan H. Granula pati dapat dibedakan karena mempunyai bentuk dan ukuran yang berbeda-beda dan letak hilum yang unik.

a. Gelatinisasi pati

Bila pati mentah dimasukan ke dalam air dingin, granula patinya akan menyerap air dan membengkak. Namun demikian air yang terserap hanya mencapai 30% dan pembengkakannya pun terbatas. Pada air suhu 55-650C merupakan pembengkakan yang sesungguhnya dan setelah pembengkakan ini granula pati dapat kembali pada kondisi semula. Granula pati dapat dibuat membengkak luar biasa tetapi bersifat tidak dapat kembali ke kondisi semula, perubahan ini disebut selatinisasi. Suhu saat tercapainya kondisi granula pati pecah ini disebut suhu gelatinisasi.

Mekanisme terjadinya gelatinisasi adalah sebagai berikut, bila pati dipanaskan dengan adanya air yang cukup sehingga terjadi suspensi pati dalam air, maka :

1) Energi panas akan melemahkan ikatan –H sehingga air akan terserap, menyusup diantara molekul-molekulnya, granulanya akan menggelembung dan kehilangan birefrience-nya (kenampakan seperti cahaya bintang bila dilihat dibawah mikroskop polarisasi). Penggelembungan akan semakin besar dengan bertambahnya waktu dan naiknya suhu pemanasan. Viscositas suspensi pati akan meningkat karena fraksi antar molekul pati semakin besar. Sifat granula pati sampai tahan ini reversible, artinya apabila pati dipisahkan dari air dan dikeringkan sifatnya akan sama dengan sebelum pemanasan.

2) Sewaktu penyerapan air oleh granula pati telah melebihi maksimalnya, granula pati akan pecah, molekul-molekul pati akan terdispersi (larut) dalam air panas membentuk sistem koloid atau bila konsentrasi suspensi pati cukup tinggi akan terbentuk gel atau gendalan. Suspensi pati yang semula putih keruh seperti air susu akan menjadi agak jernih (translucence). Suhu saat granula pecah merupakan suhu ggelatinisasi yang besarnya tidak sama untuk setiap jenis pati.

3) Saat mencapai titik gelatinisasi viscositas akan sedikit menurun namun akan meningkat lagi bila didinginkan, karena molekul-molekul pati bergabung kembali membentuk massa seperti gel atau mengalami pengendapan (fenomena retrogradasi).

b. Suhu gelatinisasi pati

Adapun suhu gelatinisasi dapat dipengaruhi oleh, beberapa hal :

1) Konsentrasi pati, semakin tinggi konsentrasi pati (makin kental), suhu gelatinisasi akan semakin lama tercapai, sampai suhu tertentu kekentalan tidak bertambah bahkan kadang turun. Konsentrasi terbaik untuk membuat larutan gel adalah 20%. Makin tinggi konsentrasi gel yang terbentuk makin kurang kental dan setelah beberapa lama viscositasnya turun.

2) Suhu gelatinisasi dipengaruhi oleh jenis patinya, misalnya untuk jagung 62-700C, beras 68-780C, gandum 54.5-640C, kentang 58-660C dan untuk tapioka adalah 52-640C.

3) Dalam proses pembentukan jendalan pati, pati yang kandungan amilosanya relatif lebih cepat dan lebih mudah meyerap air, hasil jendalannya lebih mengembang, kukuh dan kurang lekat.

4) Pembentukan gel optimum pada pH 4-7, bila pH terlalu tinggi pembentukan gel-nya makin cepat tercapai akan tetapi cepat turun lagi.

5) Penambahan gula akan berpengaruh terhadap kekentalan gel yang terbentuk. Gula akan menurunkan kekentalan karena gula akan mengikat air sehingga pembengkakan butir-butir pati terjadi lebih lambat, sehingga suhu gelatinisasinya lebih tinggi.

c. Retrogradasi dan sineresis

Retrogradasi adalah proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi. Sebagian besar pati yang telah menjadi gel bila disimpan atau didinginkan untuk beberapa hari atau seminggu akan membentuk endapan kristal didasar wadahnya.

Sineresis merupakan proses keluarnya atau merembesnya cairan dari suatu gel dari pati. Pada pati yang dipanaskan dan telah dingin kembali, sebagian air masih berada dibagian luar granula yang membengkak. Air ini menandakan ikatan yang erat dengan molekul-molekul pati pada permukaan granula pati yang membengkak. Demikian juga dengan amilosa yang mengakibatkan granula pati membengkak. Sebagian air pada pasta yang telah dimasak tersebut berada dalam rongga-rongga jaringan yang terbentuk dari granula pati dan endapan amilosa.

d. Pengolahan pati

Pada dasarnya pengolahan pati sangat mudah. Pati mudah diperoleh dari sumber bahan berpati, seperti umbi, rimpang, empelur batang atau endosperm biji. Caranya bahan yang berpati tersebut cukup dihancurkan/digiling dengan penambahan air, ditapis dengan ayakan halus atau kain saring, filtrat diendapkan, dipisahkan airnya, dikeringkan, dibubukan. Untuk keseragaman ukurannya diayak dengan ayakan, biasanya minimal lolos ayakan 60 mesh.

