KEJARLAH ILMU SAMPAI KE NEGERI CINA

“Jadilah manusia yang pada kelahiranmu semua orang tertawa bahagia, tetapi hanya kamu sendiri yang menangis dan pada kematianmu semua orang menangis sedih, tetapi hanya kamu sendiri yang tersenyum”

(Mahatma Gandhi)

Minggu, 03 Januari 2010

KOMODITI GULA

KOMODITI GULA YANG TERLUPAKAN

Oleh; Anto Susanto

Disadur dari; Majalah Tempo Diakses pada 17 Desember 2009.

Pendahuluan

Gula sebagai sukrosa diperoleh dari nira tebu, bit gula, atau aren. Meskipun demikian, terdapat sumber-sumber gula minor lainnya, seperti kelapa. Sumber-sumber pemanis lain, seperti umbi dahlia, anggir, atau jagung, juga menghasilkan semacam gula/pemanis namun bukan tersusun dari sukrosa. Proses untuk menghasilkan gula mencakup tahap ekstrasi (pemerasan) diikuti dengan pemurnian melalui distilasi (penyulingan).

Negara-negara penghasil gula terbesar adalah negara-negara dengan iklim hangat seperti Australia, Brazil, dan Thailand. Hindia-Belanda, lalu Indonesia, pernah menjadi produsen gula nomor satu sedunia namun kemudian tersaingi oleh industri gula baru yang lebih efisien. Pada tahun 2001/2002 gula yang diproduksi di negara berkembang dua kali lipat lebih banyak dibandingkan gula yang diproduksi negara maju. Penghasil gula terbesar adalah Amerika Latin, negara-negara Karibia, dan negara-negara Asia Timur.

Lain halnya dengan bit, gula bit diproduksi di tempat dengan iklim yang lebih sejuk, Eropa Barat Laut dan Timur, Jepang utara, dan beberapa daerah di Amerika Serikat, musim penumbuhan bit berakhir pada pemanenannya di bulan September. Pemanenan dan pemrosesan berlanjut sampai Maret di beberapa kasus. Lamanya pemanen dan pemrosesan dipengaruhi dari ketersediaan tumbuhan, dan cuaca. Bit yang telah dipanen dapat disimpan untuk di proses lebih lanjut, namum bit yang membeku tidak bisa lagi diproses.

Pengekspor gula terbesar adalah Uni Eropa. Peraturan pertanian di EU menetapkan kuota maksimum produksi dari setiap anggota sesuai dengan permintaan, penawaran, dan harga. Sebagian dari gula ini adalah gula "kuota" dari industry levies, sisanya adalah gula "kuota c" yang dijual pada harga pasar tanpa subsidi. Subsidi-subsidi tersebut dan pajak impor yang tinggi membuat negara lain susah untuk mengekspor ke negara negara UE, atau bersaing dengannya di pasar dunia. Amerika Serikat menetapkan harga gula tinggi untuk mendukung pembuatnya, hal ini mempunyai efek samping namun, banyak para konsumen beralih ke sirup jagung (pembuat minuman) atau pindah dari negara itu (pembuat permen)

Pasar gula juga diserang oleh harga sirup glukosa yang murah. Sirup tersebut di produksi dari jagung (maizena), Dengan mengkombinasikannya dengan pemanis buatan pembuat minuman dapat memproduksi barang dengan harga yang sangat murah.

Gula tebu

Pertama tama bahan mentah dihancurkan dan diperas, sarinya dikumpulkan dan disaring, cairan yang terbentuk kemudian ditambahkan bahan tambahan (biasanya di gunakan kalsium oksida) untuk menghilangkan ketidak kemurnian, campuran tersebut kemudian dimurnikan dengan belerang dioksida. Campuran yang terbentuk kemudian dididihkan, endapan dan sampah yang mengambang kemudian dapat dipisahkan. Setelah cukup murni, cairan didinginkan dan dikristalkan (biasanya sambil diaduk) untuk memproduksi gula yang dapat dituang ke cetakan. Sebuah mesin sentrifugal juga dapat digunakan pada proses kristalisasi.

Gula bit

Setelah dicuci, bit kemudian di potong potong dan gulanya kemudian di ekstraksi dengan air panas pada sebuah diffuse. Pemurnian kemudian ditangani dengan menambahkan larutan kalsium oksida dan karbon dioksida. Setelah penyaringan campuran yang terbentuk lalu dididihkan hingga kandungan air yang tersisa hanya tinggal 30% saja. Gula kemudian diekstraksi dengan kristalisasi terkontrol. Kristal gula pertama tama dipisahkan dengan mesin sentrifugal dan cairan yang tersisa digunakan untuk tambahan pada proses kristalisasi selanjutnya. Ampas yang tersisa (dimana sudah tidak bisa lagi diambil gula darinya) digunakan untuk makanan ternak dan dengan itu terbentuklah gula putih yang kemudian disaring ke dalam tingkat kualitas tertentu untuk kemudian dijual.

Gula Merah (Gula jawa)

Istilah gula merah biasanya diasosiasikan dengan segala jenis gula yang dibuat dari nira, yaitu cairan yang dikeluarkan dari bunga pohon dari keluarga palma, seperti kelapa, aren, dan siwalan. Secara umum cara pengambilan cairan ini sebagai berikut.

· Bunga (mayang) yang belum mekar diikat kuat (kadang-kadang dipres dengan dua batang kayu) pada bagian pangkalnya sehingga proses pemekaran bunga menjadi terhambat. Sari makanan yang seharusnya dipakai untuk pemekaran bunga menumpuk menjadi cairan gula. Mayang membengkak.

· Setelah proses pembengkakan berhenti, batang mayang diiris-iris untuk mengeluarkan cairan gula secara bertahap. Cairan biasanya ditampung dengan timba yang terbuat dari daun pohon palma tersebut.

· Cairan yang ditampung diambil secara bertahap, biasanya 2-3 kali. Cairan ini kemudian dipanaskan dengan api sampai kental. Setelah benar-benar kental, cairan dituangkan ke mangkok-mangkok yang terbuat dari daun palma dan siap dipasarkan. Gula merah sebagian besar dipakai sebagai bahan baku kecap manis.

Rujukan

Sulistyowati, Retno, Hari Tri Wasono, Viva Kusnandar (14 Desember 2009). "Berlimpah pada 2010". Majalah Tempo Diakses pada 17 Desember 2009.

PROSES PRODUKSI BIOETANOL

PROSES PRODUKSI BIOETANOL
Oleh; Anto Susanto
Disadur dari; Anonim google.com

Seiring dengan menipisnya cadangan energi BBM, jagung menjadi alternatif yang penting sebagai bahan baku pembuatan ethanol (bahan pencampur BBM). Karenanya, kebutuhan terhadap komoditas ini pada masa mendatang diperkirakan mengalami peningkatan yang signifikan. Bioetanol (C2H5OH) adalah cairan biokimia dari proses fermentasi gula dari sumber karbohidrat menggunakan bantuan mikroorganisme.
• Gasoholº campuran bioetanol kering/absolut terdena-turasi dan bensin pada kadar alkohol s/d sekitar 22 %-volume.
• Istilah bioetanol identik dengan bahan bakar murni. BEX º gasohol berkadar bioetanol X %-volume.
Bahan Baku
• Nira bergula (sukrosa): nira tebu, nira nipah, nira sorgum manis, nira kelapa, nira aren, nira siwalan, sari-buah mete
• Bahan berpati: a.l. tepung-tepung sorgum biji (jagung cantel), sagu, singkong/gaplek, ubi jalar, ganyong, garut, umbi dahlia.
• Bahan berselulosa (Þ lignoselulosa):kayu, jerami, batang pisang, bagas, dll. Sekarang belum ekonomis, teknologi proses yang efektif diperkirakan akan komersiaL.


Pemanfaatan Bioetanol
• Sebagai bahan bakar substitusi BBM pada motor berbahan bakar bensin; digunakan dalam bentuk neat 100% (B100) atau diblending dengan premium (EXX)
• Gasohol s/d E10 bisa digunakan langsung pada mobil bensin biasa (tanpa mengharuskan mesin dimodifikasi).

Teknologi Pengolahan Bioetanol
Teknologi produksi bioethanol berikut ini diasumsikan menggunakan jagung sebagai bahan baku, tetapi tidak menutup kemungkinan digunakannya biomassa yang lain, terutama molase. Secara umum, produksi bioethanol ini mencakup 3 (tiga) rangkaian proses, yaitu: Persiapan Bahan baku, Fermentasi, dan Pemurnian.


