Judul : Prinsip Pengawetan Pangan
Penulis : Retno Widyani dan Tety Suciaty
Pengeringan
1. Definisi
Pengeringan adalah suatu cara untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagian air suatu bahan pangan dengan atau tanpa bantuan energi panas. Pengeringan adalah proses pemindahan panas dan uap air secara simultan, yang memerlukan energi panas untuk menguapkan kandungan air yang dipindahkan dari permukaan bahan, yang dikeringkan oleh media pengering yang biasanya berupa panas.
2. Tujuan
Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air bahan sampai batas dimana perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebabkan pembusukan terhambat atau terhenti. Dengan demikian bahan yang dikeringkan dapat mempunyai waktu simpan yang lebih lama. Biasanya kandungan air bahan pangan dikurangi sampai batas tertentu dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh lagi pada bahan pangan tersbut. Keuntungan pengeringan adalah bahan pangan menjadi lebih awet dan volume bahan pangan menjadi lebih kecil, sehingga mempermudah dan menghemat ruang pengangkutan dan pengepakan, berat bahan menjadi kurang dan mempermudah tranport.
3. Dasar
Dasar pengeringan adalah terjadinya penguapan air ke udara karena perbedaan kandungan air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Dalam hal ini kandungan uap air udara lebih kecil atau udara mempunyai kelembaban nisbi yang relatif rendah sehingga terjadi penguapan.
4. Faktor-faktor Yang memperngaruhi Pengeringan
Faktor-faktor yang mempengaruhi pengeringan ada 2 golongan, yaitu: Faktor yang berhubungan dengan udara pengering. Yang termasuk dalam golongan ini adalah suhu, kecepatan volumetrik aliran udara pengering, dan kelembaban udara. Faktor yang berhubungan dengan sifat bahan. Yang termasuk dalam golongan ini adalah ukuran bahan, kadar air awal, dan tekanan parsial dalam bahan. Bahan pangan yang dihasilkan dari produk-produk pertanian pada umumnya mengandung kadar air. Kadar air tersebut apabila masih tersimpan dan tidak dihilangkan, maka akan dapat mempengaruhi kondisi fisik bahan pangan. Contohnya, akan terjadi pembusukan dan penurunan kualitas akibat masih adanya kadar air yang terkandung dalam bahan tersebut. Pembusukan terjadi akibat dari penyerapan enzim yang terdapat dalam bahan pangan oleh jasad renik yang tumbuh dan berkembang biak dengan bantuan media kadar air dalam bahan pangan tersebut. Untuk mengatasi hal tersebut, diperlukan adanya suatu proses penghilangan atau pengurangan kadar air yang terdapat dalam bahan pangan sehingga terhindar dari pembusukan ataupun penurunan kualitas bahan pangan. Salah satu cara sederhananya adalah dengan melalui proses pengeringan. Pengeringan merupakan tahap awal dari adanya pengawetan.
Dasar dari proses pengeringan adalah terjadinya penguapan air menuju udara karena adanya perbedaan kandungan uap air antara udara dengan bahan yang dikeringkan. Tujuan pengeringan antara lain agar produk dapat disimpan lebih lama, mempertahankan daya fisiologi biji-bijian/benih, mendapatkan kualitas yang lebih baik. (Gunarif Taib, 1988) Proses pengeringan terbagi dalam tiga kategori, yaitu: Pengeringan udara dan pengeringan yang berhubungan langsung di bawah tekanan atmosfir. Dalam hal ini panas dipindahkan menembus bahan pangan, bik dari udara maupun permukaan yang dipanaskan. Uap air dipindahkan dengan udara. Pengeringan hampa udara.
Keuntungan dalam pengeringan hampa udara didasarkan pada kenyataan bahwa penguapan air terjadi lebih cepat pada tekanan rendah daripada tekanan tinggi. Panas yang dipindahkan dalam pengeringan hampa udara pada umumnya secara konduksi, kadang-kadang secara pemancaran.
Pengeringan beku. Pada pengeringan beku, uap air disublimasikan keluar dari bahan pangan beku. Struktur bahan pangan dipertahankan dengan baik pada kondisi ini. Suhu dan tekanan yang sesuai harus dipersiapkan dalam alat pengering untuk menjamin terjadinya proses sublimasi. (Earle, 1969)
Pengeringan dapat berlangsung bila energi panas diberikan pada bahan yang akan dikeringkan dan diperlukan aliran udara untuk mengalirkan uap air yang terbentuk keluar dari daerah pengeringan. Penyedotan uap air ini dapat pula dilakukan secara vakum. Pengeringan dapat berlangsung dengan baik jika pemanasan terjadi pada setiap tempat dari bahan tersebut.