1) Pengolahan Pati Keladi

Dari komponen kimia yang tampak pada tabel 6.2 komposisi kimia keladi, terlihat bahwa keladi memiliki karbohidrat yang cukup tinggi, sehingga dapat memungkinkan untuk diekstrak komponen patinya. Pengolahan pati keladi ini dapat dilakukan dengan berbagai variasi perlakuan sesuai dengan tujuan atau hasil yang dikehendaki. Perlakuan pendahuluan yang dapat dilakukan antara lain dengan perendaman dalam air kapur sebelum di ekstraksi komponen patinya. Tujuan perendaman dalam larutan kapur ini adalah untuk fortifikasi pati yang dihasilkan dengan kalsium. Mengingat kebutuhan tubuh akan mineral jenis ini sangat penting terutama dalam pencegahan osteoporosit pada wanita.

Disamping itu juga dapat dilakukan perlakuan pendahuluan dengan perendaman dalam sulfit dengan tujuan untuk memperbaiki kualitas pati yang dihasilkan, karena diharapkan sulfit akan menghambat terjadinya pencoklatan yang tidak diharapkan selama proses pengeringan.

Selanjutnya dilakukan ekstraksi komponen pati dari keladi dengan penggilingan atau pemarutan untuk merusak jaringannya sehingga pati dapat terekstrak dengan penambahan air. Kemudian disaring dengan kain saring dan filtrat yang diperoleh diendapkan. Endapat pati yang diperoleh dipisahkan dari air dan dikeringkan. Setelah kering pati dihaluskan dengan cara digiling untuk mendapatkan bentuk bubuk atau powder yang kemudian diayak dengan ayakan minimal 60 mesh. Bubuk lolos ayakan yang merupakan pati keladi yang siap untuk digunakan sebagai tepung subtitusi dalam pengolahan berbagai produk makanan yang menggunakan pati sebagai bahan bakunya.
6.4 Pengolahan Sagu

Sagu adalah tanaman tahunan yang dapat berkembang biak dengan anakan atau biji. Secara garis besar sagu digolongkan dalam dua jenis, diantaranya yang hanya berbunga sekali dan yang berbunga atau berbuah lebih dari sekali. Golongan pertama sangat penting sekali dari segi ekonomis, karena kandungan aci yang lebih tinggi. Komponen yang terbesar terkandung didalam batang sagu adalah pati sagu, yang tersusun atas dua fraksi penting, yaitu amilosa dan amilopektin.

Batang sagu merupakan bagian yang terpenting, karena merupakan gudang penyimpanan aci atau karbohidrat yang lingkup penggunaannya dalam industri sangat luas, seperti industri pangan, pakan, alkohol dan lainnya.

Tepung sagu adalah pati yang diekstrak dari batang sagu. Produk ini digunakan untuk pengolahan makanan, pakan, kosmetik, industri kimia dan pengolahan kayu. Batang sagu dapat diolah menjadi tepung sagu dengan cara sederhana menggunakan alat-alat yang biasa terdapat di dapur rumah tangga. Didalam pengolahan sagu ini banyak menggunakan air sebagai bahan pengekstrak aci dari empelur. Komponen-komponen yang larut dalam air pada sagu akan hilang, karena setelah diendapkan air akan dibuang. Komponen yang paling dominan dalam tepung sagu adalah pati (karbohidrat).
Dengan mengetahui kandungan dan sifat bahan dari tepung sagu ini, maka dapat digunakan sebagai bahan dasar pengolahan produk-produk pangan dan besar peranannya menggantikan bahan tepung yang lainnya. Atau bisa juga sebagai bahan substitusi tepung terigu. Adapun pembuatan tepung sagu adalah sebagai berikut :

a. Pengupasan

Batang sagu dikupas untuk membuang kulit luar yang keras.

b. Pemarutan

Batang sagu yang telah dikupas kulitnya diparut halus menjadi bubur sagu. Jika batang yang ditangani cukup banyak, maka batang diparut dengan alat/mesin pemarut.

c. Pembuatan larutan sulfit

Natrium bisulfit dilarutkan ke dalam air. Setiap 1 liter air ditambah dengan 3 gram senyawa natrium bisulfit. Larutan yang telah diperoleh disebut larutan sulfit. Larutan sulfit dapat dibuat dengan biaya murah dengan cara mengalirkan gas SO2 ke dalam air. Gas SO2 tersebut dibuat dengan membakar belerang (S atau sulfure).