1. Persiapan Bahan Baku
Bahan baku untuk produksi biethanol bisa didapatkan dari berbagai tanaman, baik yang secara langsung menghasilkan gula sederhana semisal Tebu (sugarcane), gandum manis (sweet sorghum) atau yang menghasilkan tepung seperti jagung (corn), singkong (cassava) dan gandum (grain sorghum) disamping bahan lainnya.
Persiapan bahan baku beragam bergantung pada bahan bakunya, tetapi secara umum terbagi menjadi beberapa proses, yaitu:
• Tebu dan Gandum manis harus digiling untuk mengektrak gula
• Tepung dan material selulosa harus dihancurkan untuk memecahkan susunan tepungnya agar bisa berinteraksi dengan air secara baik
• Pemasakan, Tepung dikonversi menjadi gula melalui proses pemecahan menjadi gula kompleks (liquefaction) dan sakarifikasi (Saccharification) dengan penambahan air, enzyme serta panas (enzim hidrolisis). Pemilihan jenis enzim sangat bergantung terhadap supplier untuk menentukan pengontrolan proses pemasakan.
Tahap Liquefaction memerlukan penanganan sebagai berikut:
• Pencampuran dengan air secara merata hingga menjadi bubur
• Pengaturan pH agar sesuai dengan kondisi kerja enzim
• Penambahan enzim (alpha-amilase) dengan perbandingan yang tepat
• Pemanasan bubur hingga kisaran 80 sd 90 C, dimana tepung-tepung yang bebas akan mengalami gelatinasi (mengental seperti Jelly) seiring dengan kenaikan suhu, sampai suhu optimum enzim bekerja memecahkan struktur tepung secara kimiawi menjadi gula komplek (dextrin)। Proses Liquefaction selesai ditandai dengan parameter dimana bubur yang diproses menjadi lebih cair seperti sup.

Tahap sakarifikasi (pemecahan gula kompleks menjadi gula sederhana) melibatkan proses sebagai berikut:
• Pendinginan bubur sampai suhu optimum enzim sakarifikasi bekerja
• Pengaturan pH optimum enzim
• Penambahan enzim (glukoamilase) secara tepat
• Mempertahankan pH dan temperature pada rentang 50 sd 60 C sampai proses sakarifikasi selesai (dilakukan dengan pengetesan gula sederhana yang dihasilkan).

2. Fermentasi
Pada tahap ini, tepung telah sampai pada titik telah berubah menjadi gula sederhana (glukosa dan sebagian fruktosa) dimana proses selanjutnya melibatkan penambahan enzim yang diletakkan pada ragi (yeast) agar dapat bekerja pada suhu optimum। Proses fermentasi ini akan menghasilkan etanol dan CO2.

Bubur kemudian dialirkan kedalam tangki fermentasi dan didinginkan pada suhu optimum kisaran 27 sd 32 C, dan membutuhkan ketelitian agar tidak terkontaminasi oleh mikroba lainnya। Karena itu keseluruhan rangkaian proses dari liquefaction, sakarifikasi dan fermentasi haruslah dilakukan pada kondisi bebas kontaminan.

Selanjutnya ragi akan menghasilkan ethanol sampai kandungan etanol dalam tangki mencapai 8 sd 12 % (biasa disebut dengan cairan beer), dan selanjutnya ragi tersebut akan menjadi tidak aktif, karena kelebihan etanol akan berakibat racun bagi ragi।
Dan tahap selanjutnya yang dilakukan adalah destilasi, namun sebelum destilasi perlu dilakukan pemisahan padatan-cairan, untuk menghindari terjadinya clogging selama proses distilasi.

3. Pemurnian / Distilasi
Distilasi dilakukan untuk memisahkan etanol dari beer (sebagian besar adalah air dan etanol). Titik didih etanol murni adalah 78 C sedangkan air adalah 100 C (Kondisi standar). Dengan memanaskan larutan pada suhu rentang 78 - 100 C akan mengakibatkan sebagian besar etanol menguap, dan melalui unit kondensasi akan bisa dihasilkan etanol dengan konsentrasi 95 % volume.

PROSES SULFITASI DI PABRIK GULA

PROSES SULFITASI DI PABRIK GULA

Oleh; Anto Susanto

Disadur dari; Anonim, Blogger_arcive

Pada proses ini nira dialirkan ke Pemanas Pendahuluan I, defekator, sulfitator, Pemanas Pendahuluan II, expandeuer, clarifier dan rotary vacuum filter. Sebelum menjalankan proses pemurnian kita harus mengetahui komposisi dari nira mentah tersebut dan sifat-sifatnya. Selain itu juga variabel proses yang dapat mempengaruhi pemurnian nira mentah. Nira mentah adalah nira yang dihasilkan dari gilingan pertama sampai gilingan akhir ditambah dengan Nira Tapis. Dalam nira mentah mengandung sukrosa, gula invert (glukosa+fruktosa), atom-atom (Ca,Fe,Mg,Al)yang terikat pada asam-asam, asam organik dan an organik, zat warna, lilin, asam-asam kieselgur yang mudah mengikat besi, aluminium, dan sebagainya. (Honig, 1953)

Beberapa hal yang perlu diketahui untuk proses pemurnian nira yaitu sifat-sifat dari sukrosa. Sifat-sifat sukrosa antara lain :

a. Sukrosa pecah atau terurai :

ü Karena suasana sangat asam

ü Pengaruh dari microorganisme

ü Suhu yang tinggi.

b. Terhadap logam membentuk sakarat.

c. Memutar bidang polarisasi

d. Larut dalam air, dimana kelarutannya meningkat dengan peningkatan suhu

e. Dapat mengkristal, kristalnya berbentuk monoklin berwarna putih / jernih.

Pada pH dibawah 7 dengan suhu yang tinggi Sukrosa akan terinversi menjadi gula reduksi (glukosa + fruktosa )

Reaksinya :

C12H22O11 + H2O ? C6H12O6 + C6H12O6

Sukrosa glukosa fruktosa

Pada pH yang tinggi gula reduksi akan pecah menjadi zat warna yang dapat merusak warna gula dan membentuk asam organik. Oleh karena itu dalam melakukan proses pemurnian kita harus memperhatikan hal-hal tersebut diatas sehingga dapat meminimalkan kerusakan dari gula.

Proses Defekasi

Nira dari gilingan di tampung di Peti Nira Mentah, sebelumnya ditimbang beratnya. Peti Nira Mentah berfungsi untuk menampung Nira dan menjaga supaya debitdari reaksi stabil. Dari Peti Nira Mentah Nira dipanaskan melalui pemanas pendahuluan I (PP I) sampai suhu 70 o C. Tujuan dari pemanasan ini adalah

a. Untuk mempersiapkan proses selanjutnya yaitu defekasi, dimana susu kapur akan bereaksi dengan bukan gula (dalam hal ini Phospat yang terkandung dalam tebu)

b. Membunuh bakteri yang terdapat dalam Nira.

c. Suhu tersebut merupakan suhu optimum dimana kehilangan gula karena inversi akibat pemanasan nira mentah (pH = ± 5.5) dapat diminimalisir dengan waktu pemanasan sependek mungkin.

Sistem kerja pemanas pendahuluan (juice heater) berdasarkan pada proses perpindahan panas. (heat transfer). Untuk alat ini menggunakan tipe Shell and Tube Heat Exchanger. Dimana Nira dialirkan di bagian dalam pipa sedangkan uap dialirkan di bagian luarnya. Agar proses perpindahan panas dapat berjalan efektif maka nira disirkulasikan dengan menggunakan baffles atau penyekat. Dari Pemanas Pendahuluan I nira dialirkan ke defekator. Reaksi Defekasi ini terjadi di dalam reaktor yang disebut defekator. Reaktor ini dilengkapi dengan pengaduk untuk membuat larutan menjadi homogen sehingga reaksi dapat berjalan dengan sempurna. Susu kapur (CaO) yang dipakai sekitar 0.4 – 0.8 % tebu (Hugot, 1986) dengan kekentalan 60 Be. Pemakaian susu kapur dengan ukuran tersebut didasarkan atas pertimbangan sebagai berikut :

a. Dengan susu kapur yang encer endapan yang terbentuk akan lebih baik.

b. Volume nira kotor lebih sedikit sebab endapan yang terbentuk lebih besar.

c. Kecepatan penyaringan akan lebih baik.

d. Untuk mengurangi beban dari evaporator karena kapur dapat menyebabkan kerak di evaporator.

