KEJARLAH ILMU SAMPAI KE NEGERI CINA

“Jadilah manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum”

(Mahatma Gandhi)

Sabtu, 05 April 2014

Teknologi Penanganan dan Pengolahan Limbah Kopi

PERTEMUAN 1. Teknologi Penanganan Limbah Kopi Oleh : Anto Susanto, S.ST., M.P. Indonesia merupakan salah satu negara penghasil kopi di dunia. Luas areal kopi di Indonesia mencapai 1.354.000 ha dengan nilai produksi mencapai 733.000 ton dan produktivitas mencapai 743 kg/ha pada tahun 2012 (Azwar, 2012). Sebelum menjadi kopi siap seduh, biji kopi melalui beberapa proses pengolahan. Tahapan proses pengolahan kopi juga menghasilkan limbah/produk samping yang cukup melimpah. Secara morfologi buah kopi terdiri dari beberapa bagian, yaitu: kulit luar, kulit buah, kulit ari, kulit cangkang, biji, dan tangkai (Gambar 1 dan Gambar 2). Pengolahan kopi dibagi menjadi dua proses, yaitu: proses kering dan proses basah. Masing-masing proses menghasilkan limbah yang sedikit berbeda. Limbah yang dihasilkan dari proses kering. Untuk setiap pengolahan 100 kg buah kopi akan dihasilkan : a)15,95 kg (55%) Biji kopi b)13,05 kg (45%) Kulit gelondong kering Kulit gelondong kering terdiri dari kulit cangkang, lendir, dan kulit buah dengan perbandingan 11,9 : 4,9 : 28,7. Kandungan kulit gelondong kering : a)12,4% gula reduksi b)2.02 % gula non pereduksi c)6.52% senyawa pektat d)20,7% protein kasar e)20.8% serat kasar (Wilboux, 1963; Elias, 1979; dalam Widyotomo, 2013) Lendir kering mengandung : a)35% pectin b)30% gula pereduksi c)17% selulosa dan abu (Bressani, 1979 dalam Widyotomo, 2013) Literatur lain menyebutkan bahwa buah kopi kering terdiri dari : a)55,4% biji kopi pasar, b)28,7% kulih buah (pulp) kering, c)11,9% kulit cangkang, d)4,9% lendir kering (Elias, 1979) Kulit buah kering terdiri dari : a)12,6% air, b)21% serat kasar, c)8,3% abu d)12,4% gula pereduksi e)44,4% ekstrak nitrogen Kulit cangkang terdiri dari: a)7,8% air b)77% serat kasar c)0,5% abu d)18,9% ekstrak nitogen Jika melalui proses basah limbahnya adalah setiap pengolahan 1 ton buah kopi akan menghasilkan : a)20 m3 air limbah b)200 kg kulit kopi kering A. KOMPOSISI LIMBAH KOPI Limbah kopi dibedakan menjadi dua macam, yaitu limbah pada pengolahan kopi merah (masak) dan limbah pengolahan kopi hijau (mentah). Pengolahan kopi merah diawali dengan pencucian, perendaman, dan pengupasan kulit luar. proses ini akan menghasilkan 65 persen biji kopi dan 35 persen limbah kulit kopi. Biji kopi lalu dikeringkan dengan oven. Hasilnya adalah biji kopi kering oven (31 %), yang akan digiling untuk menghasilkan kopi bubuk (21 %). Sedangkan 10 persen lagi berupa limbah kulit dalam. Proses pengolahan kopi hijau diawali dari penjemuran sampai bobotnya mencapai 38 persen dari bobot basah. kopi kering digiling dan menghasilkan kopi bubuk (16,5 %). Sisanya, 21,5 persen, berupa campuran limbah kulit luar dan kulit dalam. Limbah cair hasil proses pengolahan kopi mengadung tingkat polusi yang tinggi. Komponen utama limbah cair adalah bahan-bahan organik, yang berasal dari depulping dan proses pengelupasan kulit kopi yang berlendir. Mayoritas dari material organik di dalam limbah cair tersebut mengandung nilai COD yang sangat tinggi sebesar 50000 mg/l, sedangkan BOD mencapai 20000 mg/l. B. UPAYA DAN TAHAPAN MINIMALISASI LIMBAH KOPI Upaya miinimasi limbah kopi dapat dibagi menjadi dua, upaya minimasi limbah pada kopi dan upaya minimasi limbah cair kopi. 1. Upaya minimasi limbah