d. Penambahan larutan sulfit dan pengadukan

Bubur hasil pemarutan ditambah larutan sulfit (1 bagian bubur ditambah dengan 1 bagian air) sehingga menjadi bubur encer. Bubur encer ini diaduk-aduk agar pati lebih banyak yang terlepas dari sel batang. Jika bubur cukup banyak, pengadukan dilakukan dengan alat pengaduk mekanis.

e. Penyaringan suspensi pati

Bubur sagu disaring dengan kain saring sehingga pati lolos dari saringan sebagai suspensi pati, dan serat tertinggal pada kain saring. Suspensi pati ini ditampung pada wadah pengendapan. Penyaringan juga dapat dilakukan dengan mesin penyaring mekanis.

f. Pengendapan pati

Suspensi pati dibiarkan mengendap didalam wadah pengendapan selama 12 jam. Pati akan mengendap sebagai pasta. Cairan diatas endapan dibuang.
g. Pengeringan

Pasta pati dijemur di atas tampah, atau dikeringkan dengan alat pengering sampai kadar air dibawah 14%. Produk yang telah kering akan gemersik jika diremas-remas. Hasil pengeringan ini disebut dengan tepung kasar.

h. Penggilingan

Tepung kasar selanjutnya ditumbuk atau digiling sampai halus (sekurang-kurangnya 80 mesh) menjadi tepung sagu.

i. Pengemasan

Tepung sagu dapat dikemas di dalam karung plastik atau kotak kaleng dalam keadaan tertutup rapat.



TEKNOLOGI MINYAK OLEORESIN

Oleoresin dapat diartikan dalam bahasa Indonesia sebagai oleo (minyak) dan resin (damar), merupakan produk yang didapat dari ekstraksi jaringan tanaman tertentu dengan menggunakan pelarut, memiliki aroma dan rasa sesuai dengan bahan yang diekstraksi. Dimasa sekarang, penggunaan oleoresin semakin meningkat karena memiliki keuntungan, khususnya dalam produk olahan/masakan.

Jenis-jenis oleoresin sudah lama dikenal, namun penggunaannya secara umum baru beberapa tahun kemudian, seperti tampak pada tabel 5.1 Jenis-jenis minyak oleoresin, dibawah ini :

Pengolahan rempah-rempah menjadi oleoresin memiliki banyak keuntungan, seperti :

1) Semua jenis bahan dapat diolah.

2) Volume ekspor akan menyusut, banyak yang berarti mengurangi biaya transpor.

3) Dalam bidang pengolahan skala besar, dapat meningkatkan efisiensi dalam pengaturan aroma dan rasa sehingga kualitas hasil produksi menjadi stabil.

4) Ampas dari fabrikasi oleoresin yang berbentuk bahan organik dapat dimanfaatkan sebagai pupuk.

Pengolahan oleoresin cukup propektif di Indonesia mengingat bahan baku yang digunakan sudah dapat disediakan dalam volume yang cukup tinggi, misalnya lada hitam dan lada putih, jahe, kunyit dan cengkeh. Dalam perdagangan internasional yang terpenting untuk diperhatikan adalah bagaimana produknya bisa memenuhi standar mutu rempah-rempah dan hasil pengolahannya (derivates) yang ditentukan oleh beberapa standar organisasi di beberapa negara.
5.1 Teori Ekstraksi

Ekstraksi merupakan salah satu cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber dari komponen tersebut. Komponen yang dipisahkan dengan ekstraksi dapat berupa padatan dari suatu sistem campuran padat-cair, berupa cairan dari suatu sistem campuran cairan-cairan atau berupa padatan dari suatu sistem padat-padat.

Ekstraksi pada dasarnya dilakukan dengan penekanan atau pengempaan, pemanasan dan penggunaan pelarut. Biasanya ekstraksi dengan pengempaan dan/atau pemanasan dikenal dengan cara mekanis. Pada ekstraksi dengan pengempaan, tekanan yang diberikan selama pengempaan akan mendorong cairan terpisah dan keluar dari sistem campuran padat-cair. Dengan kata lain tekanan yang diberikan terhadap campuran padat-cair akan menimbulkan beda tekanan antara cairan dalam bahan dalam suatu wadah dengan tekanan diluar campuran atau diluar wadah. Beda tekanan tekanan tersebut yang mengakibatkan cairan yang terekstrak. Apabila tidak ada beda tekanan, cairan tidak akan dapat mengalir keluar atau berpindah tempat. Ekstraksi dengan pemanasan pada umumnya hanya dilakukan untuk ekstraksi minyak dari bahan hewani, yang kita kenal dengan rendering. Pemanasan bahan hewani menyebabkan protein dalam jaringan tersebut menggumpal, sehingga jaringan akan mengkerut. Pengkerutan tersebut mengakibatkan tekanan dalam jaringan lebih besar daripada tekanan diluar jaringan sehingga akhirnya minyak terperas keluar. Ekstraksi cara mekanis di atas hanya dapat dilakukan untukmemisahkan komponen dalam sistem padat-cair.