Reaksi defekasi berlangsung dalam 3 tahap atau defekasi bertingkat. Defekator I pH 6.5 dengan waktu tinggal 4 menit, Defekator II pH 7.5 dengan waktu tinggal 2 menit, dan Defekator III pH 9 – 9.5 dengan waktu tinggal 0.58 menit. Tujuandari defekasi bertahap ini adalah untuk menghindari kerusakan gula reduksi karena beroperasi pada pH diatas 7 dan suhu yang tinggi. Selain itu juga beberapa koloid hanya dapat digumpalkan pada pH tertentu sehingga perlu dilakukan defekasi bertahap. Pengontrolan pH dilakukan secara otomatis sehingga apabila terjadi kekurangan atau kelebihan pH maka dapat segera dilakukan tindakan dengan cara mengurangi debitdari susu kapur yang diberikan. Sebagian Pabrik Gula masih melakukan pengontrolan pH dengan cara manual yaitu dengan memakai indikator PP (phenolphtalein), PAN (Phenol Alpha Naphtol) dan BTB (Bromo Tymol Blue).

Didalam tangki defekator terjadi reaksi antara fosfat dengan suspensi kapur. Reaksi ini dikenal dengan nama phosphoric acid lime Hasil reaksi berupa gumpalan-gumpalan (floc) kalsium fosfat primer Ca3(PO4)2.

Proses Sulfitasi

Nira dari defekator 3 masuk ke tangki Sulfitator yaitu penambahan gas SO2. Tujuannya adalah untuk menetralkan pH sampai 7.0 – 7.2. Gas SO2 akan bereaksi dengan ion Ca2+ membentuk endapan CaSO3 sehingga endapan menjadi incompressible (tidak mudah pecah). Selain itu fungsi gas SO2 adalah untuk mengikat unsur-unsur yang belum bereaksi di defekator, mengurangi viskositas larutan, mereduksi ion-ion Ferri menjadi Ferro sehingga warnanya menjadi lebih pucat. (Mathur, 1975).

Peti Pengendapan (Clarifier)

Sebelum dilakukan pemisahan endapan nira dipanaskan dahulu di Pemanas Pendahuluan II sampai suhu 1050 C. Tujuan dari pemanas pendahuluan II adalah :

a. Untuk menyempurnakan reaksi sebelumnya yaitu antara Ca2+ dengan Phosphat.

b. Menurunkan viskositas nira sehingga pengendapannya lebih cepat.

c. Mengeluarkan gas-gas yang terlarut dalam nira agar tidak mengganggu jalannya proses pengendapan dari partikel-partikel endapan yang terbentuk.

Nira dari Pemanas Pendahuluan II dialirkan ke expandeur (flash tank). Fungsi dari bejana ini adalah untuk mengeluarkan gelembung gas dan udara yang terdapat dalam nira supaya tidak menghalangi pengendapan pada clarifier. Gelembung-gelembung ini bila tidak dikeluarkan akan menekan keatas partikel-partikel kotoran yang seharusnya mengendap. Nira masuk dengan jalan dipancarkan melalui sisi tangki sehingga nira akan bergerak secara tangensial. Nira akan berbenturan dengan dinding expandeur sehingga gas dan gelembung terlepas dari larutan dan keluar melalui cerobong.

Sebelum dialirkan kedalam clarifier nira dicampur dengan flokulan. Penambahan flokulan sekitar 2 – 3 ppm. Flokulan adalah suatu persenyawaan elektrolit yang bermuatan anion (anion polyelectrolyte) dengan berat molekul 5 – 10 juta. Flokulan ini berfungsi membentuk gumpalan-gumpalan kalsium fosfat sekunder. Kemudian dengan bantuan udara mikro gumpalan tersebut diapungkan ke permukaan clarifier. Gumpalan kalsium fosfat ini bersifat mengadsorbsi kotoran non sukrosa (Sumarno, 1996).

Larutan nira yang telah dicampur flokulan dialirkan ke single tray clarifier. Penggunaan single tray clarifier dapat memperpendek waktu tinggal sehingga kehilangan sukrosa karena hidrolisa dapat dikurangi. Aliran kedalam clarifier dibuat laminair sehingga tidak mengganggu jalannya pengendapan. Didalam clarifier terdapat scrapper yang berputar dengan lambat yang dijalankan oleh motor penggerak dengan as vertikal. Scrapper tersebut menggaruk-garuk lantai kompartemen dan mengarahkan endapan ke tengah untuk dialirkan melewati pipa nira kotor dan dikeluarkan untuk ditampung di mud mixer. Sedangkan nira jernih keluar melalui clarifier dengan cara overflow. Nira jernih disaring di DSM screen dan ditampung ke peti nira jernih kemudian dialirkan ke Pemanas Pendahuluan III tujuannya adalah untuk meringankan beban evaporator.

Rotary Vacuum Filter

Fungsi dari alat ini adalah untuk memisahkan blotong dan nira tapis. Nira tapis akan dikembalikan lagi ke tangki nira mentah untuk diproses kembali.Peralatan ini terdiri dari silinder yang berputar pada sumbunya dan sebagian silinder ini terendam dalam bak nira kotor yang akan disaring. Bagian luar dari silinder yang berfungsi sebagai penyaring terdiri dari segmen-segmen. Masing-masing segmen dihubungkan secara individual ke suatu jaringan pipa yang disebut thrill pipe yang berakhir pada suatu terminal yang disebut distributing valve atau timing block.

PROSES PEMURNIAN NIRA DI PABRIK GULA

PROSES PEMURNIAN NIRA DI PABRIK GULA

Oleh; Anto Susanto

Disadur dari, Anonim, Blogger_arcive


Pemurnian berfungsi untuk menghilangkan atau mengurangi bukan gula dari nira mentah seoptimal mungkin. Proses pemurnian ini dapat dilakukan secara fisis maupun kimiawi. Secara fisis dengan cara penyaringan sedangkan secara kimia melalui pemanasan, pemberian bahan pengendap serta penggunaan unit peralatan berupa pemanas pendahuluan (heat exchanger), defekator, sulfitator, expandeur, clarifier, rotary vacuum filter.

Terdapat tiga metode dalam proses pemurnian nira, yaitu :

1. Proses Defekasi

Dalam proses defekasi pemurnian nira dilakukan dengan penambahan susu kapur sebagai reagen. Reaktor untuk proses defekasi ini dinamakan defekator dan didalamnya terdapat pengaduk sehingga larutan yang bereaksi dalam defekator menjadi homogen. Pemurnian nira dengan cara defekasi dibagi menjadi :

a. Defekasi Dingin

Pada defekator ditambahkan susu kapur sehingga pH menjadi 7.2 – 7.4. Setelah itu baru nira dipanaskan lalu menuju ke pengendapan. Pada defekasi dingin reaksi antara CaO dengan Phospat lebih lambat, tetapi inversi dapat dikurangi. Karena suhu dingin maka absorbsi bahan bukan gula oleh endapanyang terbentuk lebih jelek dibandingkan defekasi panas.

b. Defekasi Panas.

Nira mentah dari gilingan dipanaskan terlebih dahulu, lalu direaksikan dengan susu kapur.

c. Defekasi Bertingkat.

Susu kapur ditambahkan pada nira dalam keadaan dingin hingga pH 6.5, kemudian nira dipanaskan dan ditambahkan susu kapur lagi hingga pH 7.2 – 7.4.

d. Defekasi sachharat

Sebagian nira ditambahkan susu kapur sedangkan sebagian yang lain dipanaskan, kemudian dicampur.

2. Proses Sulfitasi

Prinsip proses pemurnian ini adalah memproses nira mentah dengan menambahkan susu kapur dan gas SO2. Susu kapur ditambahkan berlebih kemudian dinetralkan oleh gas SO2. Dengan adanya penambahan reagen tersebut akan timbul endapan yang berfungsi sebagai pengadsorbsi bahan bukan gula.

Beberapa modifikasi dalam proses sulfitasi antara lain :

a. Sulfitasi asam

Pada proses ini nira yang sudah dipanasi ditambahkan gas SO2 hingga pH 4.0 selanjutnya ditambahkan susu kapur hingga pH 8.5 dan dinetralkan kembali dengan gas SO2 hingga pH 7.2 – 7.4.

b. Sulfitasi alkalis

Pada proses ini nira ditambahkan susu kapur hingga pH 10.5 kemudian dinetralkan dengan gas SO2. Pertimbangan penggunaan sulfitasi alkalis karena tingginya kadar P2O5.

c. Sulfitasi netral

Pada proses sulfitasi ini pH nira dalam defekator sekitar 8.5. Pertimbangan melakukan sulfitasi netral adalah seimbangnya kadar P2O5, Fe2O3 dan Al2O3.


3. Proses Karbonatasi

Proses karbonatasi adalah pemurnian dengan menambahkan susu kapur berlebihan dan dinetralkan menggunakan gas CO2. Endapan yang terbentuk adalah endapan CaCO3. Ada dua macam modifikasi dalam proses karbonatasi, yaitu :

a. Karbonatasi tunggal

Pada proses ini proses pencampuran dilakukan dalam satu reaktor. Nira ditambahkan susu kapur berlebih kemudian dinetralkan menggunakan gas CO2. Alkalinitas dijaga antara pH 9 – 10.

b. Karbonatasi rangkap

Pada dasarnya prosesnya adalah sama dengan karbonatasi tunggal. Tetapi pemberian gas CO2 terbagi, yaitu apabila susu kapur habis alkalinitas dijaga tetap pada pH 10.5 kemudian nira ditapis. Hasil tapisan ini dialiri gas CO2 lagi.