padat kopi Berikut adalah beberapa cara untuk meminimalisasi limbah padat kopi yang banyak terdiri dari kulit luar dan kulit dalam kopi : a.Limbah kopi untuk pengganti briket batubara Limbah kopi dapat dijadikan sebagai pengganti briket batubara. Hal ini telah dilakukan oleh PT Sari Incoofood di Pematang Siantar, Sumatera Utara. Dari 1 kilogram ampas kopi yang dihasilkan dalam proses pengolahan biji kopi dapat dihasilkan sebanya 4 ons briket. Pengolahan itu dilakukan dengan mengambil ampas biji kopi. Proses pengolahan cukup sederhana yaitu dilakukan dengan cara mengeringkan limbah kopi. Selanjutnya, limbah dijadikan arang dan kemudian dicetak. Briket dari limbah kopi itu siap dipakai dalam bentuk cetakan bulat, sebesar buah kemiri. Cara memanfaatkannya sama dengan briket batu bara. b.Limbah kopi untuk biodiesel Pengolahan limbah kopi untuk biodiesel ini diproses dengan cara meng-ekstraksi kandungan minyak biodiesel yang ada dalam limbah kopi. Limbah kopi mengandung biodiesel sebesar 10% sampai dengan 20%. Dari total kapasitas produksi kopi dunia yang hampir mencapai angka 16 milyar pon per tahun, diperkirakan berpotensi menghasilkan biodiesel sebesar 340 juta galon. c.Limbah kopi untuk pakan ternak Limbah kopi yang dipakai untuk pakan ternak berasal dari kulit kopi. Formula pakan seimbang dengan menggunakan limbah kulit kopi untuk penggemukan ada takarannya. Cara pembuatannya adalah campurkan air dengan gula pasir, urea, NPK dan campur dengan Asperigillus Niger kemudian diaerasi 24-36 jam, dan setiap beberapa jam buihnya dibuang. Larutan Asperigillus siap dipakai. limbah kopi dicampur dengan larutan Asperigillus yang siap pakai lalu didiamkan selama 5 hari, maka jadilah limbah kopi terfermentasi. Kemudiaan limbah ini dikeringkan, setelah limbah tersebut kering giling sehingga menjadi tepung limbah kering yang siap menjadi makanan ternak. Hasil yang didapat dari penggunaan limbah kopi ini sangat baik yaitu dapat menghasilkan pertambahan bobot badan kambing dengan menggunakan terapan tehnologi itu rata-rata 108 gram per hari. 2. Upaya Minimalisasi Limbah Cair Kopi Kandungan COD dan BOD yang tinggi dalam limbah cair kopi dapat dikurangi dengan penyaringan dan pemisahan pulp. Pada cara ini kandungan COD dan BOD menjadi jauh lebih rendah, yaitu mencapai 3429-5524 mg/l untuk COD dan 1578-3248 mg/l untuk BOD. Bahan-bahan organik padat yang berupa pektin dapat diambil langsung dari air. Jika pektin tidak diambil, maka akan ada kenaikan pH dan COD. Untuk memaksimalkan proses anaerobik pada limbah cair tersebut, maka diperlukan tingkat pH sebesar 6,5-7,5, sementara tingkat pH limbah cair kopi adalah 4, yang merupakan tingkat pH sangat asam. Hal ini bisa diatasi dengan penambahan kalsium hidroksida (CaOH2) kepada limbah cair kopi. Hasilnya, tingkat solubilitas pektin dapat meningkat serta peningkatan COD dari rata-rata 3700 mg/l kepada rata-rata 12650 mg/l. The Central Pollution Control Board (CPCB) India telah menyarankan sebuah solusi tekhnis yang berdasarkan desain National Environmental Engineering Research Institute (NEERI) untuk mengoolah limbah kopi. Saran dari CPCB ini terdiri dari 3 fase: fase pertama adalah fase netralisasi di mana limbah yang bersifat asam dinetralkan dengan kapur, lalu diikuti dengan pengolahan anerobik dalam laguna dan yang terakhir adalah fase aerobik. Tujuan pengolahan ini adalah untuk menyusaikan BOD dan COD sesuai dengan tingkat yang tingkat yang tak