Prinsip ekstraksi dengan cara pelarut sangat berbeda dengan cara ekstraksi mekanis. Apabila ekstraksi mekanis berdasarkan perbedaan tekanan, tetapi ekstraksi pelarut. Komponen yang larut dapat berupa cairan maupun padat sehingga ekstraksi dengan pelarut dapat dilakukan untuk ekstraksi komponen cair dari sistem campuran cair-cair maupun cair-padat dan ekstraksi komponen padat dari sistem padat-padat maupun padat-cair.

Sebagai produk utama dari ekstraksi pada umumnya adalah ekstraknya, yaitu campuran pelarut dengan komponen yang larut pada ekstraksi menggunakan pelarut. Apabila ekstraksi dengan pengempaan maka sebagai produk utama adalah cairan yang terekstraksi. Akan tetapi kadang-kadang justru ampas atau residu adalah sebagai produk utama. Dalam hal ini walaupun prosesnya ekstraksi, tetapi lebih sesuai disebut pencucian, yaitu penghilangan komponen yang larut dalam pelarut. berdasarkan pada kelarutan komponen-komponen terhadap pelarut dalam suatu campuran

Secara umum jumlah ekstrak yang diperoleh dari suatu proses ekstraksi dapat dipandang sebagai jumlah fluida yang mengalir dan dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
Jumlah ekstrak yang terpisah, mengalir keluar dari suatu campuran berbanding lurus dengan beda potensial dan berbanding terbalik dengan dengan tahanan yang dialami oleh fluida tersebut untuk mengalir. Dengan demikian jumlah ekstrak yang diperoleh dapat dimanipulasi dengan mengatur beda potensial dan tahanan. Apabila beda potensial makin besar pada tahanan yang relatif tetap, maka jumlah ekstrak yang dihasilkan juga makin besar. Sebaliknya, demikian juga dengan memperkecil tahanan dapat dihasilkan ekstrak lebih banyak.
5.2 Ekstraksi Dengan Pelarut

Ektraksi dengan pelarut dilakukan berdasarkan sifat kelarutan komponen di dalam pelarut yang digunakan. Komponen yang larut dapat berbentuk padat maupun cair, dipisahkan dari benda padat atau cair. Pada umumnya ekstraksi sistem padat-cair digunakan untuk bahan yang berupa padatan kering. Contoh ekstraksi sistem padat-cair :

1) Ekstraksi gula dari bahan dasarnya, misalnya dari beets, dalam hal ini bahan yang diekstraksi merupakan campuran padatan dan larutan.

2) Ekstraksi minyak dari biji-bijian, tulang, hati dan sebagainya, dalam hal ini bahan yang diekstraksi berupa padatan yang mengandung sedikit air.

3) Ekstraksi dari beberapa komponen, seperti protein, pektin, vitamin, minyak atsiri, zat warna dan sebagainya yang berasal dari beberapa bahan yang berbeda.

Dalam ekstraksi dikehendaki untuk mengambil komponen yang larut dalam pelarut. Oleh karena itu perlu dilakukan pemilihan pelarut yang selektif, yaitu pelarut yang hanya dapat melarutkan komponen yang akan diambil atau dipisahkan. Pelarut harus mempunyai viscositas yang cukup rendah sehingga mudah disirkulasi. Pada umumnya pelarut yang murni digunakan pada permulaan ekstraksi, setelah proses berlangsung konsentrasi komponen yang terlarut akan besar, sehingga kecepatan ekstraksi makin menurun.

Ekstraksi sistem cair-cair digunakan untuk memisahkan satu atau lebih komponen yang berada dalam larutan dengan menggunakan pelarut yang sesuai. Ekstraksi tersebut mirip pada ekstraksi padat-cair, hanya perbedaannya bahwa pada ekstraksi cairan-cairan sebagai inert adalah juga cair. Proses tersebut merupakan alternative dari proses lain, seperti destilasi. Hal ini terjadi apabila pemisahan dengan destilasi mengalami kesulitan, misalnya titik didih dari komponen yang bersangkutan hampir sama, atau titik didih komponen yang dipisahkan terlalu tinggi, sehingga akan mengalami kerusakan.
5.3 Ekstraksi Oleoresin

Untuk mendapatkan oleoresin, pada dasarnya dapat ditempuh dengan proses ekstraksi dari bahan yang telah dihancurkan dengan menggunakan pelarut organik yang mudah menguap. Pelarut kemudian dipisahkan dari oleoresin yang dihasilkan melalui destilasi vacum. Adapun macam-macam ekstraksi oleoresin, yaitu :

1) Ekstraksi secara langsung (satu tahap)

2) Ekstraksi secara tak langsung (dua tahap)

Pada ekstraksi secara secara langsung diperlukan ketelitian supaya minyak atsiri dari bahan tidak terbawa oleh pelarut yang dipisahkan dari oleoresinnya (recovered solvent). Sedangkan pada ekstraksi secara tak langsung, dapat.