PROSESING NIRA TEBU MENJADI GULA

PROSESING NIRA TEBU MENJADI GULA

Oleh; Anto Susanto

Disadur dari; Anonim, Perusahaan Gula Jawa Timur


Proses pembuatan gula pasir atau gula kristal putih di PG pada dasarnya adalah pemisahan sukrosa dari bahan-bahan non-sukrosa, kemudian diikuti dengan proses pengkrisatalan sukrosa. Bahan-bahan lain yang ada dalam nira tebu telah diuraikan pada Bab 3 di atas. Secara umum, sukrosa yang terkandung pada tanaman tebu di Jawa Timur berada pada kisaran 5-12% meskipun untuk kasus-kasus tertentu kadarnya bisa lebih tinggi lagi.

Kandungan sukrosa dalam tebu tergantung kepada kualitas tebu itu sendiri serta proses pemerahannya di PG. Umumnya bila kandungan sukrosa dalam tebu tinggi akan diikuti oleh hasil prosesing yang tinggi juga. Karena itu, tugas PG sebenarnya bukan membuat gula, tetapi sebatas hanya mengambil gula. Gula atau sukrosa sepenuhnya dihasilkan oleh tanaman dan disimpan dalam batang. Namun demikian, tentu saja kinerja PG yang kurang baik akan berdampak terhadap proses pengambilan gula. Pada PG dengan tingkat efisiensi rendah, jumlah sukrosa yang terambil akan lebih sedikit dibanding PG dengan efisiensi baik.

Proses pembuatan gula pasir di PG meliputi beberapa tahapan, yaitu penggilingan atau ekstraksi, pemurnian, pemanasan dan evaporasi, kristalisasi, pemisahan kristal (sentrifugasi), serta pengeringan dan pengepakan (Gambar 5). Proses penggilingan tebu atau ekstraksi nira dari tebu diling dilakukan di stasiun gilingan. Proses selanjutnya mulai dari pemurnian nira hingga pengepakan berlangsung di stasiun pengolahan. Kinerja PG secara keseluruhan merupakan gabungan antara kinerja stasiun gilingan dan stasiun pengolahan. Satu stasiun lain yang berfungsi sebagai sumber energi untuk PG adalah stasiun pembangkit uap.

Ekstraksi Nira

Tebu yang diangkut ke PG dimasukkan ke meja tebu, kemudian dicacah dengan pisau membentuk potongan-potongan kecil. Potongan tebu masuk kedalam tandem gilingan-3 rol, yang biasanya terdiri atas 4 atau 5 unit gilingan yang disusun secara seri. Nira yang terekstrak (nira mentah) dari batang akan jatuh ke bagian bawah gilingan, sementara ampas akan terus bergerak hingga gilingan akhir. Untuk meminimumkan kehilangan gula yang terbawa ampas, dilakukan pencucian ampas dengan air (imbibisi) menjelang ampas masuk ke unit gilingan akhir. Dalam proses penggilingan yang baik, lebih dari 95% sukrosa tebu akan masuk kedalam nira mintah dan hanya sedikit yang terangkut ampas.

Kinerja stasiun gilingan dinyatakan dalam mill extraction (ME). Nilai ini menunjukkan jumlah sukrosa yang berhasil di ekstrak (dalam nira mentah) dibandingkan terhadap kadar sukrosa dalam tebu. Semakin tinggi nilai ME, semakin baik kinerja stasiun gilingan. Nilai ME PG di Jawa Timur rata-rata sekitar 91%. Ini menunjukkan bahwa pengambilan sukrosa dari tebu yang digiling di PG Jawa Timur baru mencapai 91% dan menyisakan sekitar 9% di dalam ampas.

PG-PG di Jawa Timur hanya memiliki satu macam unit gilingan, yaitu unit gilingan 3 rol yang dilengkapi dengan tekanan hidrolik untuk membantu pemerahan. Akan tetapi, unit gilingan biasanya dilengkapi oleh peralatan lain yang bervariasi seperti Donnelly chute, pressure feeder, fourth roller, feeder roller, dan lain-lain.

Ampas yang keluar dari gilingan akhir mengandung gula yang tidak terekstrak (terperah), serat-serat selulosa serta 45-55% air. Ampas selanjutnya dibawa ke boiler (ketel) sebagai bahan bakar. Pada PG yang kelebihan ampas, ampas digunakan untuk bahan baku pembuatan kertas, particle board, pakan ternak atau produk komersial lainnya.


Tebu yang masuk ke gilingan sebaiknya memiliki kualitas yang baik atau memenuhi kriteria manis, bersih dan segar (MBS). Manis artinya tebu dalam kondisi kemasakan optimal sehingga mengandung banyak sukrosa. Sukrosa dalam nira biasanya dinyatakan dalam % pol. Nilai pol pada nira berkualitas baik adalah lebih dari 10%. Bersih berarti tebu bebas dari trash (daun, sogolan, pucukan, dll.), tanah, dan kotoran lainnya. Kadar trash dan kotoran pada tebu giling harus dibawah 5%. Tebu segar menggambarkan bahwa tebu digiling dalam rentang waktu kurang dari 24 jam setelah ditebang. Tebu yang lambat tergiling bisanya mengandung pati dan dekstran dalam jumlah banyak sehingga akan menganggu proses pemurnian dan menurunkan perolehan sukrosa.

Pemurnian Nira

Nira mentah yang dihasilkan dari gilingan umumnya asam dan keruh, sehingga harus dimurnikan lebih lanjt. Tujuan pemurnian adalah menghilangkan sebanyak mungkin bahan bukan gula (non sugar), baik yang tidak larut seperti bagasilo, partikel koloid maupun yang larut seperti polisakarida, protein, dan koloran (zat warna) sehingga nira menjadi jernih dan lebih murni. Secara umum, bahan untuk klarifikasi nira mentah menggunakan susu kapur dan panas. Susu kapur sekitar 0,5 kg per ton tebu akan menetralisir nira dengan membentuk garam kapur yang tidak larut (kalsium fosfat). Pemanasan nira yang tercampur susu kapur akan menyebabkan koagulasi protein, lemak, lilin dan gum, sehingga bahan-bahan ini akan mengendap ke bawah membentuk butiran atau partikel.

Nira yang mengandung susu kapur dinetralkan kembali dengan penambahan sulfat (sulfitasi) atau karbonat (karbonatasi). Nira selanjutnya dipanaskan sampai 105°C, ditambah flokulan, terus dialirkan ke clarifier (bejana pengendap) untuk proses pengendapan.

Sebagian besar PG di Indonesia melakukan proses netralisasi pH nira secara sulfitasi. Proses pemurnian karbonatasi kurang populer saat ini karena kendala biaya pengadaan bahan pembantu yang lebih mahal serta kebutuhan tenaga kerja lebih banyak.

Nira jernih yang berada di bagian atas bejana pengendap mengalir ke tangki nira jernih. Endapan yang ada di bagian bawah tangki dipompa ke tangki nira kotor untuk kemudian ditapis dalam rotary vacuum filter. Hasil penapisan berupa nira tapis dan blotong. Nira tapis dikembalikan ke tangki nira mentah, sementara blotong dipisahkan sebagai endapan pengotor. Nira keruh tidak dapat diolah lebih lanjut karena dapat menyebabkan pembentukan warna dan masakan menjadi sangat kental, yang bisa berakibat kepada penurunan perolehan dan kualitas gula.

Sisa kapur yang masih terbawa ke dalam nira jernih harus diusahakan sesedikit mungkin. Sisa kapur yang terbawa dapat mendorong pembentukan kerak pada pipa evaporator. Pada tebu giling yang tidak segar pH nira biasanya masam sehingga perlu susu kapur lebih banyak. Akibatnya, sisa susu kapur yang terbawa kedalam nira jernih juga meningkat.

Penguapan Nira

Nira jernih selanjutnya dibawa ke evaporator untuk diuapkan airnya. Nira jernih memiliki kadar air sekitar 85% dan mempunyai komposisi yang sama dengan nira mentah, kecuali bahan-bahan yang telah terendapkan dalam proses klarifikasi. Evaporator terdiri dari 4 atau 5 bejana silindris vertical (effects) yang disusun seri. Bejana terakhir dihu­bungkan dengan kondensor untuk menghasilkan kondisi vacuum. Penguapan pada bejana I dilakukan menggunakan uap bekas, pada bejana II menggu­nakan uap nira dari bejana I, pada bejana III menggunakan uap nira bejana II, dan seterusnya. Susunan bejana-bejana seperti diatas tersebut disebut multiple effect. Sekitar 2/3 dari air yang ada dalam nira diuapkan dalam alat ini.