Hal-hal yang mempengaruhi pengeringan terutama adalah luas permukaan bahan pangan, suhu pengeringan, aliran udara, tekanan uap air di udara dan lama pengeringan. Suhu pengeringan sangat penting karena apabila terlalu rendah maka pengeringan akan makan waktu yang sangat lama dan dapat menurunkan mutu bahan pangan serta memberikan bau yang tidak normal. Jika proses pengeringan dilakukan pada suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan terjadinya case hardening dan reaksi browning.
Dehidrasi mempunyai pengaruh preservatif karena penurunan aktivitas air sampai aras yag realtif rendah akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme. Mikroba pada keadaan normal mengandung kira-kira 80% air. Air diperoleh dari makanan dimana mereka tumbuh. Apabila air dikeluarkan dari bahan pangan, maka air dalam bakteri juga akan keluar atau bakteri mengalami plasmolisis sehingga bakteri tidak dapat berkembang biak. Bakteri dan ragi umumnya membutuhkan kadar air yang lebih tinggi daripada kapang, oleh karena itu kapang sering dijumpai pada makanan setengah kering, dimana bakteri dan ragi tidak dapat tumbuh. Misalnya kapang yang tumbuh pada roti yang sudah basi, ikan asap, dendeng dll.
Perbedaan kecil dari kelembaban nisbi (RH) dalam ruangan tempat penyimpanan bahan pangan atau dalam peti pengepakan dapat menyebabkan perbedaan besar dalam perkembangbiakan bakteri. Pada suhu ruang pendingin, kelembaban yang lebih tinggi akan memperbanyak jumlah populasi mikroba. Kebutuhan mikroba terhadap air dinyatakan dalam istilah Aw (water activity), yang berhibingan dengan kelembaban nisbi udara.
Kelembaban nisbi adalah perbandingan antara tekanan uap air di udara dengan tekanan uap air jenuh pada suhu yang sama. Kelembaban nisbi ini menunjukkan keadaan atmosfer di sekeliling bahan atau larutan.
Nilai Aw menujukkan keadaan dari suatu larutan yaitu antara tekanan uap air larutan dengan tekanan uap air murni pada suhu yang sama. Jadi air murni mempunyai Aw 1,0. Pada keadaan keseimbangan Aw akan seimbang dengan RH atau Aw = RH/100. sebagian besar bakteri membutuhkan Aw 0,75-1,00 untuk tumbuh. Beberapa ragi dan kapang tumbuh lambat pada nilai Aw 0,62.
Pengeringan bahan pangan bertujuan untuk melawan kebusukan oleh mikroba, tetapi tidak dapat membunuh semua bakteri. Oleh karena itu bahan pangan kering biasanya tidak steril. Menskipun bakteri tumbuh pada bahan makanan kering, tetapi jika bahan pangan tersebut dibasahkan kembali misalnya dengan perendaman, maka bakteri akan tumbuh kembali kecuali bahan pangan tersebut langsung makan atau didinginkan.
Proses pengeringan dapat dilakukan dengan menggunakan suatu alat pengering atau dengan penjemuran yang menggunakan energi langsung dari sinar matahari. Pengeringan buatan mempunyai keuntungan karena suhu dan aliran udara dapat diatur sehingga lama pengeringan dapat ditentukan dan kebersihan mudah diawasi. Penjemuran memberikan keuntungan energi panas yang digunakan murah dan kerugian karena sinar matahri tidak terus menerus sepanjang hari dan kenaikan suhu tidak dapat diatur, sehingga lama penjemuran sukar ditentukan. Hal ini disebabkan karena jumlah energi panas yang jatuh ke permukaan bumi biasanya tidak tetap dan kebersihan bahan yang dijemur sukar diawasi.
5. Tipe dan Jenis Pengering
Tipe dan jenis penering yang digunakan untuk pengeringan bahan pangan bermacam-macam. Pada umumnya pemilihan tipe pengering ditentukan oleh jenis komoditas yang akan dikeringkan, bentuk akhir produk yang dikehendaki, faktor ekonomis dan kondisi jenis alat. Macam alat pengering tersebut antara lain spray drying, cabinet drier, continuous drier, drum drier dsb.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2003. Keamanan Pangan. Badan POM. Jakarta.
Anonimous. 2003. Peraturan di Bidang Pangan. Badan POM.
Jakarta.
Anonimous. 2003. Perencanaan, Pengendalian dan Peningkatan
Mutu. Badan POM. Jakarta.
Apriantono, A. 1985. Panduan Praktikum Pembuatan Manisan
Buah-buahan. Diklat Penyuluhan Spesialis Industri Kecil
Pengolahan Pangan. Departemen Pertanian dan Fateta IPB.
Brennan, J.G., 1981. Food Freezing Operation. Applied Science
Publisher, Ltd.
Buckle, K.A., R. A. Edwards, G.H. Fleet and M. Woolton., 1987. Ilmu
Pangan. Penerbit Universitas Indonesia. Jakarta.