membahayakan. Biogas reaktor atau bioreaktor juga bisa menjadi alternatif pilihan untuk mengolah limbah cair kopi dengan cara anaerobik. Tingkatan-tingkatan pada pengolahan effluen dari kopi yang “dibersihkan” dan diatur oleh biogas. Tiga komponen utama pada bioreaktor adalah tanki penyamaan, digester, dan tanki daur ulang. Effluen dari unit pengolahan kopi (dengan BOD/COD yang tinggi) ditambahkan dengan kapur pada tanki penyamaan. Tujuannya adalah untuk mengurangi asiditas dengan meningkatkan pH ke sekitar 6.5 sampai 7.5. Effluen tersebut kemudian dialirkan ke digester. 2 bulan setelah sesi pulping, kotoran sapi segar dan biomasa kemudian ditambahkan ke digester untuk memulai proses anaerobik. Hasilnya adalah biogas (campuran CH4 dan CO2 dengan rasio 3:2). Gas ini disimpan di gas bags untuk menjadi sumber bahan bakar gas. Air limbah kemudian menuju tanki daur ulang untuk dialirkan kembali ke digester selama 2-3 jam per hari untuk mencapai pengurangan BOD/COD yang lebih jauh. Setelah di daur ulang, air limbah dapat digunakan untuk sesi pulping serta dimanfaatkan untuk kegiatan lain tetapi tak bisa diminum langsung. C. DAMPAK LIMBAH KOPI Seperti telah tertulis pada tabel 1, Limbah kopi mengandung beberapa zat kimia beracun seperti alkaloids, tannins, dan polyphenolics. Hal ini membuat lingkungan degradasi biologis terhadap material organik lebih sulit. Dampak lingkungan berupa polusi organik limbah kopi yang paling berat adalah pada perairan di mana effluen kopi dikeluarkan. Dampak itu berupa pengurangan oksigen karena tingginya BOD dan COD. Substansi organik terlarut dalam air limbah secara amat lamban dengan menggunakan proses mikrobiologi dalam air yang membutuhkan oksigen dalam air. Karena terjadinya pengurangan oksigen terlarut, permintaan oksigen untuk menguraikan organik material melebihi ketersediaan oksigen sehingga menyebabkan kondisi anaerobik. Kondisi ini dapat berakibat fatal untuk makhluk yang berada dalam air dan juga bisa menyebabkan bau, lebih jauh lagi, bakteri yang dapat menyebabkan masalah kesehatan dapat meresap ke sumber air minum. Meskipun kopi enak diminum, namun, limbahnya “tidak enak” bagi lingkungan lingkungan kita. Oleh karena itu, limbah kopi haruslah diolah agar tidak membahayakan kesehatan. Industri pengolahan kopi memiliki tanggung jawab untuk menerapkan prinsip pengendalian limbah secara cermat dan terpadu baik di dalam proses produksi (in-pipe pollution prevention) maupun setelah proses produksi (end-pipe pollution prevention). Pengendalian dalam proses produksi bertujuan untuk meminimalkan volume limbah yang ditimbulkan, juga konsentrasi dan toksisitas kontaminannya. Sedangkan pengendalian setelah proses produksi dimaksudkan untuk menurunkan kadar bahan pencemar sehingga pada akhirnya air tersebut memenuhi baku mutu yang sudah ditetapkan. Proses pengolahan kopi dilakukan dengan beberapa tahap mulai dari pengupasan kulit sampai kopi menjadi produk akhir berupa kopi bubuk. Dari tahapan-tahapan tersebut diperoleh limbah yang berupa limbah cair dan limbah padat yaitu berupa air sisa pencucian kopi dan limbah kulit kopi dan sisa sortasi. Pengolahan dari limbah tersebut perlu dilakukan agar keseimbangan ekosistem tetap terjaga dan penggunaan sumber daya dapat diminimalisir. Pengolahan limbah cair yang dihasilkan pada limbah industri kopi dapat dilakukan dengan membuat instalasi pengolahan air limbah (wastewater treatment plan). Unit-unit yang diperlukan dalam