Kristalisasi


Nira kental yang airnya sebagian besar sudah diuapkan pada evaporator, kemudian dikristalkan dalam bejana silindris yang disebut pan masak (Gambar 10). Pan masak adalah suatu bejana vakum dengan bagian dilengkapi tubular heat exchanger. Bagian atas pan masak merupakan tempat masakan yang dihubungkan dengan peralatan vakum (kondensor).

Untuk menghasilkan gula berkualitas baik, brix nira kental harus tinggi agar proses kristalisasi berjalan efisien dan warna nira kental harus terang (jernih). Kristalisasi bertujuan untuk mengambil gula dalam bentuk kristal dari nira kental. Larutan nira kental diuapkan secara perlahan-lahan dalam bejana vakum, sampai pada tingkat kejenuhan tertentu. Selanjutnya, bibit gula dalam ukuran tertentu ditambahkan secukupnya sehingga akan mendorong proses pembesaran kristal sukrosa dari larutan nira. Kondisi terus dipertahankan dengan cara mengatur penguapan dan umpan nira kental secara seimbang. Setelah kristal mencapai ukuran tertentu, penguapan diteruskan hingga mencapai brix tertentu. Campuran kristal dan larutan gula (mother liquor) dinamai masakan. Kristal dipisahkan dari mother liquor (sirup) dengan cara sentrifugasi. Proses masak pada PG-PG di Jawa Timur umumnya dilakukan secara bertingkat, yaitu: A, C dan D.

Masakan A

Proses masak tahap pertama dengan menggunakan bahan baku nira mentah dinamakan masakan A. Bibit gula dalam proses masak A adalah gula hasil proses masakan C, dengan dengan ukuran kristal sekitar 0,4 mm. Kristal yang dihasilkan dari proses masak ini disebut gula A dan sirupnya disebut sirup A. Gula A dicampur dengan air atau klare dipisahkan dengan mesin sentrifugal menghasilkan gula putih dan larutan klare. Gula putih selanjutnya dikeringkan dan dikemas sebagai gula produk.

Masakan C

Didalam sirup A masih terkandung banyak sukrosa yang belum jadi kristal. Sukrosa tersebut kemudian diambil kembali melalui proses masak berbahan baku sirup A atau biasa disebuit masakan C. Pada proses masakan C, bibit yang digunakan adalah gula D dengan ukuran kristal sekitar 0,2 mm. Proses masak berlangsung sebagaimana pada masakan A, namun karena kandungan sukrosa pada sirup A sudah menurun, maka kristalisasi pada masak C butuh waktu lebih lama. Gula C diambil dengn cara sentrifugasi, sedangkan sirupnya digunakan untuk bahan baku pada masak D.

Masakan D

Masakan D bisanya menggunakan bahan baku campuran sirop C dan sirup A. Proses masak D berlangsung jauh lebih lama dibanding masak A, karena tingkat kemurnian sukrosa bahan yang digunakan rendah. Khusus untuk masakan D, setelah turun dari bejana masak dilanjutkan dengan kristalisasi lanjut dengan pendinginan di palung pendingin sampai lebih dari 24 jam. Setelah dipisahkan di mesin sentrifugal, gula D dilebur kembali dan dicampur dengan nira kental dan sirup D atau lebih dikenal dengan tetes.

Sentrifugasi

Pemisahan kristal sukrosa dari mother liquor (tetes atau sirup) yang berasal dari hasil masak A, C dan D dilakukan dengan menggunakan mesin pemutar kecepatan tinggi atau sentrifus. Ada dua sistem sentrifuse yang digunakan di PG, yaitu sistem batch dan kontinyu (Gambar 11). Sistem yang pertama dipakai untuk memisahkan sukrosa dari masakan A, sedangkan sistem yang kedua dipakai untuk mengambil sukrosa dari masakan C dan D.

Proses sentrifugasi masakan A akan menghasilkan gula dengan grade yang tinggi (dulu biasa disebut SHS). Gula yang keluar dicuci dengan air, kemudian dikeringkan kembali dengan menggunakan uap panas. Gula C dan D tidak diperlakukan seperti gula A, karena kedua gula tersebut dijadikan sebagai bibit pada masakan A.


Pengeringan dan Pengemasan


Gula hasil proses sentrifugasi memiliki kandungan air sekitar 1%, sehingga tidak bisa langsung dikemas dan perlu dikeringkan terlebih dulu. Pengeringan gula biasanya dilakukan dalam talang goyang. Talang goyang ini sekaligus juga berfungsi sebagai sortasi ukuran gula. Gula yang sudah kering didinginkan sebentar, kemudian dimasukkan ke dalam karung. Gula hasil sortiran, yaitu yang berukulan terlalu kecil atau kristalnya berdempetan tidak terpisah, selanjutnya dilebur kembali.

Tolok Ukur Kinerja PG

Dalam proses ekstraksi dan kristalisasi sukrosa di PG yang kemudian menghasilkan gula pasir dibutuhkan suatu parameter yang bisa dijadikan ukuran apakah proses tersebut sudah berjalan dengan baik atau belum. Secara keseluruhan ukuran yang digunakan disebut overall recovery (OR). OR ini mencerminkan efisiensi PG karena menggambarkan jumlah gula yang bisa diperoleh dari tebu.

Overall recovery merupakan hasil kerja gabungan antara stasiun gilingan dengan stasiun pengolahan. Hasil kerja stasiun gilingan sebagaimana dijelaskan sebelumnya dinyatakan dalam mill extraction (ME), yang menggambarkan persentase gula yang berhasil dieks­traksi dalam nira mentah terhadap gula yang terkandung di dalam tebu. Hasil kerja stasiun pengolahan dinyatakan dalam boiling house recovery (BHR) yang mencerminkan persentase gula riil yang diperoleh terhadap gula yang berada dalam nira mentah. Nilai ME, BHR dan OR yang menunjukkan tingkat efisiensi PG yang tinggi ditampilkan pada Tabel berikut:

Tabel Nilai ME, BHR dan OR pada PG yang Efisien

Tolok Ukur

Nilai

ME, %

> 96,0

BHR, %

> 91,0

OR, %

> 87,5

PENGOLAHAN TEBU

PENGOLAHAN TEBU

Oleh; Anto Susanto

Disadur dari; Anonim, Perusahaan Gula Lampung

PENGIRIMAN DAN PENIMBANGAN TEBU

Tebu dari kebun dikirim ke pabrik menggunakan beberapa model angkutan : trailer (tebu urai), truk bak dan truk loss bak (tebu ikat), melewati jembatan timbang dengan sistem komputerisasi untuk pengambilan data berat kotor, nomor petak, lokasi, jenis tebang, nama pelaksana tebang dan jam ditebang (kesegaran). Selanjutnya, truk dan trailer yang telah dibongkar, meninggalkan pabrik melewati jembatan timbang keluar untuk pengambilan data berat kendaraan kosong.

PENGENDALIAN OPERASIONAL PERALATAN PABRIK

Pengendalian peralatan pabrik pada masing-masing stasiun melalui ruang pusat kendali yang ditempatkan pada posisi paling leluasa bagi operator untuk memonitor aktivitas dan berhubungan dengan petugas jaga peralatan di lapangan. Pada bagian tertentu yang tidak memungkinkan bagi operator melihat langsung secara visual, dilengkapi dengan kamera CCTV dari pusat ruang kendali. Sistem pengendalian menggunakan programmable logic control (PLC) dipadukan dengan supervisory system sebagai piranti kendali dan informasi data trending.

PENANGANAN TEBU

Berbagai peralatan bongkar (unloading) tebu dipasang menyesuaikan dengan model angkutan yang ada, tebu yang diangkut menggunakan trailer dibongkar menggunakan side unloader yang terpasang pada 2 unit gantry crane, selanjutnya Hydraulic cane grab pada gantry crane bekerja menumpuk dan mengumpan pada cross cane carrier.

Wheel loader disamping digunakan untuk membongkar dan menumpuk tebu loss bak di pelataran juga dipergunakan sebagai sarana pengumpan dan perata pada main cane carrier. Untuk meningkatkan kapasitas umpan langsung pada main cane carrier , tahun 2001 dipasang 1 unit cane feeder table yang dilengkapi dengan hydraulic cane lifter yang dapat melayani tebu yang diangkut dengan trailer dan hydraulic truck tippler untuk melayani truk bak ataupun truk loss bak.