Jenis-jenis pelarut yang dapat dimanfaatkan dalam ekstraksi oleoresin dapat dibedakan menjadi pelarut yang mengandung zat klor (chlorinated solvent) dan pelarut yang tidak mengandung zat klor (non-clhorinated solvent). Pelarut yang mengandung zat klor bersifat toxis, sehingga bila digunakan, oleoresin yang dihasilkan akan diperoleh mengandung residu pelarut tersebut menghasilkan oleoresin yang optimal, namun memerlukan ekstra peralatan dan pengerjaan sehingga dapat menambah biaya dan tenaga kerja maksimum 30 ppm.

PENGOLAHAN MINYAK ATSIRI

Minyak atsiri secara umum terdiri atas unsur-unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O) dan kadang-kadang juga terdiri atas nitrogen (N) serta belerang (S). Minyak atsiri mengandung resin dan lilin dalam jumlah kecil yang merupakan komponen yang tidak dapat diuapkan. Berdasarkan komposisi kimia dan unsur-unsurnya minyak atsiri dibagi dua, yaitu : Hydrocarbon dan Oxygeneted hydrocarbon.


Hydrocarbon memiliki unsur-unsur hydrogen (H) dan karbon (C. Hydrocarbon terdiri atas senyawa terpene. Jenis hydrocarbon yang terdapat dalam minyak atsiri sebagian besar terdiri atas : monoterpene (2 unit isoprene), sesquineterpen (3 unit isoprene), diterpene (4 unit isoterpene), politerpene, parafin, olefin dan hydrocarbon aromatik. Komponen hydrocarbon dominan menentukan bau dan sifat khas dari setiap jenis minyak atsiri. Sebagai contoh, minyak jeruk mengandung 90% limonen. Oxygeneted hydrocarbon mengandung unsur-unsur karbon (C), hydrogen (H), dan oxygen (O). Yang termasuk oxygeneted hydrocarbon adalah : persenyawaan alkohol, aldehida, keton, oksida, ester dan eter. Ikatan karbon dalam oxygeneted hydrocarbon ada yang jenuh dan ada yang tidak jenuh.

4.1 Sifat Umum Minyak Atsiri Dan Kegunaannya

Ada beberapa hal yang menjadi sifat umum dan ciri khas serta kegunaan dari minyak atsiri, diantaranya :

a. Banyak istilah yang digunakan untuk menyebut minyak atsiri, antara lain : essetile oils, etherial oils, volatile oils, minyak kabur, minyak terbang, dan lain sebangainya.

b. Minyak atsiri mudah menguap pada suhu kamar dengan komposisi berbeda-beda sesuai sumber penghasilanya.

c. Minyak atsiri dihasikan dari bagian tertentu jaringan tanaman seperti, akar, batang, kulit dan daun serta bagian bunga.

d. Di dalam perdagangan nasional, masing-masing minyak atsiri memiliki nama dagang tersendiri tergantung pada jenis tanaman yang menghasilkannya, misalnya : minyak atsiri yang berasal dari tanaman alpukat bernama dagang avocado oils, minyak jahe (ginger oils), minyak akar wangi (vetiver oils), minyak cengkeh (clove oils) dan sebagainya.

Kegunaan minyak atsiri diantaranya adalah sebagai berikut, yaitu :

a. Kegunaan minyak atsiri sangat luas dan spesifik, khususnya dalam berbagai bidang industri.

b. Minyak atsiri banyak digunakan sebagai bahan pewangi dan penyedap (flavoring), terutama bagi bangsa-bangsa yang sudah maju dan sudah digunakan sejak beberapa abad yang lalu.

c. Beberapa jenis minyak atsiri dapat digunakan sebagai bahan antiseptik internal dan eksternal atau sebagai bahan antienzimatik maupun sebagai stimulants untuk obat sakit perut. Dimana minyak atsiri mempunyai sifat membius, merangsang, atau memuakan. Disamping itu juga ada beberapa minyak atsiri lainnya dapat digunakan sebagai obat cacing.