pembuatan instalasi ini antara lain: bak ekualisasi, bak sedimentasi, clarifier, bak aerasi, penampung lumpur aktif, bak kontrol dan bak pengering. Bak ekualisasi digunakan untuk mengurangi fluktuasi aliran dan beban air limbah, serta sebagai tempat penampungan air limbah sehingga proses pengolahan limbah selanjutnya dapat berlangsung secara kontinyu. Selanjutnya pada bak sedimentasi air limbah dipisahkan dari padatan-padatan yang ikut terbawa seperti pulp, ranting kayu, daun, plastik dan pengotor lainnya. Air limbah yang telah dipisahkan dari padatan-padatan tersebut kemudian dialirkan pada clarifier untuk diendapkan biomassa yang mungkin terlarut sehingga diperoleh hasil pengolahan air limbah yang lebih baik dengan kandungan bahan organik rendah. Kemudian limbah diolah secara biologis pada kolam aerasi. Tahap akhir dari pengolahan limbah cair ini dilakukan dengan mengalirkan air pada bak kontrol untuk diperiksa tingkat toksiknya dengan menggunakan ikan sebagai parameter. Biomassa yang diperoleh berupa sludge atau lumpur aktif dari clarifier selanjutnya ditampung pada bak penampung lumpur aktif dan dikeringkan pada bak pengering hingga dihasilkan sludge kering yang dapat digunakan untuk pengomposan. Disamping cara diatas, pengolahan limbah cair dari industri kopi juga dapat dilakukan dengan melakukan pengolahan secara anaerobik karena kandungan bahan organik pada limbah cair industri kopi yang sangat tinggi. Teknik pengolahan seperti ini memanfaatkan reaksi fermentasi secara alami yang akan dilakukan oleh mikroorganisme dengan biaya yang relatif lebih murah. Selain itu, pengolahan anaerobik juga menghasilkan gas bio yang dapat digunakan sebagai sumber energi. Selain limbah cair, industri kopi juga menghasilkan limbah padat berupa kayu atau ranting-ranting dari batang kopi yang diperoleh pada tahap sortasi. Limbah padat tersebut dapat dikelola dengan menjadikannya bahan baku pembuatan pupuk organik yang dapat dijual dan menambah pemasukan untuk perusahaan tersebut. Selain itu, pada proses pengolahan kopi merah (masak) yang diawali dengan pencucian, perendaman, dan pengupasan kulit luar ini akan menghasilkan 60-64% biji kopi dan 26-30% limbah kulit kopi. Setelah proses pengeringan juga dihasilkan limbah jenis padat berupa 10% limbah kulit dalam kopi. Limbah padat dari kulit kopi tersebut dapat diolah menjadi pakan ternak. Limbah kulit kopi mengandung protein kasar 10,4 % atau hampir sama dengan bekatul. Sedangkan kandungan energi metabolisnya 3.356 kkal/kg. Salah satu kendala pemanfaatan kulit kopi sebagai pakan ternak adalah kandungan serat kasarnya yang tinggi (33,14%), sehingga tingkat kecernaannya sangat rendah. Dengan proses amoniasi, tingkat kecernaan kulit kopi bisa ditingkatkan. Teknologi pengolah tersebut dapat menghasilkan hasil olahan limbah yang bermanfaat dan bernilai ekonomis selain mengurangi resiko dari pencemaran lingkungan. Dalam beberapa kasus, dilaporkan pula bahwa limbah pabrik kopi yang berupa limbah kulit dalam kopi seringkali mengganggu masyarakat setempat. Hal ini terjadi karena hasil pengupasan kulit berupa partikel-partikel kecil, sering tidak tersaring dengan baik dan terbawa angin. Hal ini menyebabkan udara disekitar pabrik menjadi tercemar dan mengganggu kesehatan masyarakat. Pengelolaan yang dapat dilakukan adalah dengan membuat sistem filtrasi ganda pada mesin pengupasan kopi. Selain itu, dapat pula disiasati dengan melakukan proses pengupasan tersebut dalam