PREPARASI TEBU

Sebelum tebu diperah pada unit gilingan, terlebih dahulu dilakukan preparasi untuk membuka sel-sel tebu, tebu diumpankan kedalam 1st. main cane carrier dari cross carrier #1, cross carrier #2 dan Feeder table diangkut menuju unit mesin pemotong pertama (1st. cane cutter), kemudian dengan 2nd. elevating cane carrier menuju unit pemotong tebu kedua (2nd. cane cutter), dan selanjutnya menggunakan unit heavy duty shredder hammer tebu dihancurkan. Tingkat open cell yang dicapai pada unit preparasi ini 90.92%.

EKSTRAKSI NIRA

Enam unit gilingan jenis 4-roller disusun secara seri digunakan sebagai unit ekstraksi nira, masing-masing unit gilingan digerakkan dengan tenaga turbin uap. Tingkat ekstraksi sukrosa dari unit gilingan ini pada kisaran 95 - 96%. Nira mentah dari gilingan dipompa menuju stasiun pemurnian setelah terlebih dahulu melewati sebuah magnetic flow meter untuk memonitor dan merekam laju alirannya dalam satuan m3/jam, kemudian ampas tebu yang disebut bagasse menuju stasiun pembangkit uap untuk digunakan sebagai bahan bakar pada ketel uap (Boiler).

BOILER DAN PEMBANGKIT TENAGA LISTRIK

3 unit boiler dengan kapasitas terpasang masing-masing : No.1 = 120 ton/jam; No.2 = 80 ton/jam; dan No.3 = 120 ton/jam dengan tekanan kerja masing masing 20kg/cm2G. Energi potensial uap yang dibangkitkan digunakan untuk menggerakkan 3 buah back pressure turbo-alternator yang masing masing mampu membangkitkan tenaga listrik sebesar 5MW, juga digunakan untuk menggerakkan turbin uap penggerak unit preparasi (cane cutter dan shredder) dan unit ekstraksi (gilingan). Pada masa tidak giling (off-season) 1 unit boiler tetap beroperasi dan memanfaatkan bahan bakar (ampas tebu) kelebihan dari masa giling untuk melayani kebutuhan uap penggerak turbine generator dalam memenuhi kebutuhan listrik perumahan divisi I s/d divisi VI, perkantoran, maintenance peralatan di pabrik dan pompa irigasi pertanian.

PEMURNIAN

Pemisahan kotoran dilakukan dalam bejana pengendap single tray SRI clarifier ( yang telah dimodifikasi menjadi perforated clarifier ) yang merupakan rangkaian tahapan pengaturan suhu, pH, waktu dan penambahan bahan pembantu (susu kapur, gas belerang dan flokulan). Tingkat kekeruhan (turbidity) nira yang dicapai pada level 70 - 100 derajat NTU. Endapan kotoran dari clarifier dicampur dengan bagacillo kemudian ditapis menggunakan 6 buah vacuum filter menghasilkan limbah padat berupa blotong (filter cake) yang kemudian dikirim kembali ke kebun sebagai pupuk organik.


PENGUAPAN (EVAPORATION)

Proses pengentalan nira jernih dilaksanakan dengan bejana penguap (evaporator). Guna meminimalisasikan kebutuhan uap, stasiun evaporator dirancang dengan konsep maximum vapour bleed. Bejana (evaporator) disusun dengan sistem quintuple effect yang terdiri dari sembilan buah bejana jenis Roberts. Uap dari badan pertama digunakan sebagai media pemanas badan kedua, pan kristalisasi "A" dan bejana pemanas nira tersulfitir. Uap dari badan dua digunakan untuk media pemanas pada pan kristalisasi "C". Evaporator dibersihkan secara periodik setiap dua minggu sekali dengan cara kimiawi selama 12 jam. Brix nira kental dijada pada level 52-55%.

KRISTALISASI

Kristal gula dibuat dalam Vacuum Pans melalui proses pembesaran kristal hingga mencapai ukuran yang dikehendaki dengan cara memasukkan nira kental (syrup), gula leburan, molasses kedalam pans pada kondisi temperatus dan vacuum yang terkendali. Hasil resultan dari kristalisasi adalah berupa massecuite (campuran kristal gula dengan molasses). Tingkatan masak (kristalisasi) dilaksanakan dengan sistem ABC. Kristalisasi untuk "A" dan "B" Massecuite dikerjakan dengan menggunakan batch pan yang dilengkapi dengan pengaduk, sedangkan untuk "C" massecuite dikerjakan dengan continous pan. Nira kental, leburan gula "B" dan "C" sebagai bahan masakan "A" massecuite. Bahan masakan "B" massecuite berasal dari "A" molasses dan nira kental. Bahan masakan "C" massecuite berasal dari "B" molasses dan bibitnya menggunakan "A" molasses.

PEMISAHAN KRISTAL GULA DAN MOLASSES

Bila satu siklus proses masak pembesaran kristal telah selesai, massecuite dari vacuum pans kristalisasi dituangkan kedalam strike receiver sambil melanjutkan pertumbuhannya. Kristal gula dipisahkan dari molasses menggunakan sebuah basket berlubang yang diputar sampai pada kecepatan tertentu sehingga molasses terlepas dari kristal gula akibat gaya sentrifugal (centrifugals machine). Pemisahan "A" massecuite menggunakan batch centrifugals menghasilkan kristal gula SHS (produk) dan "A" moolasses. Pemisahan "B" massecuite menggunakan continuous centrifugals menghasilkan gula "B" dan "B" molasses, pemisahan "C" massecuite menggunakan continuous centrifugals menghasilkan gula "C" dan final molasses.

PENANGANAN DAN PENGEMASAN PRODUK

Setelah proses pemisahan kristal gula produk (SHS) dikondisikan melalui sebuah unit fluidized bed vibrating cooler dengan maksud untuk menurunkan tingkat kelembaban serta meningkatkan kualitas penyimpanan, kemudian dilakukan pemilahan ukuran butiran menggunakan vibrating screen. Kristal gula kemudian ditampung dalam sugar bin untuk selanjutnya dilakukan penimbangan dan pengemasan. Sensor pengirim sinyal bobot pada timbangan digunakan jenis load cell. Untuk menjamin keakuratan berat kristal dalam kemasan, mekanisme kerja mesin timbangan dan pengemasan bekerja secara integral yang dikendalikan secara otomatis. Setiap informasi penyimpangan terekam dan secara otomatis sistem memberi peringatan.

STANDARISASI KUALITAS DAN KEAMANAN PRODUK

Guna menjamin kualitas, keamanan dan kehalalan produk baik gula maupun final molasses, telah diterapkan secara konsisten Quality & Management System yang mengacu pada standarc HACCP (SNI 01-4582-1998) dan GMP STANDARD B2, telah mendapatkan sertifikasi dari PDV the Netherland (Certifiate No. GMP'B2 0016), HACCP (Certificate No. PSC 00015) dan sertifikat HALAL dari MUI (Halal No.:02100005008608).

PENGIRIMAN DAN PENIMBANGAN TEBU

Tebu dari kebun dikirim ke pabrik menggunakan beberapa model angkutan : trailer (tebu urai), truk bak dan truk loss bak (tebu ikat), melewati jembatan timbang dengan sistem komputerisasi untuk pengambilan data berat kotor, nomor petak, lokasi, jenis tebang, nama pelaksana tebang dan jam ditebang (kesegaran). Selanjutnya, truk dan trailer yang telah dibongkar, meninggalkan pabrik melewati jembatan timbang keluar untuk pengambilan data berat kendaraan kosong.

PENGENDALIAN OPERASIONAL PERALATAN PABRIK

Pengendalian peralatan pabrik pada masing-masing stasiun melalui ruang pusat kendali yang ditempatkan pada posisi paling leluasa bagi operator untuk memonitor aktivitas dan berhubungan dengan petugas jaga peralatan di lapangan. Pada bagian tertentu yang tidak memungkinkan bagi operator melihat langsung secara visual, dilengkapi dengan kamera CCTV dari pusat ruang kendali. Sistem pengendalian menggunakan programmable logic control (PLC) dipadukan dengan supervisory system sebagai piranti kendali dan informasi data trending.

EVAPORATOR

EVAPORATOR

Oleh; Anto Susanto

Disadur dari; Anonim, Blogger.com

Evaporator adalah alat yang banyak digunakan dalam industri kimia untuk memekatkan suatu larutan. Pada proses fisik, evaporator memerlukan energi untuk mengubah cair menjadi uap. Evaporator menggunakan proses penguapan untuk menurunkan pelarut, evaporator membutuhkan panas dalam pengoperasiannya. salah satu sumber panas untuk evaporator berasal dari uap air yang terbentuk dari boiler steam atau buangan uap proses lain.