d. Rempah-rempah dan minyak atsiri dengan flavour yang khas, telah digunakan sebagai penyedap masakan sejak beberapa abad yang lalu. Selain mempunyai bau yang menyenangkan, minyak atsiri juga membantu pencernaan dengan merangsang sistem saraf sekresi, sehingga akan keluar getah lambung yang mengandung enzim seperti pepsin, trypsin, lipase, amilase disekresikan ke dalam lambung dan usus hanya distimulir oleh bau dan rasa bahan pangan. Dengan mencium bau-bau tertentu, maka akan keluar cairan getah sehingga rongga mulut dan lambung menjadi basah.

e. Minyak atsiri dapat menetralisir bau yang tidak enak dari bahan, seperti bau busuk pada kulit sintesis. Sebagai contoh ialah penambahan senyawa-senyawa aromatik (dalam minyak atsiri) ke produk tertentu, seperti karet sintetik dan lateks.
f. Contoh lain kegunaan minyak atsiri dalam industri adalah :

 Industri parfum dan toilet : perlengkapan bayi, perlengkapan mandi, penghilang bau badan, lipstick, obat cuci, pembuatan obat kuku, bedak, krim, obat penghilang bulu, dan lainnya.

 Industri karet : berbagai macam produk karet sintetis, mainan, senyawa tahan air.

 Industri sabun : bubuk pembersih, detergent, sabun cuci, sabun mandi, sampo dan lainnya.

 Industri minuman : cola drink, ginger laes, soft drink dan lainnya.
4.2 Metode Penyulingan

Dalam industri minyak atsiri dikenal tiga macam metode penyulingan, yaitu :

- Penyulingan dengan air (water distillation).

- Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation).

- Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation).

Berikut adalah beberapa penjelasan dari ketiga macam metode penyulingan tersebut.

a) Penyulingan dengan air (water distillation)

 Pada metode ini, bahan yang akan disuling mengalami kontak langsung dengan air mendidih. Bahan tersebut mengapung diatas air atau terendam secara sempurna tergantung dari bobot jenis dan jumlah bahan yang disuling.

 Beberapa jenis bahan (misalnya bungan mawar) harus disuling dengan metode ini, karena bahan harus tercelup dan dapat bergerak bebas dalam air mendidih. Jika di suling dengan metode uap langsung, bahan akan melekat dan membentuk gumpalan besar yang kompak, sehingga uap tidak dapat berpenetrasi ke dalam bahan.
b) Penyulingan dengan air dan uap (water and steam distillation).

 Pada metode ini, bahan olah diletakan di atas rak-rak atau saringan berlubang. Ketel suling di isi dengan air sampai permukaaan air berada tidak jauh di bawah saringan.

 Ciri khas dari metode ini adalah uap selalu dalam keadaan basah, jenuh dan tidak terlalu panas serta bahan yang disuling hanya berhubungan dengan uap dan tidak dengan air panas.

c) Penyulingan dengan uap langsung (steam distillation).

 Prinsipnya sama dengan metode penyulingan sebelumnya, tetapi air tidak di isi dalam ketel. Uap dialirkan melalui pipa uap melingkar yang berpori terletak dibawah bahan, dan uap bergerak ke atas melalui bahan yang terletak di atas saringan.
4.3 Peralatan Penyulingan

Alat-alat yang diperlukan dalam penyulingan tergantung pada banyaknya bahan dan metode penyulingan yang dilakukan. Ada tiga bagian alat yang utama yang merupakan peralatan dasar. Khusus untuk penyulingan uap, diperlukan bagian alat tambahan, yaitu ketel uap. Adapun peralatan penyulingan tersebut diantaranya adalah :

- Ketel suling (retort)

- Pendingin (kondensor)

- Penampung hasil kondensasi (receiver)

- Ketel uap

a) Ketel suling (retort)

 Ketel suling berfungsi sebagai wadah tempat air dan/atau uap untuk mengadakan kontak dengan bahan serta untuk menguapkan minyak atsiri.

 Ketel suling yang sederhana berbentuk silinder atau tangki yang dilengkapi dengan tutup yang dapat dibuka atau diapitkan pada bagian atas penampung ketel. Pada atau dekat penampang atas tangki dipasang pipa berbentuk leher angsa(gooseneck) untuk mengalirkan uap ke kondensor.

 Pada metode penyulingan dengan air, ketel suling dapat digunakan dengan cara memasukan air dan bahan, kemudian penutup dipasang dan selanjutnya di bagian bawah ketel dipanaskan.

 Pada penyulingan air dan uap, dipasang suatu saring (grid) atau dasar semu di atas ketel suling sehingga air yang mendidih tidak kontak dengan bahan.