suatu ruangan yang kondisinya memungkinkan untuk diisolasi dengan penyaring. Jenis lain limbah yang dihasilkan pada industri kopi adalah jenis limbah gas yang berupa asap dari proses pengoperasian mesin berbahan bakar solar dan dari proses pengeringan. Jenis limbah tersebut dapat ditangani dengan membuat penyaring berbahan kreolit yang dapat menyerap bahan-bahan berbahaya yang mungkin dihasilkan pada pembakaran dalam mesin. Selain itu, limbah gas dari pengeringan yang disalurkan melalui cerobong asap dapat dikondensasi dengan pendinginan cerobong asap dan menampung asap cair yang diperoleh untuk kemudian diidentifikasi kemungkinan adanya B3 dan diuraikan dengan reaksi kimia (penambahan bahan-bahan kimia tertentu). *** the and*** Daftar pustaka lengkap Wikipedia. 18 pebruari 2010. http://en.wikipedia.org/wiki/Coffee_wastewater (diakses mei 1, 2009). “Direktori Artikel Aneka Ilmu Pengetahuan.” Blogger. 18 desember 2008. http://anekailmu.blogspot.com/2008/12/limbah-kopi-sebagai-bahan-baku.html (diakses mei 1, 2010). “gayo oh gayo.” multiply. 22 pebruari 2009. http://winbathin.multiply.com/journal/item/43/Proses_Pengolahan_Kopi_secara_umum (diakses mei 1, 2010). Murthy, K.V Narasimha, Antonette D’sa, dan Gaurav Kapur. “An effluent treatment-cum-electricity generation option at coffee estates: is it financially feasible?” Energy for Sustainable Development (ESD) journal. nt-92j. “Suara Merdeka.” Suara Merdeka. 21 desember 2004. http://www.suaramerdeka.com/harian/0412/31/ked11.htm (diakses mei 1, 2010). Rustimiaji, Tomi. “Chemistry.org.” Situs Kimia Indonesia. 15 januari 2009. http://www.chem-is-try.org/artikel_kimia/biokimia/ampas-kopi-sebagai-bahan-alternatif-bahan-biosolar/ (diakses mei 1, 2010 Hasnah, Juddawi, Albertus Sudiro dan Amirullah.¬¬¬¬¬¬¬¬¬Tanpa tahun. Pemanfaatan Kulit Buah Kakao Sebagai Pakan Ternak. Naskah Siaran Pedesaan. Instalasi Pengkajian Penerapan Teknologi Pertanian (IPPTP). Makassar. Kristanto P. 2004. Ekologi Industeri. Jakarta: Penerbit Andi. Kurniansyah, Aziz, Ridha Nugraha, dan Widya Ary Handoko. 2011. Fermentasi Limbah Kulit Buah Kakao Sebagai Sumber Protein Alternatif Dalam Pakan Ikan. Program Kreativitas Mahasiswa. Institut Pertanian Bogor. Nasrullah dan A. Ella, 1993. Limbah Pertanian dan Prospeknya Sebagai Sumber Pakan Ternak di Sulawesi Selatan. Makalah. Ujung Pandang. Rachmayanti. 2004. Manajemen Agribisnis. Jakarta: Ghalia Indonesia. Anonim, 2001. Sosiaisasi dan Diseminasi Teknotogi Pergkajien Ternak dengan Pemanfaatan Limbah Kakao. Instalasi pengkajian Penerapan Teknologi Pertanian (IPPTP). Makassar. Fardiaz, Srikandi. 1992; Polusi Air dan Udara, Penerbit Kanisius, Yokyakarta. Jenie, Betty Sri Laksmi. 1993; Penanganan Limbah Industri dan Pangan, Penerbit Kanisius, Yokyakarta. Palar, Heryando. 2008; Pencemaran dan Toksikologi Logam Berat, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. Sugiharto. 2008; Dasar-Dasar Pengelolaan Air Limbah, Penerbit Universitas Indonesia Press, Jakarta. Sutrisno, Totok. 2006; Teknologi Penyediaan Air Bersih, Penerbit Rineka Cipta, Jakarta. ———-. 2003. Memproduksi Nata De Coco. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar Dan Menengah.Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta. Priyanto, S. 2008. Pelatihan Pembuatan Pupuk Cair dari Limbah Tempe Di Desa Pliken Kecamatan Kembaran Banyumas. Nurosid, 2008. Pelatihan Pembuatan Nata De Soya dari Limbah Tempe Di Desa Pliken Kecamatan Kembaran Banyumas.