Perbedaan macam-macam tipe evaporator berdasarkan prinsip cara perpindahan panas yang diterapkan. Pada umumnya tipe evaporator ada tiga yaitu rising film, falling film, dan forced circulation evaporator. Falling film evaporator umumnya banyak digunakan dibanding rising film evaporator.

Falling film evaporator memiliki waktu tertahan yang pendek, dan menggunakan gravitasi untuk mengalirkan liquida yang melalui pipa. Pada saat sekarang ini falling film evaporator sangat meningkat penggunaanya di dalam proses industri kimia untuk memekatkan fluida terutama fluida yang sensitif panas (misal sari buah dan susu), karena waktu tertahan pendek, cairan tidak mengalami pemanasan berlebih selama mengalir melalui evaporator.

Laju perpindahan panas pada falling film evaporator dapat dinaikkan dengan menurunkan suhu permukaan liquida yaitu dengan cara penghembusan udara panas sehingga tekanan parsial uap akan turun. Hal ini menggantikan prinsip evaporasi secara vakum yang memungkinkan penguapan pada suhu rendah.

Perlu diperhatikan dalam penerapan prinsip falling film evaporator adalah mengatur agar seluruh permukaan evaporator terbasahi secara continue, dan film yang dihasilkan mempunyai ketebalan yang seragam. Sehingga distributor umpan yang akan dipakai harus didesain secara tepat. Berbagai cara distribusi umpan, dibuat untuk menjamin keseragaman tebal film, antara lain memakai distributor tipe overflow weir, peletakan evaporator harus benar-benar tegak.

Beberapa penelitian telah dilakukan untuk mempelajari perpindahan panas dan massa pada falling film evaporator, Palen, et al, (1994) mengadakan penelitian hubungan antara perpindahan panas dan perpindahan massa, untuk campuran biner ethylene glicol dengan propilene glicol, pada tekanan atmosfer. Penelitian ini menggunakan distribusi film tipe plug melalui celah. Hewit, et al. (1993) memberikan persamaan koefisien perpindahan panas pada aliran laminar halus, laminar bergelombang dan turbulen. Lailatul, et al. (2000) mengadakan penelitian tentang pengaruh laju alir, dan konsentrasi terhadap koefisien perpindahan panas untuk larutan gula. Penelitian ini dilakukan pada tekanan atmosferik. Hasil yang diperoleh menunjukkan bahwa koefisien perpindahan panas tergantung pada laju alir dan konsentrasi larutan. Nugroho dan Priyono (1999) mengadakan penelitian tentang perpindahan panas pada falling film evaporator pada sistem larutan Gula-Udara dan hasil yang diperoleh koefisien perpindahan panas tergantung pada laju alir umpan, konsentrasi larutan dan laju alir udara. Semakin besar laju alir larutan semakin besar koefisien perpindahan panas, sebaliknya semakin pekat konsentrasi larutan yang digunakan semakin rendah harga koefsien perpindahan panasnya. Laju alir udara berpengaruh menurunkan titik jenuh larutan. Wahyudi dan Anggoro (2001) mengadakan penelitian tentang permodelan fenomena perpindahan panas dan massa pada falling film evaporator untuk sistem larutan NaOH-Udara. Dari peneilitian diperoleh semakin besar laju alir liquid atau udara semakin besar perpindahan panas, sebaliknya semakin pekat konsentrasi larutan semakin rendah perubahan temperatur udara dan liquid.

Jumat, 01 Januari 2010

PEMBUATAN GULA TEBU

PEMBUATAN GULA TEBU

Oleh; Anto Susanto

Disadur dari; Anonim Google.com

Pemanenan

Tanaman tebu dapat tumbuh hingga 3 meter di kawasan yang mendukung dan ketika dewasa hampir seluruh daun-daunnya mengering, namun masih mempunyai beberapa daun hijau. Sebelum panen, jika memungkinkan, seluruh tanaman tebu dibakar untuk menghilangkan daun-daun yang telah kering dan lapisan lilin. Api membakar pada suhu yang cukup tinggi dan berlangsung sangat cepat sehingga tebu dan kandungan gulanya tidak ikut rusak.

Di beberapa wilayah, pembakaran areal tanaman tebu tidak diijinkan karena asap dan senyawa-senyawa karbon yang dilepaskan dapat membahayakan penduduk setempat. Meskipun demikian, tidak ada dampak lingkungan, karena CO2 yang dilepaskan sebenarnya memiliki proporsi yang sangat kecil dibandingkan dengan CO2 yang terikat melalui fotosintesis selama pertumbuhan. Besarnya areal tanam dan jumlah tanaman tebu dapat dikurangi jika ekstraksi gula dapat dilakukan semakin baik sehingga dapat memenuhi kebutuhan gula dunia.

Pemanenan dapat dilakukan baik secara manual dengan tangan ataupun dengan mesin. Pemotongan tebu secara manual dengan tangan merupakan pekerjaan kasar yang sangat berat tetapi dapat mempekerjakan banyak orang di area di mana banyak terjadi pengangguran.Tebu dipotong di bagian atas permukaan tanah, dedauan hijau di bagian atas dihilangkan dan batang-batang tersebut diikat menjadi satu. Potongan-potongan batang tebu yang telah diikat tersebut kemudian dibawa dari areal perkebunan dengan menggunakan pengangkut-pengangkut kecil dan kemudian dapat diangkut lebih lanjut dengan kendaraan yang lebih besar ataupun lori tebu menuju ke penggilingan.

Pemotongan dengan mesin umumnya mampu memotong tebu menjadi potongan pendek-pendek. Mesin-mesin hanya dapat digunakan ketika kondisi lahan memungkinkan dengan topografi yang relatif datar. Sebagai tambahan, solusi ini tidak tepat untuk kebanyakan pabrik gula karena modal yang dikeluarkan untuk pengadaan mesin dan hilangnya banyak tenaga kerja kerja.

Ekstraksi

Tahap pertama pengolahan adalah ekstraksi jus atau sari tebu. Di kebanyakan pabrik, tebu dihancurkan dalam sebuah serial penggiling putar yang berukuran besar. Cairan tebu manis dikeluarkan dan serat tebu dipisahkan, untuk selanjutnya digunakan di mesin pemanas (boiler). Di lain pabrik, sebuah diffuser digunakan seperti yang digambarkan pada pengolahan gula bit. Jus yang dihasilkan masih berupa cairan yang kotor: sisa-sisa tanah dari lahan, serat-serat berukuran kecil dan ekstrak dari daun dan kulit tanaman, semuanya bercampur di dalam gula.

Ekstraksi gula

Jus dari hasil ekstraksi mengandung sekitar 15% gula dan serat residu, dinamakan bagasse, yang mengandung 1 hingga 2% gula, sekitar 50% air serta pasir dan batu-batu kecil dari lahan yang terhitung sebagai “abu”. Sebuah tebu bisa mengandung 12 hingga 14% serat dimana untuk setiap 50% air mengandung sekitar 25 hingga 30 ton bagasse untuk tiap 100 ton tebu atau 10 ton gula.

Pengendapan kotoran dengan kapur (Liming)

Pabrik dapat membersihkan jus dengan mudah dengan menggunakan semacam kapur (slaked lime) yang akan mengendapkan sebanyak mungkin kotoran untuk kemudian kotoran ini dapat dikirim kembali ke lahan. Proses ini dinamakan liming.

Jus hasil ekstraksi dipanaskan sebelum dilakukan liming untuk mengoptimalkan proses penjernihan. Kapur berupa kalsium hidroksida atau Ca(OH)2 dicampurkan ke dalam jus dengan perbandingan yang diinginkan dan jus yang sudah diberi kapur ini kemudian dimasukkan ke dalam tangki pengendap gravitasi: sebuah tangki penjernih (clarifier). Jus mengalir melalui clarifier dengan kelajuan yang rendah sehingga padatan dapat mengendap dan jus yang keluar merupakan jus yang jernih.

Kotoran berupa lumpur dari clarifier masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya dilakukan penyaringan dalam penyaring vakum putar (rotasi) dimana jus residu diekstraksi dan lumpur tersebut dapat dibersihkan sebelum dikeluarkan, dan hasilnya berupa cairan yang manis. Jus dan cairan manis ini kemudian dikembalikan ke proses.

Penguapan (Evaporasi)

Setelah mengalami proses liming, jus dikentalkan menjadi sirup dengan cara menguapkan air menggunakan uap panas dalam suatu proses yang dinamakan evaporasi. Terkadang sirup dibersihkan lagi tetapi lebih sering langsung menuju ke tahap pembuatan kristal tanpa adanya pembersihan lagi.

Jus yang sudah jernih mungkin hanya mengandung 15% gula tetapi cairan (liquor) gula jenuh (yaitu cairan yang diperlukan dalam proses kristalisasi) memiliki kandungan gula hingga 80%. Evaporasi dalam ‘evaporator majemuk’ (multiple effect evaporator) yang dipanaskan dengan steam merupakan cara yang terbaik untuk bisa mendapatkan kondisi mendekati kejenuhan (saturasi).