Desrosier, N.W., 1988. Teknologi Pengawetan Pangan; Penerjemah
Muchji. Paris. Food. 2 Co. Inc. New York.
Frazier, W.C. and P.C. Westhoff, 1977. Food Microbiology. Mc.
Graw Hill Book
Gautara, S.W. 1985. Dasar Pengolahan Gula II. Agroindustri Press.
Fateta IPB. Bogor.
Glubrecht. 1987. Basic Effect of Radiation on Matter Food
Preservation by Irradiation. Vol. 1. IAEA Vienna.
Heddy, S, Wahono Budi Santosa dan Metty Kurniawati. 1994.
Pengantar Produksi Tanaman dan Penanganan
Pascapanen. PT Raja Grafindo, Jakarta.
Hermana. 1991. Iradiasi Pangan. Cara Mengawetkan dan Meningkatkan Keamanan Pangan. Penerbit ITB Bandung.
Holdworth, S.D., 1968. Current aspects of Preseruation by
Freezing. Food Manuf, 43(7):38
Jay, J.M. 1996. Modern Food Microbiology. Chapman & Hall,
International Thomson Publishing, New York.
King, C.J., 1971. Freeze Drying of Food CRC. The Chemical Rubber
Co., Cleveland- Ohio.
Lembaga Refrigerasi Internasional,1971. Internasional Institute Of
Refrigeration, Recommendations for The Processing and Handling for Frozen nd London.
Maha, M. 1981. Prospek Penggunaan Teknik Nuklir dalam Bidang Teknologi Pangan. PAIR-BATAN , Jakarta.
Maha, M. 1985. Pengawetan Pangan dengan Radiasi. Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi. PAIR-BATAN, Jakarta.
Muljohadjo, Penerbit Universitas Indonesia, Jakarta.
Norman W Desrosier. 1988. Teknologi Pengawetan Pangan. UI
Press. Jakarta.
Purnomo. 1987. Ilmu Pangan. UI Press. Jakarta.
Purwanto, Z.I. dan M. Maha. 1993. Aplikasi Iradiasi dalam
Teknik Pengawetan Makanan. PAIR-BATAN, Jakarta.
Rasyaf, M. 1996. Memasarkan Hasil Peternakan. PT Penebar
Swadaya. Jakarta.
Retno Widyani. 2001. Pengantan Ilmu Pangan. Diktat Kuliah.
Program Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati.
Cirebon.
Retno Widyani. 2001. Prinsip Pengawetan Pangan. Diktat Kuliah.
Program Pascasarjana Universitas Swadaya Gunung Jati.
Cirebon.
Simatupang, P.S.M. 1993. Aspek Pengaturan Makanan Iradiasi. Risalah Seminar Nasional Pengawetan Makanan dengan Irradiasi. 6-8 Juni 1993. PAIR-BATAN, Jakarta.
Slamet Budijanto, Dahrul Syah, Winiati Pudji Rahayu dan Halim
Nababan. 2003. Good Practices Dalam Rantai Pangan.
Badan POM. Jakarta.
Soeparno. 1994. Ilmu dan Teknologi Daging. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta.
Sofyan, R. 1984. Efek Kimia Radiasi Pada Komponen Utama
Bahan Makanan. PAIR-BATAN, Jakarta.
Sudarmadji. 1982. Bahan-bahan Pemanis. Agritech. Yogyakarta.
Taib E. 1987. Operasi Pengeringan Pada Pengolahan Hasil
Pertanian. Penerbit Melton Putra. Jakarta.
Tambunan, A.H., 1999. Pengembangan Metoda Pembekuan
Vakum Untuk Produk Pangan. Usulan Penelitian Hibah
Bersaing Perguruan Tinggi. Institut Pertanian Bogor.
Tien R Muchtadi. 1989. Teknologi Proses Pengolahan Pangan
Petunjuk Laboratorium. PAU Pangan dan Gizi. IPB. Bogor.
Winarno, F.G. 1984. Pengantar Teknologi Pangan. PT
Gramedia. Jakarta.
Winarno, F.G. 1993. Pangan, Gizi, Teknologi dan Konsumen.
Penerbit Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
Winarno, F.G., Srikandi Fardiaz dan D. Fardiaz. 1980. Pengantar Teknologi Pangan. PT Gramedia, Jakarta.
Winiati Pudji Rahayu, Halim Nababan, Slamet Budijanto dan Dahrul
Syah. 2003. Sistem Jaminan Mutu Pangan. Badan POM.
Jakarta.
Winiati Pudji Rahayu, Halim Nababan, Slamet Budijanto dan Dahrul
Syah. 2003. Bahan Tambahan Pangan. Badan POM. Jakarta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Kami sangat menerima pesan dan kritikan yang sifatnya membangun dari anda semua