 Pada penyulingan uap langsung, saringan (grid) ditempatkan didekat dasar ketel. Uap dialirkan melalui suatu pipa uap, biasanya merupakan pipa melingkar yang berlubang atau melintang di bawah saringan. Pipa uap tersebut dilengkapi dengan lubang-lubang kecil yang berdiameter kurang lebih 1/8 inci atau luas total permukaan lubang-lubang tersebut tidak boleh lebih besar dari luas mulut pipa melingkar yang digunakan. Jika luas total permukaan lubang-lubang lebih besar, maka uap air akan keluar dari lubang yang pertama sebelum mencapai seluruh panjang pipa uap. Dengan kata lain, uap harus dimasukan ke dalam ketel sedemikian rupa sehingga didistribusikan di dasar ketel dan menembus bahan yang disuling secara merata.

 Ketel yang digunakan pada metode penyulingan air mempunyai ukuran diameter yang lebih besar dari tinggi ketel. Hal ini untuk menghindari tekanan yang disebabkan oleh berat bahan dan partikel-partikel tanaman akan bergerak bebas dalam air mendidih, sehingga proses penyulingan lebih cepat, rendemen dan mutu minyak atsiri yang dihasilkan lebih baik.

 Ketel yang digunakan pada penyulingan air dan uap sebaiknya mempunyai diameter yang sama dengan intinya.

 Pada penyulingan uap langsung, ukuran tinggi ketel harus lebih besar dari ukuran diameternya sehingga uap lebih lama kontak dengan bahan yang disuling. Pada umumnya diameter ketel paling besar 6-8 ft, dan jika diinginkan kapasitas yang lebih besar, maka ukuran ketel lebih baik diperbesar dengan menambah ukuran tinggi daripada ukuran diameternya.

 Pengisian bahan ke dalam ketel tidak boleh terlalu penuh, karena dapat menyebabkan distribusi uap yang tidak merata dan tekanan disekitar dasar ketel akan bertambah tinggi. Rancangan suatu bentuk ketel harus didasarkan pada volume bahan yang diolah dan bertambah volume bahan (kira-kira1/3 dari volume bahan olah).

 Hubungan antara tinggi dan diameter yang digunakan tergantung dari sifat porositas bahan yang diolah. Ketel yang berukuran lebih tinggi cocok digunakan untuk menyuling bahan yang bersifat porous sedangkan ukuran ketel yang lebih rendah cocok untuk menyuling bahan yang bersifat lebih kompak.

 Bahan dasar untuk ketel suling dahulunya dibuat dari logam tembaga, karena tahan lama (awet) dan mempunyai mutu yang tidak berubah walaupun telah mengalami perombakan dan bagian dalam dari ketel dilapisi kaleng (timah) tebal. Minyak atsiri yang dihasilkan akan mengandung tembaga, biasanya berwarna hijau kebiruan dan harus dipucatkan terlebih dahulu sebelum diperdagangkan. Plat aluminium dapat digunakan sebagai bahan ketel suling dan minyak yang dihasilkan mempunyai kualitas baik (satisfacory result), tetapi minyak yang mengandung gugusan fenol akan bereaksi dengan aluminium.

 Saat sekarang, ketel suling pada penyulingan uap sekala besar menggunakan bahan berupa lembaran besi galvanize yang dapat menghasilkan minyak atsiri bermutu baik.

b) Pendingin (kondensor)

 Kondensor berfungsi untuk mengubah seluruh uap air dan uap minyak menjadi fase cair.

 Jumlah panas yang dikeluarkan pada peristiwa kondensasi sebanding dengan panas yang diperlukan untuk menguapkan minyak dan air. Sejumlah kecil panas tambahan dikeluarkan untuk mendinginkan hasil kondensasi, yang berguna untuk menjaga supaya suhunya di bawah titik didih.

 Besarnya panas yang dapat dibebaskan oleh uap sewaktu mengembun dapat dinyatakan sebagai berikut :












 Faktor yang mempengaruhi nilai U pada proses kondensasi adalah kecepatan aliran air pendingin yang melewati permukaan kondensor, kecepatan aliran uap dan jenis bahan kondensor.

 Macam-macam tipe kondensor :

- Kondensor zigzag

- Kondensor pipa lurus

- Kondensor berpilin

- Kondensor tubular

c) Penampung hasil kondensasi (receiver)

 Alat penampung kondensat biasanya berupa alat pemisah minyak (decanter) yang berfungsi untuk memisahkan minyak dari air suling (condesed water), dimana air suling tersebut akan terpisah secara otomatis dari minyak atsiri.

 Sebagian besar alat pemisah minyak dirancang berdasarkan botol florentine. Botol florentine berukuran kecil biasanya terbuat dari kaca, sedangkan yang berukuran besar terbuat dari timah, tembaga berlapis timah (tinned copper), aluminium atau besi galvanized.

d) Ketel uap

 Ketel uap berfungsi sebagai sumber penghasil uap.

 Ukuran ketel uap tergantung pada jumlah uap yang dibutuhkan.