Pendidihan/ Kristalisasi

Pada tahap akhir pengolahan, sirup ditempatkan ke dalam panci yang sangat besar untuk dididihkan. Di dalam panci ini sejumlah air diuapkan sehingga kondisi untuk pertumbuhan kristal gula tercapai. Pembentukan kristal diawali dengan mencampurkan sejumlah kristal ke dalam sirup. Sekali kristal terbentuk, kristal campur yang dihasilkan dan larutan induk (mother liquor) diputar di dalam alat sentrifugasi untuk memisahkan keduanya, bisa diumpamakan seperti pada proses mencuci dengan menggunakan pengering berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum disimpan.

Sentifugasi gula (Sumber)

Larutan induk hasil pemisahan dengan sentrifugasi masih mengandung sejumlah gula sehingga biasanya kristalisasi diulang beberapa kali. Sayangnya, materi-materi non gula yang ada di dalamnya dapat menghambat kristalisasi. Hal ini terutama terjadi karena keberadaan gula-gula lain seperti glukosa dan fruktosa yang merupakan hasil pecahan sukrosa. Olah karena itu, tahapan-tahapan berikutnya menjadi semakin sulit, sampai kemudian sampai pada suatu tahap di mana kristalisasi tidak mungkin lagi dilanjutkan.

Dalam sebuah pabrik pengolahan gula kasar (raw sugar) umumnya dilakukan tiga proses pendidihan. Pertama atau pendidihan “A” akan menghasilkan gula terbaik yang siap disimpan. Pendidihan “B” membutuhkan waktu yang lebih lama dan waktu tinggal di dalam panci pengkristal juga lebih lama hingga ukuran kristal yang dinginkan terbentuk. Beberapa pabrik melakukan pencairan ulang untuk gula B yang selanjutnya digunakan sebagai umpan untuk pendidihan A, pabrik yang lain menggunakan kristal sebagai umpan untuk pendidihan A dan pabrik yang lainnya menggunakan cara mencampur gula A dan B untuk dijual. Pendidihan “C” membutuhkan waktu secara proporsional lebih lama daripada pendidihan B dan juga membutuhkan waktu yang lebih lama untuk terbentuk kristal. Gula yang dihasilkan biasanya digunakan sebagai umpan untuk pendidhan B dan sisanya dicairkan lagi.

Sebagai tambahan, karena gula dalam jus tidak dapat diekstrak semuanya, maka terbuatlah produk samping (byproduct) yang manis: molasses. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau ke industri penyulingan untuk dibuat alkohol. Inilah yang menyebabkan lokasi pabrik rum di Karibia selalu dekat dengan pabrik gula tebu.

Penyimpanan

Gula kasar yang dihasilkan akan membentuk gunungan coklat lengket selama penyimpanan dan terlihat lebih menyerupai gula coklat lunak yang sering dijumpai di dapur-dapur rumah tangga. Gula ini sebenarnya sudah dapat digunakan, tetapi karena kotor dalam penyimpanan dan memiliki rasa yang berbeda maka gula ini biasanya tidak diinginkan orang. Oleh karena itu gula kasar biasanya dimurnikan lebih lanjut ketika sampai di negara pengguna.

Afinasi (Affination)

Tahap pertama pemurnian gula yang masih kasar adalah pelunakan dan pembersihan lapisan cairan induk yang melapisi permukaan kristal dengan proses yang dinamakan dengan “afinasi”. Gula kasar dicampur dengan sirup kental (konsentrat) hangat dengan kemurnian sedikit lebih tinggi dibandingkan lapisan sirup sehingga tidak akan melarutkan kristal, tetapi hanya sekeliling cairan (coklat). Campuran hasil (‘magma’) di-sentrifugasi untuk memisahkan kristal dari sirup sehingga pengotor dapat dipisahkan dari gula dan dihasilkan kristal yang siap untuk dilarutkan sebelum perlakuan berikutnya (karbonatasi).

Cairan yang dihasilkan dari pelarutan kristal yang telah dicuci mengandung berbagai zat warna, partikel-partikel halus, gum dan resin dan substansi bukan gula lainnya. Bahan-bahan ini semua dikeluarkan dari proses.

Karbonatasi

Tahap pertama pengolahan cairan (liquor) gula berikutnya bertujuan untuk membersihkan cairan dari berbagai padatan yang menyebabkan cairan gula keruh. Pada tahap ini beberapa komponen warna juga akan ikut hilang. Salah satu dari dua teknik pengolahan umum dinamakan dengan karbonatasi. Karbonatasi dapat diperoleh dengan menambahkan kapur/ lime [kalsium hidroksida, Ca(OH)2] ke dalam cairan dan mengalirkan gelembung gas karbondioksida ke dalam campuran tersebut. Gas karbondioksida ini akan bereaksi dengan lime membentuk partikel-partikel kristal halus berupa kalsium karbonat yang menggabungkan berbagai padatan supaya mudah untuk dipisahkan. Supaya gabungan-gabungan padatan tersebut stabil, perlu dilakukan pengawasan yang ketat terhadap kondisi-kondisi reaksi. Gumpalan-gumpalan yang terbentuk tersebut akan mengumpulkan sebanyak mungkin materi-materi non gula, sehingga dengan menyaring kapur keluar maka substansi-substansi non gula ini dapat juga ikut dikeluarkan. Setelah proses ini dilakukan, cairan gula siap untuk proses selanjutnya berupa penghilangan warna. Selain karbonatasi, t eknik yang lain berupa fosfatasi. Secara kimiawi teknik ini sama dengan karbonatasi tetapi yang terjadi adalah pembentukan fosfat dan bukan karbonat. Fosfatasi merupakan proses yang sedikit lebih kompleks, dan dapat dicapai dengan menambahkan asam fosfat ke cairan setelah liming seperti yang sudah dijelaskan di atas.

Penghilangan warna

Ada dua metoda umum untuk menghilangkan warna dari sirup gula, keduanya mengandalkan pada teknik penyerapan melalui pemompaan cairan melalui kolom-kolom medium. Salah satunya dengan menggunakan karbon teraktivasi granular [granular activated carbon, GAC] yang mampu menghilangkan hampir seluruh zat warna. GAC merupakan cara modern setingkat “bone char”, sebuah granula karbon yang terbuat dari tulang-tulang hewan. Karbon pada saat ini terbuat dari pengolahan karbon mineral yang diolah secara khusus untuk menghasilkan granula yang tidak hanya sangat aktif tetapi juga sangat kuat. Karbon dibuat dalam sebuah oven panas dimana warna akan terbakar keluar dari karbon. Cara yang lain adalah dengan menggunakan resin penukar ion yang menghilangkan lebih sedikit warna daripada GAC tetapi juga menghilangkan beberapa garam yang ada. Resin dibuat secara kimiawi yang meningkatkan jumlah cairan yang tidak diharapkan.

Cairan jernih dan hampir tak berwarna ini selanjutnya siap untuk dikristalisasi kecuali jika jumlahnya sangat sedikit dibandingkan dengan konsumsi energi optimum di dalam pemurnian. Oleh karenanya cairan tersebut diuapkan sebelum diolah di panci kristalisasi.

Pendidihan

Sejumlah air diuapkan di dalam panci sampai pada keadaan yang tepat untuk tumbuhnya kristal gula. Sejumlah bubuk gula ditambahkan ke dalam cairan untuk mengawali/memicu pembentukan kristal. Ketika kristal sudah tumbuh campuran dari kristal-kristal dan cairan induk yang dihasilkan diputar dalam sentrifugasi untuk memisahkan keduanya. Proses ini dapat diumpamakan dengan tahap pengeringan pakaian dalam mesin cuci yang berputar. Kristal-kristal tersebut kemudian dikeringkan dengan udara panas sebelum dikemas dan/ atau disimpan siap untuk didistribusikan.

Pengolahan sisa (Recovery)

Cairan sisa baik dari tahap penyiapan gula putih maupun dari pembersihan pada tahap afinasi masih mengandung sejumlah gula yang dapat diolah ulang. Cairan-cairan ini diolah di ruang pengolahan ulang (recovery) yang beroperasi seperti pengolahan gula kasar, bertujuan untuk membuat gula dengan mutu yang setara dengan gula kasar hasil pembersihan setelah afinasi. Seperti pada pengolahan gula lainnya, gula yang ada tidak dapat seluruhnya diekstrak dari cairan sehingga diolah menjadi produk samping: molase murni. Produk ini biasanya diolah lebih lanjut menjadi pakan ternak atau dikirim ke pabrik fermentasi seperti misalnya pabrik penyulingan alkohol.