 Ketel uap harus dilengkapi sistem alat pengukur jumlah air dan tekanan, katup pengaman pada tekanan tinggi, pompa atau injektor untuk mensirkulasikan air dan pipa-pipa yang dapat diawasi secara manual.
Adapun kelemahan-kelemahan dalam metode penyulingan diantaranya, yaitu :

• Penyulingan dengan uap air atau air mendidih yang relatif lama cenderung merusak komponen minyak karena proses hidrolisis, polimerisasi dan resinifikasi.

• Komponen minyak yang bertitik didih tinggi, khususnya yang larut dalam air tidak dapat diangkut oleh uap air sehingga rendemen minyak yang dihasilkan lebih rendah.

• Komponen tertentu dapat terurai di dalam air suling dan tidak dapat diperoleh kembali.

• Sejumlah kecil minyak yang sedang di suling dapat larut di dalam air suling yang besar jumlahnya.

4.5 Ekstraksi Dengan Pelarut

Metode ini pertama kali dikenalkan pada tahun 1835 oleh Robiquet, kemudian Buchner dan Favrot melakukan percobaan ekstraksi bunga dengan menggunakan pelarut dietil eter. Hirzel pada tahun 1874 menyarankan bahwa petroleum eter merupakan pelarut yang sangat baik digunakan dan telah dicoba dibeberapa negara eropa.

Cara kerja ekstraksi dengan pelarut yaitu dengan cara memasukan bunga/bahan yang akan diekstraksi ke dalam ketel ekstraktor khusus, dan kemudian ekstraksi berlangsung secara sistematik pada suhu kamar, dengan menggunakan petroleum eter sebagai pelarut. Pelarut akan berpenetrasi ke dalam bahan (bunga) dan melarutkan minyak serta beberapa jenis lilin maupun zat warna. Larutan tersebut kemudian dipompa ke dalam evaporator dan minyak dipekatkan pada suhu rendah dalam keadaan vakum sehingga diperoleh minyak yang pekat.

Semua minyak yang diekstraksi dengan pelarut mempunyai warna gelap, karena mengandung pigmen alami yang bersifat tidak dapat menguap. Sedangkan minyak hasil penyulingan uap, umumnya berwarna cerah dan bersifat larut dalam alkohol 95%. Minyak hasil ekstraksi dengan pelarut mempunyai keunggulan, yaitu mempunyai bau yang mirip bau wangi alamiah. Beberapa jenis bunga, misalnya bunga melati, sedap malam, akasia, dan mimosa tidak menghasilkan mutu minyak jika disuling dengan uap, sehingga harus diekstraksi dengan pelarut.

Faktor yang paling menentukan hasilnya pada proses ekstraksi adalah mutu dari pelarut yang digunakan. Pelarut yang ideal harus memenuhi persyaratan-persyaratan sebagai berikut :

1) Dapat melarutkan semua zat wangi bunga dengan cepat dan sempurna, dan sedikit mungkin melarutkan bahan seperti lilin, pigmen, senyawa albumin (selektif).

2) Mempunyai titik didih yang cukup rendah supaya pelarut mudah diuapkan tanpa menggunakan suhu tinggi.

3) Pelarut tidak boleh larut dalam air.

4) Bersifat inert, sehingga tidak bereaksi dengan komponen minyak.

5) Mempunyai titik didih yang seragam, dan jika diuapkan tidak akan tertinggal dalam minyak.

6) Harga pelarut harus serendah mungkin, dan tidak mudah terbakar



Tidak ada pelarut yang memenuhi semua syarat diatas, namun pelarut yang dianggap baik untuk ekstraksi adalah petroleum eter dan benzena (benzol). Walaupun secara umum proses ekstraksi dengan pelarut menguntungkan, namun tidak mudah diterapkan dibandingkan dengan penyulingan uap. Penyulingan uap merupakan suatu proses yang lebih sederhana, karena terdiri dari alat penyuling yang dapat dipindah-pindahkan, sehingga penyulingan api langsung dapat dilakukan di daerah-daerah terpencil, sedangkan ekstraksi dengan pelarut memerlukan alat yang sangat rumit dan mahal, membutuhkan tenaga kerja yang terlatih. Biaya ekstraksi relatif mahal dan sedikit saja kesalahan dalam proses dapat menyebabkan kerugian yang besar. Hilangnya pelarut selama proses akan menambah biaya produksi.

Ekstraksi dengan pelarut, baik yang dilakukan hanya pada bahan yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi, terutama minyak bunga. Kehilangan 10 liter pelarut per 100 kilogram bunga, merupakan suatu beban biaya yang tidak berarti pada pembuatan minyak melati, tetapi minyak yang harganya murah secara ekonomi, maka kehilangan beberapa liter pelarut saja akan mengakibatkan kerugian.